WEBSITE resmi Blue High School tiba-tiba memposting sebuah berita baru yang lebih heboh daripada postingan video singkat tentang Aletta yang melakukan tabrak lari.
Omong-omong tentang Aletta, pihak sekolah sudah menyatakan bahwa Aletta tidak bersalah. Juga sepertinya, An sudah melupakan tentang itu.
Willy memasuki kelas XII I dengan heboh. Dia bahkan memukul-mukul meja seolah ingin menarik perhatian semua teman kelasnya, padahal teman kelasnya hanya berjumlah lima orang.
“Kalian tau tentang postingan di website sekolah?” tanyanya antusias, hendak menggosip.
“Dari malem gue gak buka hape,” sahut Jeon malas sambil membuka lembaran selanjutnya dari buku yang dia baca.
“Charger hape gue ilang, jadi gak bisa liat berita,” timpal Tommy lesu.
Si Kembar malah saling tatap, kemudian tersenyum konyol. “Kuota abis, gak ada yang hospotin,” imbuhnya.
Willy menepuk jidat. Laki-laki itu memposisikan diri untuk duduk di samping Adara. “Sini-sini gue cerita soal—”
Adara mendonggak seraya berucap, “Jangan dulu dilanjut. Kalau lo mau cerita sama gue, lo harus lewati tes tiga saringan.”
“Yaelah ribet banget,” sungut Willy.
Kini Tommy dan Si Kembar sudah berada di meja Adara, karena ingin tahu tentang berita yang tersebar.
Entah mereka tuli atau apa, tapi sepanjang jalan dari parkiran menuju kelas ini pasti sudah mendengar berita tersebut. Banyak orang yang membicarakannya, jadi dipastikan semua orang pasti tahu. Kecuali jika tidak mau tahu.
“Kalau gak mau lewati tes, gue gak mau dengerin,” balas Adara setengah mengancam.
Willy akhirnya mengangguk. “Oke, gimana tes tiga saringan yang lo maksud?”
“Sebelum lo cerita, alangkah lebih baik kalau lo endapin dulu cerita lo. Saringan pertama yang gue maksud, adalah saringan kebenaran.” Jeda. “Lo yakin kalau sesuatu yang akan lo ceritain itu benar?”
“Gak tau, sih. Gue aja tau dari—”
“Oke berarti lo ragu, lo gak yakin kalau cerita lo bener atau enggak,” sela Adara.
Dahi Willy mengerut. Laki-laki itu menatap heran ke arah Adara. Hingga gadis itu kembali berucap, “Lanjut ke saringan kedua.”
Mendesah pelan. “Apa lagi ....”
“Saringan kebaikan. Apakah hal yang mau lo ceritain itu berupa kebaikan?” tutur Adara dengan sangat lugas seolah menjadi reporter.
“Gak lah. Ini mah kebalikannya,” sahut Willy.
“Jadi lo mau nyeritain keburukan?”
“Iya.”
Adara menghembuskan napas panjang. “Oke saringan ketiga—”
“Anjir ribet banget. Udah lah, Ra. Kalau mau cerita ya cerita aja, pake saring-saring segala,” cerocos Tommy karena mulai kesal memperhatikan Willy dan Adara.
“Bentar, satu lagi. Saringan terakhir.” Adara menatap Willy. “Yang terakhir itu saringan kegunaan.”
“Hah? Kegunaan?” beo Renka dan Renki, dibalas delikan sinis oleh Adara. Tentu saja Adara masih kesal dengan Si Kembar karena insiden kemarin.
“Wil, yang mau lo ceritain itu ada gunanya untuk kita?”
Willy menggeleng. “Gak terlalu berguna. Cuma nambah informasi aja paling.”
KAMU SEDANG MEMBACA
99,99
Teen Fiction-Ketika dipaksa untuk menjadi cerdas- "99,99 saja cukup. Tidak perlu 100. Karena kesempurnaan itu hanya milik Tuhan." -Adara Mahaputri Sekolah gila yang memiliki nilai minimum 85. Serta, tidak lebih dari 50 murid dari 500 murid yang akan menjadi lu...