Part 93

10.1K 232 0
                                    

Di tempat lain ada Sarvel yang baru saja tiba di depan rumah Berlyn.

Dengan luka yang begitu memprihatinkan di wajahnya, Sarvel langsung turun dari mobil dan segera masuk ke dalam rumah Berlyn dengan begitu antusiasnya.

Ceklek

"BERLYN!" panggilnya dengan keras yang mana Sarvel langsung masuk ke dalam rumah tanpa mengetuk pintu.

Sarvel langsung diam di tempatnya sembari membasahi bibirnya kala melihat Verrel duduk di ruang tengah menatap datar dirinya.

"Maaf, Berlynnya ada?" tanya Sarvel dengan sopan pada Verrel layaknya sedang bertanya pada orang tua.

Verrel menghembuskan asap rokoknya sembari menepuk sisi sofa yang kosong di sampingnya.

Sarvel yang merasa Verrel ingin akrab dengannya sontak langsung duduk di sampingnya dengan senyum selebar jalan tol.

"Akhh arghh Berlyn tolongggg," teriak Sarvel kala Verrel memiting kepalanya.

"Bagaimana bisa kau datang begitu cepat sekali setelah dihubungi oleh Berlyn, hah? Dari kemarin- kemarin kau selalu menghilang dan menghindar saat Berlyn ingin bertemu denganmu, sekarang kau datang begitu cepat sekali setelah Berlyn mengatakan jika ia batal nikah, apa kau sebahagia itu sekarang?" tanya Verrel yang geram dengn Sarvel saat ini.

"Jangan salah paham denganku, aku sengaja menghindari Berlyn karena aku tak ingin sakit hati dan menerima kenyataan tentang Berlyn yang akan menikah. Apalagi aku sangat takut jika Berlyn tiba- tiba akan memberiku undangan, karena itu aku selalu menghindar setiap kali melihatnya," jelas Sarvel pada Verrel.

"Jika kau gentle, tidak seharusnya kau menghindar, jika kau benar mencintainya, perjuangkan dia bukan malah menjauh, dia adik perempuanku satu- satunya, jangan membuatnya sakit hati jika kau masih ingin berjalan dengan dua kakimu," peringatinya pada Sarvel.

"Ya aku tahu, tapi sebelumnya tolong lepaskan ini, aku hampir mati karena kehabisan napas," dramanya sembari memukuli lengan Verrel yang memiting lehernya.

Verrel langsung melepaskan pitingannya membuat Sarvel terbatuk dan langsung menyerobot minum alkoholnya Verrel.

"Dasar berandalan," olok Verrel kala Sarvel minum alkoholnya.

"Lalu di mana Berlyn sekarang?" tanya Sarvel sembari mengambil sebatang rokok milik Verrel.

Sarvel menoleh kala Verrel mencekal lengannya.

"Ada apa dengan wajahmu? Apa kau baru dikeroyok massa?" tanya Verrel sembari meneliti wajah Sarvel.

"Ah ini, biasa tadi ada sekelompok preman yang menghadang, kau tidak perlu cemas aku sangat handal dalam bela diri, ini hanya memar biasa saja," ujarnya sembari menyalakan pematik rokoknya.

"Ada sekelompok preman yang menghadang atau kau premannya?" tanya Verrel memastikan membuat Sarvel membuka mulutnya tak percaya dengan pertanyaan Verrel barusan.

"Kau sungguh tak percaya denganku?" tanya Sarvel yang heran dengan sikap kolot Verrel.

"Bukannya tak percaya, aku hanya memastikan jika adikku bersama dengan pria yang benar, bukan dengan seorang preman," tegas Verrel pada Sarvel.

Sarvel tersenyum sumbang kala mendengar hal itu.

"Andai aku bisa memberitahumu jika sebenarnya aku seorang mafia, mungkin dia akan memenggal kepalaku sekarang juga," gumamnya lirih sembari mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan untuk mencari keberadaan Berlyn.

"Apa kau bilang?" tanya Verrel dengan begitu keras dan tegas.

"Tidak, aku hanya ingin bertemu dengan Berlyn," jawabnya sembari menghembuskan asap rokoknya.

Verrel mematikan putung rokoknya lalu membuang napas kasar.

"Jika kau diberi kesempatan oleh Berlyn, apa yang akan...," belum selesai Verrel bicara, Sarvel sudah memotongnya.

"Aku akan menikahinya," jawabnya dengan cepat.

Bugh

"Aww," ringis Sarvel kala Verrel menimpuk kepalanya dengan bantal sofa.

"Aku belum selesai bicara," ketus Verrel yang kesal dengan Sarvel.

"Jika kau diberi kesempatan oleh Berlyn untuk kembali dekat dengannya, tapi dengan buah hati di sampingnya, apa kau masih mau?" tanya Verrel membuat Sarvel langsung mengangguk tanpa berpikir apapun.

Verrel manggut- manggut kala melihat reaksi Sarvel.

"Kau tak ingin bertanya itu anak siapa yang Berlyn rawat?" tanya Verrel memancing Sarvel.

Sarvel menggelengkan kepalanya tak peduli.

"Jadi, kau tidak masalah menerima kenyataan jika Berlyn seorang janda beranak satu?" Sarvel menatap Verrel lalu menggelengkan kepalanya membuat Verrel kembali mengangguk.

"Sepertinya kau benar- benar mencintai Berlyn tanpa memedulikan hal lainnya," gumam Verrel sembari menyalakan kembali pematik rokoknya.

Beberapa menit kemudian Sarvel baru sadar dengan sesuatu.

"Tunggu, jadi di waktu sebelumnya Berlyn sudah pernah menikah?" Verrel menggelengkan kepalanya membuat Sarvel menyipitkan matanya geram dengan Verrel saat ini.

"Lalu, anak siapa itu? Anak ghaib?" tanya Sarvel yang sedikit jengkel kala ia baru menyadari sesuatu dari pertanyaan Verrel barusan.

"Bukankah kau tadi bilang akan menerima Berlyn meski ada buah hati di sampingnya?" Sarvel mengangguk.

"Yaudah, apalagi. Tunggu Berlyn janda dengan suaminya yang sekarang baru kau bisa menikah dengannya," jawab Verrel membuat Sarvel langsung membulatkan kedua matanya terkejut.

"Apa maksudmu? Berlyn bilang tadi jika ia batal menikah dan ingin aku datang ke rumahnya," kesal Sarvel kala Verrel mempermainkannya.

Verrel langsung beranjak dari sofa dan menghembuskan asap rokoknya.

"Ya, dia memang batal menikah dengan pria yang kemarin, dan aku akan menjodohkannya dengan teman kantorku," godanya pada Sarvel.

Sarvel langsung beranjak dari sofa dengan emosi yang meletup- letup.

"Lalu apa gunanya aku disuruh datang kemari?" marahnya pada Verrel.

Verrel mematikan rokoknya lalu menyambar kunci mobilnya.

"Tolong jagakan rumah Berlyn sampai besok pagi selagi ia sedang ada urusan malam ini. Kalau begitu aku pergi dulu ya, baik- baik di sini," pesannya lalu melenggang pergi begitu saja meninggalkan Sarvel di sana sendiri.

Sarvel membuka mulutnya tak percaya kala ekspetasinya tak seindah bayangannya sepanjang perjalanan tadi.

"Apa? Dia memintaku untuk menjaga rumah Berlyn? Dasar orang gila. Verrel gilaaaaa," teriaknya dengan keras dan kesal kala ia dipermainkan oleh Verrel.

Sarvel lalu menghentakkan kakinya kesal dan guling- guling di sofa kala merasa dipermainkan oleh Verrel.

ASI untuk Bayi MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang