-..../.....

2.3K 469 76
                                    

SEPERTI tahun-tahun sebelumnya, pemenang setiap lomba ketika festival akan dipilih sebagai perwakilan sekolah untuk jenjang yang lebih luas. Maka saat ini, semua peserta di setiap lomba sudah berkumpul di aula.

“Baik, seperti tahun-tahun sebelumnya setiap pemenang akan melanjutkan lomba ke jenjang yang lebih luas. Anggap saja ketika festival kemarin adalah ajang mencari bakat,” tutur Pak Vico dengan senyum lebarnya.

“Bukan hanya melanjutkan lomba, tapi kalian bisa lebih mendalami bidang tersebut. Sanjaya Group akan memfasilitasi kalian. Benar, 'kan, Pak Hugo?” Pak Vico menoleh pada Hugo yang sudah berdiri di sampingnya, pria itu langsung mengangguk.

“Benar sekali,” sahutnya. “Ada 13 bidang, ya. Untuk CCS atau Cerdas Cermat Sains tidak termasuk,” sambung Pak Hugo.

Semua orang tahu jika Sanjaya Group adalah komunitas yang hanya mendalami seni, sastra, dan olahraga. Sains sama sekali tidak termasuk.

Adara yang duduk di salah satu kursi langsung memutar bola mata. Gadis itu dengan santainya bersidekap dada dan menatap Pak Vico dan Pak Hugo dengan tatapan malas.

“Baik, saya akan membacakan daftar pemenang.” Pak Vico melihat catatan dan mulai membaca. “Seni lukis dimenangkan oleh Arabela Albert, berenang dimenangkan oleh Meteor Wijaya, karya tulis ilmiah dimenangkan oleh Fenisa Beliona, debat tiga bahasa dimenangkan oleh Dinda Pitaloka, karya tulis cerpen dimenangkan oleh Adara Mahaputri Sanjaya.” Jeda, Pak Vico mengambil napas.

“Seni bela diri dimenangkan oleh Anindya Aurelia dan Genta Marhana—ini pemenangnya dua karena memiliki point yang sama. Kemudian seni memasak dimenangkan oleh tim Royal Class yang berisi Adara Mahaputri Sanjaya, Arabela Albert, Muthiara Bintang, dan Vania Cassandra.” Pak Vico mengerjap sejenak, kemudian melanjutkan. “Memanah dimenangkan oleh Vania Cassandra.”

Vania sontak membulatkan bola matanya. Bukannya waktu itu dia hanya mendapat point 8? Memangnya tidak ada yang mendapat point lebih tinggi darinya?

“Lalu basket dimenangkan oleh tim Royal Class yang berisi Zevanio Arganitra, Rigel Mugtara Pradipta, Vano Cassandra, Meteor Wijaya, Adara Mahaputri Sanjaya, Muthiara Bintang, dan Alettania Chintya Canavaro—ini sudah termasuk pemain pengganti atau pemain cadangan, ya.” Pak Vico memperlihatkan senyum lebarnya dan kembali menarik napas.

“Karya tulis puisi dimenangkan oleh Muthiara Bintang, seni kimia dimenangkan oleh Alettania Chintya Canavaro dan Arabela Albert, pidato lima bahasa dimenangkan oleh Lala Huyaya, dan yang terakhir cipta anti-virus dimenangkan oleh Dinda Pitaloka.”

Hampir semua mata lomba, dimenangkan oleh murid Royal Class.

“Kalian yang namanya merasa disebut, apakah merasa keberatan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih—”

“Saya keberatan, Pak!” sela Adara setelah mengacungkan tangan. Adara tidak menatap Pak Vico, justru menatap Pak Hugo. “Untuk karya tulis cerpen, alangkah lebih baik kalau Bapak memilih juara dua saja. Jangan saya.”

Baru saja Pak Vico hendak menyahut, Adara kembali berucap, “Dan untuk tim basket, alangkah lebih baik kalau Bapak mengambil beberapa orang dari tim lain juga. Mungkin pemain perempuan-nya bisa diganti dengan pemain laki-laki dari tim lain yang lebih baik.”

Adara tidak mau kejadian sama terulang kembali.

Pak Vico mengangguk-anggukkan kepalanya. “Untuk basket bisa diatur. Namun sayangnya untuk karya tulis cerpen tidak bisa. Karena perbedaan point antara kamu dan juara kedua sangatlah jauh.”

Adara berdecak pelan. Detik selanjutnya Pak Vico memilih anggota tim basket untuk bergabung bersama murid Royal Class, kemudian mempersilakan murid yang tidak dipanggil tadi untuk meninggalkan aula.

99,99Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang