--...

4K 631 22
                                    

SEORANG gadis menatap sepatu hitam yang sudah terpakai cantik di kakinya, gadis itu tersenyum walau tidak ada yang tahu arti dari senyuman itu.

Dia menghela nafas pelan, setelahnya dia memberanikan diri mendonggakkan kepalanya menatap jalanan. Sepi, karena ini mulai larut malam.

Ingin pulang, namun tidak ada angkutan yang bisa mengantarkannya pulang. Ralat, jangankan supir pribadi, mobil pribadi saja dia tidak punya. Ingin memesan ojek online, tapi uangnya tidak cukup. Mau tidak mau, dia harus berjalan kaki walaupun jarak dari tempat ini ke rumahnya sekitar 5 km.

Tid tid tid!

Sebuah motor sport berhenti di hadapan gadis itu, dia mengernyit ketika belum mengetahui siapa pengendara motor. Namun setelahnya senyum manis terbit di bibir mungil gadis itu ketika mengetahui bahwa sang pengendara adalah Meteor.

"Abel, kamu belum pulang?"

Dia, Arabela.

"Gak ada angkutan." Sebenarnya, sih, Arabela mengkode Meteor.

"Yuk aku antar pulang!"

Untung Meteor peka.

Arabela langsung tersenyum dan mengangguk. "Makasih!" Setelahnya, dia langsung menaiki motor.

"Kamu habis dari mana malam-malam begini?" tanya Meteor ketika dia sudah melajukan motornya.

"Lukis." Singkat, tapi Meteor langsung paham.

"Kenapa gak ngelukis di rumah kamu aja? Kan supaya gak capek-capek pergi dulu ke—eh." Meteor menghentikan ucapannya ketika mengetahui jika ada yang salah. "Maaf," ucapnya pelan.

Arabela mengangguk singkat. "Gapapa, sans."

Arabela itu seniman, cita-citanya menjadi pelukis. Namun sialnya kedua orang tua melarang mentah-mentah hobby sekaligus bakat yang dimiliki Arabela. Itu sebabnya mengapa Arabela pergi ke Galeri Seni Lukis untuk sekedar melukis dan sekalian melihat-lihat lukisan.

Ingat waktu itu, ketika dirinya nakal dan tidak mendengarkan ucapan orang tua. Semua alat lukis yang dia punya dibuang, dan uang jajan bulanan Arabela juga dipotong. Katanya supaya Arabela tidak membeli barang itu lagi.

Mereka bilang kalau melukis itu buang-buang waktu dan tidak sama sekali bermanfaat. Padahal jelas-jelas Arabela menyangkal hal itu.

Tidak terasa waktu berlalu, Meteor sudah menghentikan motornya di depan rumah Arabela. "Makasih," ucap Arabela ketika sudah turun dari motor.

"Sama-sama, Bel."

Arabela mengangguk. "Hati-hati, ya." Setelah Arabela mengatakan itu, Meteor langsung melesat pergi meninggalkan rumah Arabela.

Menghela nafas. Senyum yang sedari tadi tercetak di wajahnya kini hilang begitu saja. Gadis itu memasang wajah tanpa ekspresi, dan dengan separuh hati dia langsung memasuki rumahnya.

"Abel kamu berani menemui Galeri lagi, iya?"

Nahkan, apa Arabela bilang.

"Maaf."

"Sudah, segera pergi ke kamar. Besok papi akan temui pemilik Galeri dan meminta supaya dia tidak mengizinkan kamu masuk ke tempat sialan itu lagi."

99,99Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang