TIDAK ada hari minggu yang disebut sebagai waktu santai, menurut Arabela. Harusnya sekarang dia sudah memulai paginya dengan membersihkan rumah, tetapi rasa kantuk itu berhasil mengusasinya.
Semalam, dia begadang untuk belajar.
Barusaja Arabela hendak menutup mata, suara ibunya, Nida, terdengar.
“BANGUN, BEL, BANGUN! MASA ANAK GADIS JAM SEGINI MASIH TIDUR? MALU SAMA TETANGGA, DONG, MAMI!”
Arabela mengerjap, gadis itu melirik jam dinding. Masih pukul 05.30 rupanya.
“BANGUN! HARUSNYA SEHABIS SALAT SUBUH ITU KAMU TIDAK TIDUR LAGI! SANA CEPETAN BERSIHKAN RUMAH!”
“Ini udah bangun, Mi,” balas Arabela seadanya. Gadis itu sudah membuka mata, hanya saja enggan untuk beranjak dari kasur.
Nida menatap Arabela garang. “Cepat mulai membersihkan rumah!”
Arabela memutar bola matanya, gadis itu menyingkap selimut yang menutupi sebagian tubuhnya, kemudian berjalan menuju kamar mandi. Dia hendak mencuci muka.
Terlihat Nida berjalan keluar dari kamar Arabela seraya berkata, “Mami mau ke dokter, adikmu sakit.” Wanita itu menghentikkan langkahnya di ambang pintu. “Nanti Mami pulang, rumah harus sudah bersih dan rapih. Jangan lupa masak nasi!” Setelah mengatakan itu, dia pergi.
Arabela menghembuskan napasnya seraya menatap wajah pada cermin yang ada di kamar mandi. Memang, kunci kamarnya hilang sehingga siapapun bisa masuk tanpa izin. Apalagi Nida.
Gadis itu membasuh wajahnya beberapa kali guna menghilangkan kantuk, kemudian berjalan keluar dari kamar mandi. “Mending jadi pembantu di rumah orang aja, digaji,” celotehnya.
Arabela mengambil ikat rambut, lalu mengikat rambutnya asal. Berjalan keluar dari kamar dan mendapati pemandangan ruang keluarga yang berantakan.
Suara derum motor yang sangat familiar terdengar, itu suara motor milik Albert. Arabela mengenalinya, sangat. Suara derum motor itu, terdengar semakin mengecil dan hilang.
Arabela menyunggingkan senyum. Dia memang malas membersihkan rumah, tetapi lebih malas lagi ketika dia membersihkan rumah, Nida malah mengomel ini dan itu. Jadi menurut Arabela, lebih baik membersihkan rumah ketika ibunya tidak ada.
Gadis itu merenggangkan tubuhnya. Dia berjalan menuju dapur, dan mulai membersihkan beras. Setelahnya, dia memasukan beras beserta air itu ke dalam rice cooker.
Dia mengambil sapu, dan mulai membersihkan kamar satu per satu. Termasuk kamarnya.
Arabela berdoa dalam hati, semoga Nida pulang siang. Namun tepat ketika Arabela sedang menyapu halaman rumah, orang tuanya pulang.
Cepat sekali.
Adara berdesis pelan, dan terus melanjutkan menyapu.
“Kamu ngapain aja? Masih belum selesai juga?” Itu komentar dari Nida.
Nahkan, apa Arabela bilang.
“Harusnya jam segini kamu udah selesai bersih-bersih. Malu dong sama tetangga. Kalau ada tamu waktu kamu masih nyapu gimana?”
Gak gimana-gimana, jawab Arabela dalam hati tanpa menghentikan kegiatan menyapu. Selalu itu yang Arabela dengar, hingga dia bosan mendengarnya.
Nida berjalan memasuki rumah, suara wanita itu kembali terdengar. “Bel, kamu belum ngepel? Harusnya kamu berberes itu jangan terlalu santuy, cepetan. Ini udah jam setengah tujuh, loh.”
Memang suara ibunya tidak ada nada marah, tapi Arabela muak mendengarnya. “Iya, bawel,” ucapnya pelan. Sialnya ucapan itu terdengar ke telinga Nida karena wanita itu berjalan kembali keluar rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
99,99
Teen Fiction-Ketika dipaksa untuk menjadi cerdas- "99,99 saja cukup. Tidak perlu 100. Karena kesempurnaan itu hanya milik Tuhan." -Adara Mahaputri Sekolah gila yang memiliki nilai minimum 85. Serta, tidak lebih dari 50 murid dari 500 murid yang akan menjadi lu...