SEMUA orang tahu bahwa, kehilangan yang paling menyakitkan adalah kematian.
Seperti hari ini. Banyak orang yang berduka atas kepergian Kaisar Sadyakala. Seorang laki-laki yang dikabarkan mengalami koma selama satu tahun setelah mengalami kecelakaan, seorang laki-laki yang menjabat sebagai wakil ketua OSIS namun tidak mampu melaksanakan kewajiban, juga seorang laki-laki yang bertemu dengan Adara dalam bentuk tak kasat mata.
Dia, benar-benar meninggalkan semesta.
Dari sekian murid Blue High School yang mengikuti pemakaman Kaisar, Adara adalah orang yang sedari tadi hanya diam. Gadis itu berdiri kaku menatap gundukan tanah yang masih basah, dengan ekspresi yang sulit diartikan.
“Lo gapapa, Ra?” tanya Rigel yang sedari tadi memperhatikan Adara. Namun gadis itu tidak membalas apa pun.
Vano ikut menghampiri Adara dan ikut berbicara, “Kalau kenapa-napa bilang, Ra.”
Adara bergeming. Fokusnya tetap pada gundukan tanah yang di sampingnya ada seorang wanita yang menangis dengan pria yang berusaha menenangkan wanita itu.
“Adara lagi berduka, mending kalian gak usah banyak tanya,” celetuk Zevan.
An yang mendengar itu menyikut lengan Zevan lalu berbisik, “Sejak kapan mereka deket, Zev? Kok bisa—”
“Diem, gue juga gak tau,” potong Zevan. Hal tersebut membuat gadis berambut sebahu itu berdecak pelan dan mengangguk pasrah. Tentu saja An penasaran dengan apa yang terjadi pada kakak tirinya itu.
Adara menghembuskan napas panjang, kemudian bertanya pada Wildan yang berdiri tidak jauh darinya. “Itu orangtua-nya, Wil?”
Wildan langsung mengangguk. “Iya, itu Ibunya. Namanya Tante Ratu.”
Setelah Adara berterima kasih, gadis itu menghampiri wanita yang diketahui bernama Ratu. Wanita itu masih menangis di samping makam Kaisar.
“Tante,” panggil Adara pelan. Ratu langsung menoleh ke arah Adara dengan linangan air mata, kemudian tanpa izin memeluk Adara begitu erat.
Adara tersenyum tipis, kemudian membalas pelukan tersebut. Gadis itu mengusap punggung Ratu, guna menenangkan. “Tante, jangan nangis terus. Kaisar gak mau kalau Tante sedih,” ujar Adara setelah sekian detik hanya diam.
“Saya dapat amanah untuk ucapin maaf ke Tante. Maafin Kaisar, ya, Tante?”
Tangis wanita itu justru semakin pecah. Adara menggigit bibir bawahnya, bingung harus bersikap seperti bagaimana lagi. Karena selama Adara hidup di dunia ini, dia jarang sekali berinteraksi dengan orang lain apalagi berbicara dari hati ke hati.
Karena Adara belum diajarkan bagaimana cara memahami perasaan orang lain.
¤¤¤
Ada yang berbeda dari Royal Class, setelah mereka tiba-tiba mendapat nilai rendah kemudian serempak dihukum karena suatu kesalahan yang tampaknya dibuat-buat namun terlihat begitu nyata. Dan, setelah kematian sang wakil ketua OSIS Blue High School.
Sebenarnya, Rigel membenci perubahan teman kelasnya yang menjadi lebih kaku dan tidak berbaur seperti biasa. Mereka cenderung memisahkan diri, dan lebih fokus untuk terus belajar supaya nilainya tidak turun seperti pada try out 5.
Dan yang paling berdampak pada Rigel adalah perubahan sikap Aletta, Muthia, dan Arabela. Aletta sama sekali tidak mau berbicara padanya, dan selalu menganggap jika Rigel tidak ada. Arabela bahkan tidak mau berpapasan dengannya, dan entah perasaan Rigel atau bukan, hubungan Aletta dan Arabela memburuk. Sedangkan Muthia, gadis berhijab itu terlalu fokus belajar dan bekerja sehingga melupakan hal-hal yang menyenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
99,99
Teen Fiction-Ketika dipaksa untuk menjadi cerdas- "99,99 saja cukup. Tidak perlu 100. Karena kesempurnaan itu hanya milik Tuhan." -Adara Mahaputri Sekolah gila yang memiliki nilai minimum 85. Serta, tidak lebih dari 50 murid dari 500 murid yang akan menjadi lu...