Part 20

45K 908 13
                                    

°°°
Di rumah lain ada Tera yang sudah beberapa hari ini tidak keluar rumah semenjak kejadian tempo hari.

Ia terlalu malu untuk bertemu dengan teman-temannya atau pergi ke kampus.

Dan semua itu karena Lea.

"Kenapa hari itu aku bisa diam saja dan tidak melawan, andai hari itu aku tidak langsung percaya mungkin aku tidak akan malu," gumam Tera yang menyesali dirinya sendiri kala ia hanya diam saat Lea mempermalukan dirinya di depan teman-temannya.

"Siapa yang tahu jika semua itu hanya sandiwara. Ia bahkan berakting dengan sangat baik dan," Tera terdiam kala ia baru menyadari sesuatu.

"Tunggu, dari mana dia mendapatkan para pengawal itu? Ia bahkan juga memiliki ferari putih keluaran terbaru," gumamnya yang mana kini ia mulai tertarik dengan kehidupan Lea saat ini.

Tera mencoba berpikir dan kini ia baru menyadari sesuatu.

"Sudah lama aku tidak tahu kabar papanya, di mana mereka sekarang tinggal?" gumam Tera sembari meraih ponselnya.

Tera langsung menelpon papanya untuk menanyakan tentang Lea dan papanya.

"Halo sayang," jawab Graham dari seberang telepon.

"Apa papa tahu di mana om Cornelio dirawat?" tanyanya dengan tak sabar.

Graham terdiam sejenak membuat Tera sedikit kesal.

"Tidak. Papa tidak tahu," jawabnya membuat Tera menghembuskan napas gusar.

Tera berdecak dan mencoba untuk berpikir.

"Coba papa suruh sekretaris papa buat selidiki di mana Lea sekarang tinggal," pintanya pada Graham.

Terdengar helaan napas dari seberang telepon membuat Tera menggigit jari telunjuknya.

"Buat apa sih kamu cari-cari mereka, biarin dah mereka hidup di luar sana, enggak usah peduliin lagi. Urus saja hidup kamu," ujar Graham memberitahu.

Tera tampak mendengus sebal kala papanya tak mau membantunya.

"Yaudah deh pa, Tera tutup dulu," katanya yang mana ia langsung menutup telepon papanya.

Tera terdiam untuk berpikir bagaimana caranya ia bisa tahu tentang Lea saat ini.

"Ya, aku harus mencari tahu sendiri di mana ia sekarang," gumamnya sembari turun dari ranjang dan berganti pakaian.

•••
Markas Klan Wolf

Alvino, Glen dan Sarvel baru saja tiba di markas setelah mendapatkan panggilan dari tuan El.

Ketiganya turun dari mobil dengan raut wajah yang berbeda-beda.

"Kenapa aku merasa de javu dengan hal ini?" gumam Glen sembari berjalan menapaki pelataran markas untuk masuk ke dalam.

"Ini tidak terasa de javu, lebih ke trauma," timpali Sarvel.

"Oeeyyyyy," ketiganya langsung menoleh kala mendengar teriakan tersebut.

Terlihat Ziko melambaikan tangannya dengan senyum yang lebar dan sedikit berlari dari arah parkiran.

"Bukankah ia beban kelompok kita?" tanya Alvino yang diangguki oleh mereka berdua.

"Bagaimana bisa ia tersenyum lebar sekali setelah semalam mengatakan sesuatu yang mungkin akan membuat hidupnya tinggal beberapa hari lagi," gumam Glen heran dengan Ziko.

"Kenapa tidak kita tumbalkan saja dia," ucap Alvino yang mana ia selalu emosian hanya karena hal-hal sepele.

Ziko telah sampai di hadapan mereka bertiga.

ASI untuk Bayi MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang