----./.----

2.2K 431 37
                                    

TIDAK ada yang lebih menggemparkan kali ini, selain berita tentang murid kelas XII I yang melakukan pelanggaran begitu banyak dan nama Royal Class berhasil dibersihkan. Bahkan banyak yang menuntut untuk membawa hal ini pada pihak hukum.

Terlebih perihal sesuatu yang mencelakai bahkan merenggut nyawa.

Tentang tabrak lari terhadap An, juga Nenek Muthia yang dinyatakan meninggal karena keracunan. Tentu saja lima murid yang dibuang itu tidak merasa tenang sedikit pun di tempat buangannya. Mereka memang tidak mendapat caci maki dari murid Royal Class, namun dari para netizen yang mendukung Royal Class.

Bodoh.

“Mut, lo mau bawa kasus meninggalnya nenek lo ke pihak berwajib?” tanya Aletta mewakili pertanyaan Dinda.

Dinda terlalu gengsi untuk bertanya pada Muthia. Lagipula, gadis itu belum bisa berdamai dengan orang yang diketahui sebagai saudara beda ibu-nya itu.

Muthia dengan mudahnya menggeleng, kemudian mengulas senyum. “Enggak perlu, Al. Nenek udah meninggal, mungkin karena keracunan. Tapi, itu emang udah waktunya. Walau enggak keracunan, tapi kalau udah waktunya meninggal ya pasti meninggal,” tuturnya tanpa keraguan.

Seperti orang yang tidak berduka atas kematian orang yang disayang setelah Ibunya. Padahal pada malam kematian Sang Nenek, Muthia berhasil membasahi baju Rigel juga hijabnya karena air mata.

Aletta menatap Muthia takjub, pun dengan Dinda yang sudah dibilang memperhatikan sedari tadi.

“Kalau Muthi gak balas perbuatan mereka pun, nanti Allah yang balaskan. Karma masih berlaku, 'kan?” lanjut Muthia tanpa menghilangkan senyum yang terlukis di wajah cantiknya.

Setelah diselidiki lebih lanjut oleh Pak RT, pria itu tidak menemukan jejak apa pun. Karena pada saat kejadian, Pak RT sedang melakukan rapat sedangkan para tentangga mengaku tidak mengunjungi rumah Sang Nenek. Yang diketahui hanyalah, Nenek berkemungkinan meminun air yang ternyata dimasukkan racun. Entah siapa yang memasukan racun tersebut, tidak tahu pasti.

Karena di rumah Muthia yang seadanya itu, tidak ada CCTV.

Hanya saja, beberapa argumen merujuk pada murid kelas XII I. Karena, sebelum Pak RT menelepon Muthia untuk memberi tahu Neneknya meninggal dunia, Muthia mendapat pesan dari A4RV2DM2Z.

Muthia yang sudah menerima atas kematian Sang Nenek, tidak mau ambil pusing. Karena menurut Muthia, Allah Maha Tahu segalanya, dan biarkan Dia yang membalas pelaku dengan balasan yang setimpal.

“Lo gimana, An?” Kali ini Dinda bertanya pada An yang sedang mengunyah permen karet.

“Guwe mwalwes, Dwin. Lagwian, sekwarang gwue udwah gak apwa-awpa,” sahut An. Kemudian meniup permen karet menjadi balon, dan kembali mengunyah.

Entah apa yang dipikirkan oleh gadis berambut sebahu itu sehingga bisa bersikap dengan begitu santai. Bahkan dia mengunyah permen karet seraya bersandar di bahu Zevan yang sama-sama mengunyah permen karet. Tampaknya nyaman sekali.

“Kalau lo, Din?” Aletta bertanya pada Dinda, dan yang ditanyai malah mendengkus.

“Gila kali ya. Kalau misal gue laporin mereka, ntar yang ada gue juga kena pasal 406 KUHP, Al,” balas Dinda setengah hati.

Baru saja Aletta hendak membalas ucapan Dinda, Vania mengajak mereka menuju ruang BK. Katanya, dapat amanah dari Pak Dino untuk meminta murid Royal Class mengunjunginya. Mungkin jika menanggil lewat mikrofon, takut murid lain yang sedang belajar menjadi terganggu.

Iya, ini jam pelajaran. Namun karena kasus itu, murid Royal Class tidak memilih untuk belajar. Mengingat try out 7 adalah try out terakhir sebelum pelaksanaan Ujian Nasional.

99,99Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang