JANGAN tanya bagaimana keadaan hati An sekarang, karena dia sama seperti yang lain. Takut.
An menarik nafas, dan menghembuskan secara perlahan. Sengaja tadi dia tidak langsung pulang ke rumah, melainkan pergi ke Indomaret terlebih dahulu. Alasannya? Kalian akan tahu jika terus membaca.
An menyentuh knop pintu rumahnya, dan dengan separuh hati dia mulai membuka pintu tersebut.
Ceklek.
"Dari mana saja kamu?"
Mampus!
An pura-pura tidak tahu, gadis itu berjalan memasuki rumah dan hendak menaiki tangga menuju kamarnya. Namun suara yang keluar dari mulut mamahnya membuat gadis itu berhenti.
"Jangan pura-pura tidak tahu, mamah tahu semuanya."
An membalikkan badannya. "Iya, mah. Apa?"
Demi apapun rasaya An ingin memukul mulutnya sendiri, bisa-bisanya dia berkata seperti itu ketika mamahnya sedang berada dalam fase yang tidak baik-baik saja.
"Anindya Aurelia mendapatkan nilai 98,25 dan mendapati peringkat ke dua." Ami mulai berucap dengan nada datar. "Kamu masih mau mempermalukan mamah? Kamu gak bosan apa diam di peringkat ke dua?!" lanjutnya dengan suara yang meninggi satu oktaf.
An menghembuskan nafasnya.
Mah, aku udah berusaha semampu aku. Mamah harusnya jangan terlalu memaksakan kehendak, harusnya mamah bersyukur udah punya anak yang pintar kayak aku.
Sialnya, ucapan itu tertahan di tenggorokan. An hanya bisa mengucapkan dalam hati, karena bagaimana pun juga An harus menghormati wanita yang telah melahirkannya.
"BODOH! MENDAPATKAN PERINGKAT PERTAMA SAJA TIDAK BISA!"
Gak semudah itu mengalahkan Adara, mah.
An menggigit bibir bawahnya. Masih tidak berani mengucapkan isi hatinya.
"DASAR BODOH, BODOH, DAN BODOH!"
An memejamkan matanya dengan hitungan satu sampai tiga, gadis itu berusaha menetralisasi rasa sakit yang berada di hatinya.
"Maaf, mah."
Hanya kata itu yang bisa dia ucapkan.
"MAMAH MALU SAMA PAPI KAMU, DIA PUNYA ANAK PINTAR TAPI KAMU BODOH. BERUSAHA MAKANYA!"
Ralat, Papi tiri aku.
"Maaf udah bikin mamah malu." An menundukkan kepalanya lebih dalam.
"LIHAT MAMAH!"
An mendonggakkan kepalanya perlahan. "Iya, mah."
Plak!
Kepala An tertoleh ke samping karena sebuah tamparan mendarat di pipinya. Gadis itu meringis pelan, rasa panas menjalar di pipinya.
An melirik Ami yang menangis, setelahnya wanita itu pergi ke arah dapur.
Jujur saja An tidak habis pikir dengan Ami, mamahnya. Wanita itu yang berkehendak menikah dengan Hugo Sanjaya—ayah Adara—namun dia juga yang terkesan seperti frustrasi. Awalnya memang biasa saja, dan An juga tidak menolak ketika Ami meminta persetujuan darinya. Karena menurut An, kebahagiaan Ami adalah nomor satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
99,99
Teen Fiction-Ketika dipaksa untuk menjadi cerdas- "99,99 saja cukup. Tidak perlu 100. Karena kesempurnaan itu hanya milik Tuhan." -Adara Mahaputri Sekolah gila yang memiliki nilai minimum 85. Serta, tidak lebih dari 50 murid dari 500 murid yang akan menjadi lu...