---../.----

2.1K 419 50
                                    

RIGEL menatap map biru yang berada di laci. Saat ini, laki-laki itu sedang berada di laboratorium yang katanya menjadi ruang pribadi Liones Pradipta. Sebelumnya Rigel heran, ke mana saja dirinya sehingga baru mengetahui ruangan ini.

Di sini terdapat beberapa cairan pada botol-botol kecil, juga berbagai macam alat yang sedikit banyak Rigel tahu apa fungsinya.

Setalah mencari tempat duduk ternyaman, Rigel membuka map biru yang dia temukan tadi. Membaca setiap kata demi kata yang tercantum pada lembaran kertas di dalam map tersebut, dan mencoba memahami.

Yang bisa Rigel pahami yaitu, harus berpikir cerdas.

Rigel membaca lembaran selanjutnya. Kali ini berisi tulisan tangan Liones yang bercerita tentang dirinya, putra satu-satunya kesayangan Liones. Detik yang sama ketika membaca tulisan tersebut, Rigel tersenyum.

Kembali membaca lembaran selanjutnya, ternyata berisi tentang masa kecil Rigel. Di sana, tercantum sebuah foto yang sudah kusam, tiga anak kecil yang tertawa dengan begitu bahagia.

Bergeming. Nia, Dipa, dan Ara. Itu artinya Aletta, Rigel, dan siapa?

Rigel sudah mencari, hanya saja tidak mencari secara terang-terangan. Hasilnya tidak ada, tidak ada seoranng gadis yang memiliki kemungkinan sebagai teman kecilnya yang bernama Ara itu.

Rigel membuka lembaran selanjutnya. Pada lembaran tersebut terlihat satu foto jam tangan kayu yang dulu diberikan oleh Liones kepada Rigel. Detik yang sama ketika melihat foto tersebut, Rigel berlari menuju kamarnya dan mencari jam tangan. Berniat untuk memastikan, jika jam tangan miliknya sama dengan jam tangan pada foto tersebut.

Sama.

Kali ini Rigel membaca tulisan yang berada di bawah foto.

Ini bukan jam tangan biasa, Nak. Ini adalah jam tangan

“Hah?” beo Rigel refleks ketika setelah kata tersebut, tidak ada tulisan apa pun lagi.

Laki-laki itu membolak-balikkan kertas, membuka ke lembaran selanjutnya, dan kertas tersebut kosong. Rigel berusaha memutar otak, tidak mungkin Liones memberi info untuknya hanya setengah.

“Bu, Ibu!” panggil Rigel pada Celena.

Wanita itu langsung menghampiri Rigel seraya mengomel, “Apa, sih, kamu? Ibu mau maskeran, malah gak jadi.”

Rigel nyengir, kemudian menunjukkan lembaran kertas tadi kepada Celena. “Ibu tau gak, kenapa di sini tulisannya gak ada? Rigel penasaran loh sama kelanjutannya,” tutur laki-laki itu.

Dengan mudahnya Celena menggeleng. “Ya gak tau lah, orang bukan Ibu yang nulisnya.”

Rigel berdecak mendapati jawaban dari sang Ibu. Setelah Celena meninggalkan kamarnya, Rigel berusaha untuk berpikir; siapa yang bisa ditanyai olehnya?

Aletta? Gadis itu pandai kimia.

Rigel mencari kontak Aletta dan menelepon gadis itu, sialnya sudah beberapa kali menelepon tapi tidak diangkat. Memang pada dasarnya, Aletta masih marah kepada Rigel.

Lagi-lagi berdecak. Kali ini pikiran Rigel malah tertuju pada Adara. Apakah gadis itu bisa membantunya?

Mungkin.

Pada detik selanjutnya, Rigel bergegas menuju rumah Adara dengan membawa jam tangan dan map biru yang berisi kertas tadi.

¤¤¤

“Pak, Adara-nya ada?” tanya Rigel pada Pak Iwan selaku satpam di rumah Adara.

“Gak ada, Den. Tadi pagi Adara pergi gak tau ke man—”

99,99Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang