----./-----

2.2K 464 127
                                    

“GAK mau minta maaf dulu, hm?”

Murid kelas XII I menatap Adara, tatapannya sulit untuk diartikan. Mereka berlima bergelut dengan pikiran masing-masing.

“Satu,” hitung Adara, menunggu mereka membuka suara.

“Dua.”

“Tig—”

“Maaf, Ra.” Jeon berucap cepat.

Adara malah terkekeh. “Kok ke gue?” sarkasnya. Gadis itu melirik murid Royal Class yang masih duduk di tempat seraya memperhatikan.

¤¤¤

“Kalian gila, hah?” hardik Adara. Gadis itu mengebrak meja, sementara lima murid kelas XII I malah menunduk.

“Tindakan kalian itu gak wajar! Keterlaluan! Kalian mau masuk penjara? Tindakan kalian itu bisa kena pasal 29 UU ITE bahkan kena pasal 368 KUHP ayat 1, dan kalau diulik lagi lebih dari itu! Kok bisa, sih, kalian gak kepikiran sampai ke sana? Bodoh!”

Dada Adara naik turun, sebelumnya gadis itu tidak pernah berpikir bahwa mereka sudah berjalan sejauh ini. Merugikan orang lain, dan tidak ada untungnya untuk diri sendiri.

“Tommy sama Willy yang mulai,” tuduh Renka dibalas dengan anggukkan oleh Renki.

Adara menatap tajam kelima laki-laki itu bergantian. “Gak usah saling nyalahin, kalian semua salah!”

“Dan setelah ini lo mau apa, Ra?” Jeon membuka suara, tatapannya begitu teduh kepada Adara. Laki-laki itu tampak menyerah. “Buang, dikeluarkan, atau masuk penjara juga silakan. Asalkan gue berhasil mastiin lo gak kenapa-napa.”

¤¤¤

Willy menginjak kaki Tommy, sementara Renka dan Renki malah saling dorong untuk siapa yang meminta maaf terlebih dahulu. Jeon merotasikan bola matanya, menghembuskan napas kasar, dan mengalah untuk menghampiri murid Royal Class lebih dulu.

Membungkuk beberapa detik, kemudian berucap, “Gue atas nama murid kelaa XII I mau minta maaf sama kalian; atas segala kecemasan, kepanikan, kekhawatiran, kebingungan, ketidak fokusan, kekacauan, intinya semua. Semua dampak yang terjadi karena pesan dengan embel-embel terror itu.” Jeon mendengkus, tampak setengah hati mengucapkan kalimat terakhir.

¤¤¤

“Apa alasan kalian, sih?” Adara mengusap wajah. Netranya tertuju pada satu laptop, beberapa flashdisk, dan lima ponsel yang diketahui milik murid kelas XII I. Benda yang menjadi alat untuk mengirimkan pesan dan mengetahui banyak informasi tentang murid Royal Class.

Tommy berdecak pelan. “Satu, kita gak mau RC selalu dipandang baik sedangkan murid paling ujung dibilang paling bodoh. Dua, seharusnya kita masuk RC tapi—emm, pemalas kali ya. Tiga, kita iri sama mereka. Empat, supaya mereka kehilangan fokus dan dapat nilai rendah. Gue pikir bakal keluar dari RC ternyata mereka terlalu jenius dan terus bertahan. Lima—”

“Cukup. Apa motivasi kalian?” sela Adara. Telinganya terasa panas ketika mendengar alasan yang diucapkan oleh Tommy begitu banyak.

“Lo,” sahut Willy.

Sintingnya malah diangguki oleh Si Kembar. “Iya, lo.”

Adara menunjuk dirinya sendiri. “Gue?”

Kali ini Tommy mengagguk, kemudian tertawa hambar. “Sejak lo bilang, ‘Kita itu pandai, cuma pemalas aja’ ingat?”

Adara mengangguk kaku.

99,99Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang