...--/-----

2.5K 541 54
                                    

“YES, kelar!” An bersorak, bahkan lompat-lompat seperti anak kecil.

Setelah melewati kegiatan membuat video dengan segala perdebatan, akhirnya selesai. Walau, yah, mereka menghabiskan waktu dua jam.

Berarti, mereka sudah berada di rumah Adara selama tiga jam.

“Hujan belum reda, ya?” Muthia menatap ke arah jendela rumah Adara. Tampaknya hujan masih turun deras.

“Udah tau belum, masih nanya!” sembur An sambil menyenggol tubuh Muthia pelan.

Gadis itu nyengir, lalu menoleh pada Adara yang sedang memperhatikan Dinda mengedit. “Ra, Muthi lapar,” adunya.

Kruyuk, kruyuk!

Perut An yang berbunyi.

Gadis berambut sebahu itu tersenyum pepsodent ketika Adara menatap tajam dirinya. “Anu, emm, Ra ....” An menggaruk rambutnya yang tidak gatal, “gue masak mie instan aja.”

Baru saja An hendak berjalan menuju dapur, Adara berucap, “Gak ada mie.”

“Yah, ter—”

“Gue masakin,” potong Adara seraya berjalan mendahului An.

“RA, KALAU KITA NGINEP DI SINI BOLEH GAK?” Teriakan Rigel membuat Adara menghentikan langkahnya.

Apa katanya, menginap? Yang benar saja!

“Gak.”

Rigel mendesah pelan. “Kalau kita balik, berarti gue nanti kehujanan lagi, dong? Iya gak, Jep?” Laki-laki itu menyenggol Zevan guna meminta persetujuan.

“Nah, bener banget, Ra! Coba lo liat keluar, hujannya dari tadi gak berhenti-berhenti,” timpalnya. Zevan menyenggol Meteor yang kebetulan sedang berdiri di sampingnya. “Bener kan, Met?”

Meteor malah gelapan, dan berakhir mengangguk. “Iya.”

An ikut-ikutan menganggukkan kepalanya. “Ra, gue juga ikut nginep di rumah lo, ya? Lagian, Mamah gak bakal marah kalau gue nginep di rumah lo dengan—”

“Dengan alasan ngerjain tugas,” sela Dinda tanpa mengalihkan pandangan dari laptopnya.

“Ga—”

“Gue pulang.” Aletta berdiri dari duduknya, mengambil tas dan hendak berjalan keluar.

Sepertinya Aletta tidak ingin menginap di rumah Adara, lagi.

“Oke boleh, tapi semuanya.”

Aletta menghentikan langkahnya ketika Adara berucap demikian. Secara tidak langsung Adara memintanya untuk menginap.

Aletta membalikkan badan, bertepatan dengan Adara yang membalikkan badan. “Lo gila?”

Adara mengangkat satu alis. “Yang lain keberatan?”

“ENGGAK DONG, RA! KITA MAU NGINEP, YAKAN?” balas Rigel kelewat antusias, juga Zevan yang menatap tajam mereka satu persatu seolah meminta supaya menginap.

“I-iya, mau nginep.” Arabela terkekeh hambar, sungguh tatapan tajam Zevan sangat menusuk.

“Adara ..., Muthi harus kerja mulai jam empat sore sampai nanti malem,” cicit Muthia sambil memainkan kukunya. “Nanti kalau Muthi dipec—”

“Izin aja,” sela An.

“Tapi kalau sekarang Muthi gak kerja, besok gak bisa jaj—”

“Lo butuh uang? Gue kasih buat besok.” Kali ini Dinda yang menyela.

99,99Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang