....-/...--

2.4K 464 26
                                    

“ANJING!” Dinda mengacak rambutnya frustrasi. Bagaimana bisa orang itu tiba-tiba tidak ditemukan di area sekolah. Bahkan sedari tadi Dinda rela berjalan hampir ke seluruh penjuru sekolah untuk menemukan orang itu.

Dinda yakin, orang itu yang mengambil flashdisk miliknya. Dinda yakin, orang itu mencuri flashdisk ketika mereka melaksanakan jurit malam, karena sebelum kegiatan itu Dinda ingat bahwa benda tersebut masih ada di dalam ransel miliknya.

Dinda merutuki diri sendiri. Bagaimana bisa dia menganggap sepele tentang pengirim pesan yang memiliki keamanan tinggi itu hingga Dinda beberapa kali gagal meretas, namun tetap berhasil pada percobaan kesekian kali. Dinda baru sadar jika, cara main pengirim pesan itu tidak selalu langsung. Bisa saja seperti sekarang, ketika sasaran mereka hampir melupakan tentang itu.

“Bodoh!” umpatnya, lagi. Kali ini Dinda berjalan pelan menuju lapangan basket, mereka pasti sudah mulai berjuang atas nama Royal Class. Bisa-bisanya Dinda malah keluyuran dan tidak menonton mereka, yang mewakili Royal Class.

Tepat sebelum Dinda memasuki lapangan basket, gadis itu langsung mendapati seseorang yang dia cari telah duduk santai di antara para murid yang berteriak heboh karena kelas XII C berhasil memenangkan 3 point awal. Ingin melabrak, namun Dinda menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin Dinda melakukan hal itu di depan umun, sama saja dengan merusak nama baik Royal Class. Juga, bisa saja hal tersebut merusak konsentrasi sang pemain.

Mau tidak mau, Dinda mengurungkan niatnya. Dinda berjalan menuju podium dan duduk bersama murid Royal Class yang lain. Di sana, di antara murid Royal Class, ada Adara sebagai pemain cadangan yang sudah siap dengan pakaian basketnya.

Sorak-sorai para penonton terdengar memenuhi lapangan basket yang semakin lama semakin sesak karena penonton mulai bertambah banyak. Mereka menyemangati para pemain yang diketahui Royal Class versus kelas XII C.

Ini sudah babak kedua. Rupanya Dinda sudah melewatkan babak pertama. Mata Dinda mulai memperhatikan para pemain yang sibuk merebut bola.

“SEMANG—Ssh!” An bersorak, setelahnya meringis karena terasa perih di ujung bibirnya.

Gadis berambut sebahu itu memilih diam, tidak mau bersorak lagi. Mengingat beberapa jam yang lalu dia telah berjuang atas nama Royal Class, entah menang atau kalah, karena point yang dimiliki An dan dimiliki lawan rupanya hampir sama. An memiliki point tinggi di seni, sedangkan Genta memiliki point tinggi karena mengalahkannya pada pertandingan.

Kembali pada pertandingan basket. Terlihat Rigel sedang mendribble bola dan melemparkan kepada Muthia yang berdiri dekat ring lawan, sialnya Muthia malah memejamkan mata dan menghindar dari bola tersebut seraya berteriak, “Aaaaa!”

Berbagai macam sumpah serapah sudah keluar dari mulut Rigel dan juga Zevan, sedangkan Vano dan Meteor memilih untuk diam saja dan terus bermain.

“MUT, TANGKAP DONG BOLANYA!” teriak Rigel. Dia sudah terlampau jengkel dengan gadis yang memakai baju basket berhijab itu. Rigel tidak bisa membayangkan bagaimana gerahnya karena hanya telapak tangan dan wajah gadis itu yang tidak tertutup apa pun.

Muthia degan konyolnya malah tersenyum. “Muthi takut sama bolanya, tahu!”

Zevan memutar bola mata mendengar itu, dia berusaha mengambil bola dari tangan lawan. “Main basket itu jangan takut bola, Mut!” ucapnya setelah dia berhasil menguasai bola.

Laki-laki itu melempar bola pada sang kapten, Vano. Tentu saja langsung ditangkap, beberapa kali memantulkan ke lantai semen dan berakhir melemparkan bola tersebut pada ring lawan.

Dan, shoot!

Sorak-sorai para penonton semakin riuh, ketika bola tersebut berhasil masuk pada ring dengan mencetak point dua. Mereka butuh tiga atau dua point untuk melampaui kelas XII C.

99,99Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang