..---/--...

2.6K 540 52
                                    

Coba tebak, ini bagian ke berapa?

¤¤¤

PAGI ini tidak sama seperti biasanya di mana murid Royal Class akan belajar dalam satu ruangan. Melainkan, mereka berpencar pada setiap kelas XII untuk menggantikan guru mengajar. Hari ini dan esok.

“Muthi sekarang ke kelas apa?”

Ah gadis itu. Dia belum masuk Royal Class ketika pembagian kelas.

“Kelas awal lo, dua belas C. Aletta masa scorsing,” balas Dinda sambil berjalan keluar ruang RC.

Muthia ikut keluar dari ruang kelas. Ada gunanya juga ternyata, kehadiran Muthia saat ini. Karena jika tidak ada Muthia, berarti kelas XII C kosong.

Murid lain pun sama, mereka menuju kelas yang sudah ditentukan sebelumnya.

Vania sudah mengetuk pintu kelas XII A yang tertutup, gadis itu membuka pintu tersebut dan masuk kelas. Sunyi, sampai-sampai derap langkah kaki Vania terdengar begitu nyaring.

“Hai, selamat pagi,” sapa Vania.

Hampir semua murid XII A dibuat terkejut atas kedatangan Vania secara tiba-tiba. “Pagi juga,” balas sebagian dari mereka, disertai senyum kikuk.

“Apa kabar?” Itu pertanyaan dari Vania. Canggung sekali rasanya. Sudah lebih dari tiga bulan Vania tidak menjumpai kelas ini.

“Baik, lo sendiri gimana?” Itu pertanyaan dari gadis berambut sepunggung yang duduk di bagian depan.

“Baik, semoga begitu,” jawab Vania.

Gadis berambut sepunggung tadi kembali bertanya, “Pipi lo kenapa?”

Vania refleks menyentuh pipinya. Kemarin, murid Royal Class tidak ada yang bertanya kenapa dia memakai masker, sepertinya mereka tidak peduli sama sekali. Sebelah pipi yang beberapa hari lalu tergores aspal itu, kini terekspos jelas karena Vania lupa memakai masker.

Walau begitu, sebelum masuk kelas XII A, murid Royal Class tetap tidak ada yang bertanya tentang pipinya yang terdapat luka goresan. “Gapapa, kecelakaan kecil,” katanya.

“Gue di sini ditugaskan untuk menyampaikan materi yang belum disampaikan, karena semua guru yang mengajar di kelas dua belas sedang mengadakan rapat,” tuturnya kemudian.

Ada yang tidak setuju, seorang laki-laki berambut ikal yang duduk di pojok kanan. Dia mengangkat tangan seraya berkata, “Lo yakin mau ngajarin kita, Van? Emang lo bisa? Lo aja mentok di peringkat sepuluh dan kemarin hampir keluar dari Royal Class.”

Laki-laki itu meremehkan Vania, ternyata.

Vania tersenyum miring. Kelas ini masih sama. Kelas yang berisi murid ambis, dan rupanya masih suka meremehkan orang lain.

“Lo ngerasa lebih pintar Ki? Kalau ngerasa, kenapa lo bahkan gak bisa masuk Royal Class,” sarkas Vania pada laki-laki bernama Kiki itu.

Terdengar decakan dari Kiki.

Lihat, saking sunyinya ruangan kelas ini, suara decakan orang di pojok belakang pun sampai terdengar hingga depan. Kebanyakan dari mereka tidak ingin berbicara hal yang hanya membuang-buang waktu.

99,99Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang