SIAPA pun tidak mungkin merasa tenang jika, nyawanya sedang terancam. Termasuk Aletta dan Arabela, yang saat ini berjalan menuju parkiran.
Aletta menggigit bibir bawahnya. Bodoh! Jangan dulu mikirin Rigel, pikirin dulu nyawa lo! hardiknya dalam hati.
Iya cemburu, Aletta akui itu.
Aletta masuk ke dalam mobilnya dan duduk di kursi pengemudi, diikuti oleh Arabela yang duduk di sampingnya. Kedua gadis itu mulai meninggalkan area Blue High School dengan perasaan yang tidak baik-baik saja.
Aletta melirik kaca spion, bodyguard masih mengikutinya walaupun semalam Garneo tidak marah sama sekali. Tidak apa, kali ini Aletta benar-benar membutuhkan bodyguard.
Ponsel Arabela berdering. Mereka saling pandang ketika melihat siapa yang melepon.
A4RV2DM2Z is calling you ....
“Angkat jangan?” tanya Arabela dengan bisikan.
“Angkat aja,” jawab Aletta kemudian.
Arabela langsung menerima panggilan telepon tersebut dan mengaktifkan mode speaker.
Terdengar tawa robot di seberang sana. Bulu kunduk Aletta meremamg mendengar itu. “Mau lo apa?” kata Aletta dengan nada datarnya, berusaha menyembunyikan rasa takut.
“Nyawa kamu.”
Aletta mengumpat setelah memutuskan sepihak panggilan itu, sedangkan Arabela meringis seiring jantung yang mulai berdetak lebih cepat.
“Al, Al. Berhenti, aku takut ada yang nabrak,” ucap Arabela tiba-tiba membuat Aletta langsung mengerem mobil secara mendadak.
Benar juga.
Rasanya seperti dikejar malaikat maut karena telah membunuh seseorang, padahal keduanya sama sekali tidak menyentuh seseorang itu. Mereka tanpa sadar membunuh impiannya, bukan membunuh raganya.
Seseorang itu yang terlalu bodoh sehingga memilih jalan yang salah, bunuh diri.
Aletta bersandar pada sandaran kursi, pun dengan Arabela. Di pinggir jalan yang sedang ramai-ramainya, mereka seolah hanyut pada kejadian beberapa tahun lalu.
Semester pertama kelas X, ketika mereka berhasil berjuang untuk sekolah di Blue High School. Semesta mempertemukan Aletta, Arabela, dan Lisa di kelas X C.
Lisa Marsella, iya itu namanya.
Dia—
Tok, tok, tok!
Aletta menurunkan kaca mobil, mendapati seseorang yang mengetuk jendela. “Kalau berhenti jangan di penyebrangan jalan dong. Kehalang nih, mau nyebrang,” sewotnya.
Aletta melirik ke arah Arabela, dan Arabela langsung memperlihatkan senyum konyolnya. “Iya, Al. Tadi kamu berhenti mendadak, jadi seharusnya kita gak ngehalangin jalan,” tutur Arabela.
Aletta mengulum bibirnya dan menoleh pada laki-laki tadi. “Maaf, Mas.” Setelah mengatakan itu Aletta langsung melajukan mobilnya kembali.
Aletta tertawa, pun dengan Arabela. Menertawakan kekonyolannya tadi.
Mereka tidak sadar jika, hal konyol tersebut mampu membuat keduanya lupa perihal rasa takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
99,99
Teen Fiction-Ketika dipaksa untuk menjadi cerdas- "99,99 saja cukup. Tidak perlu 100. Karena kesempurnaan itu hanya milik Tuhan." -Adara Mahaputri Sekolah gila yang memiliki nilai minimum 85. Serta, tidak lebih dari 50 murid dari 500 murid yang akan menjadi lu...