“KALAU bokap lo hacker, berarti lo juga?”
“Dinda hacker?” Suara Aletta terdengar dari belakang Dinda, gadis itu barusaja keluar dari laboratorium komputer.
Adara maupun Dinda tidak ada yang menyahuti pertanyaan Aletta. Justru dengan beraninya Dinda malah menatap balik Adara, yang menatapnya dengan tatapan intimidasi.
“Lo, stalker gue?”
Kali ini Adara yang dibuat diam.
Dinda mendengkus, kemudian berbicara dengan nada setenang mungkin. “Putri dari Pak Xenova itu Xena, bukan gue. Nama gue Dinda Pitaloka, kalau lo lupa.”
“Lo ganti nama,” balas Adara cepat.
Dinda tersenyum puas. “Oke, lo stalker.”
Adara mendengkus. “Gue gak segabut itu.”
“Tahu banyak hal, dan lo bilang gue hacker. Kalau lo emang gak stalker gue, berarti lo hacker, hm?” Kalimat sarkas Dinda membuat kepala Aletta semakin pusing.
Jadi siapa yang hacker? Aletta ingin mengamuk saja pada seseorang yang memasukan video singkat itu kemarin.
“Ja—”
“Widih, ada acara apa ini rame-rame?” seloroh Rigel ketika keluar dari laboratorium komputer diikuti oleh Vano dan murid lain.
Ah, mereka melupakan jika saat ini masih berdiri di depan laboratorium komputer. Kemungkinan besar ada murid lain yang mendengar pembicaraan mereka.
Aletta mengangkat bahu. “Tanya mereka,” ucapnya sambil menunjuk Dinda dan Adara dengan dagunya, dengan angkuh.
“Idih, kok gue?” Wajah Dinda sudah dibuat normal senormal-normalnya. Bahkan Aletta dibuat tidak habis fikir.
Sedangkan Adara, masih tetap sama. Dengan wajah datar dan tatapan intimidasi.
“Udah woi, ngobrolnya dilanjut ntar aja. Ini itu jalan yang gak luas-luas banget, dan ini bukan jalan milik kalian pribadi tapi jalan umum. Minggir, lah, banyak orang yang mau lewat ini!” cerocos An sambil berjalan melewati mereka, diikuti Zevan.
“Jangan bacot A—”
“Apa, Zev, mau gue tendang biar jatoh ke bawah?” sela An dengan mata yang melotot galak. Zevan bergidik ngeri.
“Kalau jatuh emang ke bawah, An, bukan ke atas,” celetuk Rigel.
An tertawa, menertawakan kekonyolan ucapannya sendiri.
“Dih gila, malah ketawa sendiri,” ledek Zevan juga Rigel.
An menghentikan tawanya dan tersenyum masam. “Yang gila itu kalian, kampret!”
“WOI LANJUT JALAN NAPA? INI BUKAN JALAN PRIBADI JADI GAUSAH SOK-SOK-AN NONGKRONG DI TENGAH JALAN!”
Mampus.
¤¤¤
Menurut kebanyakan orang, kehidupan itu memang seperti roda yang berputar. Kadang di atas dan kadang di bawah. Kadang susah dan kadang senang.
Begitu, ‘kan?
Dan sepertinya saat ini Aletta sedang berada pada fase susah. Bahkan Aletta kadang sudah terlalu lelah sampai ingin menyerah.
Gitaris itu kini berdiri di ujung rooftop gedung Royal Class, satu langkah maju dipastikan dia langsung terjatuh. Entah jatuh bebas maupun vertikal.
KAMU SEDANG MEMBACA
99,99
Teen Fiction-Ketika dipaksa untuk menjadi cerdas- "99,99 saja cukup. Tidak perlu 100. Karena kesempurnaan itu hanya milik Tuhan." -Adara Mahaputri Sekolah gila yang memiliki nilai minimum 85. Serta, tidak lebih dari 50 murid dari 500 murid yang akan menjadi lu...