Part 26

27.2K 655 0
                                    

Di tempat lain, El baru saja pulang dari markas dan tampak berlari tergesa-gesa masuk ke dalam mansion.

Beberapa pengawal yang melihat hal itu sontak bertanya-tanya tentang sikap tuannya.

El segera masuk ke dalam kamarnya dan menghembuskan napas lega saat melihat Lea masih terbaring di sana.

Ia mengatur napasnya lalu masuk ke dalam dengan sangat perlahan.

El tersenyum tipis kala melihat Lea terlelap begitu pulas dengan wajah cantiknya.

Dengan sangat hati-hati, ia naik ke atas ranjang dan mengecup kening Lea.

"Panas," sontak El memeriksa kening Lea yang sangat panas.

Dengan panik, ia mencari termometernya untuk memeriksa suhu tubuh Lea dan membulatkan matanya kala melihat angka 39° pada termometernya. Ia lalu membuka selimut tebal itu agar suhu tubuh Lea cepat menurun.

Karena cemas tak karuan, El langsung memanggil dokter pribadinya. Tak butuh lama dokter Oclas datang.

"Siapa yang sakit, Tuan?" tanya dokter Oclas dengan tergopoh-gopoh. El yang melihat dokter Oclas yang datang sontak menaikkan sebelah alisnya.

"Kenapa kamu yang datang?" tanya El dengan sengit. Dokter Oclas menoleh menatap El.

"Bukankah kau sendiri tadi yang menelpon ku?" balasnya sembari membuka tas kerjanya.

El berdecak kala lupa akan hal itu.

"Tidak, ganti. Aku tidak ingin dokter pria memeriksa wanitaku," usirnya membuat dokter Oclas membuka mulutnya tak percaya.

Dokter Oclas lalu menatap Lea yang terbaring di ranjang.

"Ini? Wanitamu? Sejak kapan?" tanya dokter Oclas yang tertarik.

El menatap jengah dokter Oclas di mana jiwa keponya mulai bergejolak.

"Cepat periksa, jangan banyak tanya," ketusnya membuat dokter Oclas tertawa kecil dan langsung memeriksa Lea.

"Aku akan membuatmu buta jika melihat sejengkal tubuhnya," peringati El yang membuat Oclas tertawa pelan.

Dokter Oclas langsung memeriksa Lea dengan El yang mengawasinya tepat di belakangnya.

El dan dokter Oclas hanya terpaut 5 tahun, Karena itu mereka akrab layaknya sahabat.

Tapi tak jarang juga mereka bertengkar hanya hal sepele.

"Dia hanya demam. Nanti juga akan turun. Tapi tekanan darahnya naik, tolong beritahu untuk tidak banyak memikirkan atau mencemaskan sesuatu berlebihan. Ia bisa drop sewaktu-waktu," begitu dokter Oclas memberi tahu El sembari mengemasi alat-alatnya.

El hanya manggut-manggut pelan dan langsung duduk di tepi ranjang menggenggam erat tangan Lea.

Tak lama berselang, El menghubungi temannya untuk meminta obat penurun panas dan makanan yang bergizi untuk Lea.

Ia lalu duduk di samping Lea dan memperhatikan tidurnya.

Meski tubuh Lea terasa amat sangat panas, El tetap berbaring di sampingnya.

"Hanya untuk kali ini saja aku akan menahan diri," bisiknya tepat di depan wajah Lea.

El mencium bibir tipis nan manis itu dengan begitu lama.

•••
Sementara itu, di perumahan lain, tepatnya di rumah Tera, banyak orang berkumpul untuk melihat pembunuhan yang terjadi semalam.

Ada banyak polisi serta badan forensik yang keluar masuk rumah untuk memeriksa TKP dan mencari bukti tentang pelaku.

Bahkan para polisi sengaja meminta orang-orang perumahan Tronto untuk pergi sementara karena sedang dalam penyelidikan saat ini.

Di sisi lain, Tera duduk termenung di kamarnya dengan kedua mata yang sembab dan bengkak.

Sejak tadi ia hanya menangis dan menangis meratapi nasibnya yang sekarang tinggal seorang diri tanpa siapa-siapa di sampingnya.

Bahkan Tera tak sanggup keluar kamar meski para polisi sudah memaksanya.

Ia tak kuasa meski hanya untuk berjalan setelah melihat darah yang begitu banyak tadi pagi.

Tera bahkan tak sempat mendekat pada papanya karena saking takutnya.

Dan kini ia sedikit menyesali hal itu di mana sekarang papanya sedang diautopsi sebelum dikremasi.

Dan itu adalah terakhir kalinya untuk Tera melihat wajah papanya.

Ia tak ingin pergi ke rumah sakit karena tak sanggup melihatnya.

Tera mengusap air matanya kala mendengar polisi mengatakan bahwa mereka tak bisa menemukan apapun di TKP.

"Tapi kita bisa mengidentifikasi jika ini adalah pelaku yang sama," ucap polisi itu membuat Tera tertarik dengan percakapannya.

"Yang membunuh perempuan muda di kompleks Brinto. Pelaku menusuk perut korban dengan acak sebanyak 10 kali dan mengukir pergelangan tangan korban dengan gambar timbangan," jelas polisi itu siapa korban pembunuhan di kompleks Brinto memiliki ciri khas tersendiri.

Tera yang merasa tak asing dengan nama kompleks Brinto sontak membulatkan matanya.

"Apa yang mereka maksud Nancy?" gumamnya menebak dan langsung keluar dari kamarnya untuk menanyakan hal tersebut.

"Siapa yang kalian bicarakan?" tanya Tera pada dua polisi itu.

"Korban pembunuhan yang mana pembunuhannya sama persis seperti papa anda," jelas polisi itu membuat Tera mengerutkan keningnya.

"Boleh lihat foto korbannya?" polisi itu lalu memperlihatkan foto TKP dari ponselnya.

Betapa terkejutnya Tera kala melihat siapa korbannya?

"Tidak mungkin, bagaimana bisa?" gumam Tera yang tertegun dengan apa yang ia lihat.

Dia tidak bisa mempercayai hal itu.

"Apa yang sebenarnya dilakukan oleh Lea?" gumam Tera yang sedang menebak-nebak.

Tera mengusap air matanya dan teringat pada ucapan Lea di basement tempat parkir perusahaan papanya.

"Kamu yang memulai semua ini, jangan salahkan aku karena menjadikanmu tujuan utamaku hidup. Aku akan membalasmu sampai aku menyaksikan kematianmu di depan mataku sendiri," gumamnya sambil tergesa-gesa berganti baju untuk pergi ke suatu tempat.

ASI untuk Bayi MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang