BAB 70

8.6K 433 40
                                    

JANGAN LUPA KLIK VOTE.

Sepanjang perjalanan Nala terus menatap ke arah Bagas yang duduk di depan. Sedangkan Nathan tiada hentinya melirik ke arah Nala dengan senyum mengejek.

"Cepet amat ini anak nemu cowok yang di suka.. sedangkan gue gak ada minat-minatnya buat jatuh cinta di umur yang segini.. gue milih main dari pada ngurusin percintaan yang rumit.." gumam Nathan di dalam hatinya lalu ia kembali sibuk menatap layar ponselnya. Memainkan game yang biasa ia mainkan selama ini.

"Kalian lapar?" Tanya Bagas sambil mendadak menoleh ke belakang.
Sontak Nala langsung mengalihkan pandangannya berpura-pura tidak terjadi apa-apa kenyataannya ia sudah sangat malu jika sampai ketahuan oleh Bagas kalau ia sedari tadi terus menatapnya.

"Nal.. itu kak Bagas nanya.. lo laper gak??" Ujar Nathan sambil menyenggol lengannya Nala.

"Ehh.. kok nanya gue.. kan kak Bagas nanya nya elo bukan gue.." jawab Nala menyangkal.

"Pura-pura gak denger ih ini anak.. kak Bagas itu juga nanya ke lo kali.." ujar Nathan kesal.

"Udah.. udah.. kakak itu nanya kalian berdua loh bukan cuma salah satu doang.." ujar Bagas memecah perdebatan kedua anak kembar yang tidak identik itu.

"Tuh kan bener.. kak Bagas itu nanya kita berdua.. bukan cuma gue doang.." ujar Nathan yang masih bersikeras bahwa ia tidak salah.

"Jadi gimana? Kalian lapar gak?" Tanya  Bagas.

"MCD" jawab Nala tanpa menoleh sama sekali.

"Pak kita cari MCD terdekat yaaa.." ujar Bagas kepada pak supir.

"Baik den.." jawab pak sopir.

Diam-diam Nala menyunggingkan senyumnya karena Bagas memenuhi keinginannya yang ingin makan di MCD. Hal itu membuat Nala semakin jatuh hati saja dengan Bagas.

Bya baru saja menyelesaikan ujiannya ia sama sekali tidak ingin bangun dari duduknya. Pangkal pahanya masih benar-benar sakit dan duduk adalah solusi paling aman dari pada banyak berjalan. Namun tidak mungkin ia akan berada di kampus selamanya.

"Gini amat ya sakitnya.. tapi kenapa orang-orang pada demen sih ngelakuin ini.. heran gue.." gumam Bya.

Sepanjang ujian pun Bya tidak bisa fokus dengan ujiannya karena rasa cenat-cenut yang ia rasakan. Bahkan ia sama sekali tidak perduli apakah jawabannya benar atau tidak.

"Enak banget ya duduk begini.. seandainya aja ada kursi roda jadi gue ga musti jalan susah payah.." gumam Bya.

Mendadak Bya mengerutkan keningnya mendapati seseorang benar-benar membawa kursi roda ke dalam kelas. Bya bahkan sampai mengucek matanya apakah ia salah lihat karena baru saja ia berkhayal bisa duduk di kursi roda.

"Ini beneran mas Abi bawa kursi roda? Gue gak salah lihat.." gumam Bya sambil mengucek matanya.

Setelah ia memastikannya ternyata benar Pak Abi membawa kursi roda untuknya. Ia tidak menyangka dan tidak habis fikir kenapa bisa suaminya membawa kursi roda di kampus.

"Buset!! Bener-bener dibawain kursi roda dong gue.." gumam Bya di dalam hati.

Semua orang menatap aneh ke arah pak Abi yang sedang membawa kursi roda ke dalam kelas. Mereka bingung kursi roda itu untuk siapa dan ada kejadian apa.

"Pak kursi rodanya buat siapa pak? Memangnya siapa yang sakit?" Tanya salah satu mahasiswi.

"Bya yang sakit jadi saya bawakan kursi roda.." jawab pak Abi.

"Loh kenapa bapak bela-belain bawa kursi roda buat Bya pak?" Tanyanya lagi karena heran dan bingung.

"Istri saya lagi sakit ya tidak masalah dong.." jawab pak Abi dengan santainya.

Pak Abi, I LOVE YOU!! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang