Part 39

21.4K 464 3
                                    

Jika El tengah mengamuk di gedung agensi Oliv di sisi lain ada Lea yang kini tengah menidurkan baby Enzo.

Terlihat baby Enzo sudah terlelap setelah lelah bermain.

Lea termenung sejenak, ia tampak memikirkan bagaimana caranya iabisa leas dari jeratan El.

Rasanya sangat muak jika iaterus berpura- pura seperti ini.

Lea harus pergi sebelum dirinya luluh lantah karena sikap lembut dan manis El.

Jika tidak, ia akan terjebak di kehidupan El untuk selamanya.

"Cara satu- satunya untuk bisa lepas ialah, aku harus bisa mengganti semua uang rumah sakitnya, dengan begitu aku akan bisa lepas darinya," gumamnya lirih sembari menepuk- nepuk pelan pantat baby Enzo agar tidurnya semakin pulas.

Lea perlahan bangun dari baringnya sembari meraih ponselnya.

Ia berpikir untuk bisa mencari jalan keluar dari masalah ini.

Hingga ide cemerlang terlintas di otak Lea.

"Aku hanya perlu meminjam uang, dengan begitu aku bisa membayar semua tagihan rumah sakitnya  dan pergi dari sini," gumamnya yang merencanakan hal itu.

Lea sontak langsung menghubuni teman- temannya untuk meminjam uang.

Namun hampir dari mereka, tak ada satupun yang memiliki uang lebih untuk dipinjamkan pada Lea, hanya sebagian kecil saja.

Lea membutuhkan uang yang banyak.

Dengan begitu ia bisa langsung pergi dari sini.

Hingga nama seseorang terlintas di pikiran Lea.

Lea langsung menelpon kontaknya untuk segera meminta bantuannya.

"Halo," jawabnya dari seberang telepon di mana hal itu membuat Lea tersenyum lebar dengan jantung yang berdebar begitu hebat.

Lea masih tak bisa membuka suaranya saking senang dan terkejutnya.

"Halo, dengan siapa di sana?" tanyanya dengan logat luarnya.

"Zen," panggil Lea dengan suara yang sedikit gugup dan gemetar.

"Lea," tebaknya dengan antusias.

Lea mengangguk sembari menggigit bibir bawahnya sangking gugupnya.

"Hei, apa kabar?Bagaimana denganmu sekarang?" tanyanya dengan begitu akrabnya.

"Baik, bagaimana denganmu di sana?" tanya Lea balik.

"Kau tahu sendiri aku, aku masih tetap sama seperti dulu, tampan dan mempesona," bangganya membuat Lea tertawa kecil.

"Oh ya, kenapa lama tidak pernah menelponku? Apa kau menjadi presiden di negaramu sampai kau lupa denganku?" tanyanya dengan ketus yang mana hal itu lagi- lagi membuat Lea terawa.

"Aku sedang sibuk merawat papa," jawabnya membuat Zen langsung terdiam.

"Ada apa dengan om Cornelio? Apa om baik- baik saja?" tanyanya dengan cemas di mana dulu ia memang begitu akrab dan dekat dengan Cornelio karena memiliki hobi yang sama.

"Papa jatuh sakit setelah perusahaan kami gulung tikar," jawabnya dengan lemah membuat Zen yang di seberang telepon kini ikut pilu dan sedih mendengarnya.

"Lalu di mana kalian sekarang? Apa kalian masih di rumah yang dulu?" tanyanya dengan begitu cemasnya.

Lea mendongakkan kepalanya kala air matanya hampir saja menetes.

"Kami sudah tidak lagi tinggal di sana, rumah itu kini menjadi milik Tera," jelasnya dengan jujur.

Zen yang mendengar hal itu merasa geram dan ingin sekali datang menghampiri Lea saat ini.

"Lalu sekarang kalian tinggal di mana?" tanya Zen yang terus bersikekeh menanyakan tentang di mana tempat tinggal Lea saat ini.

"Kami ada di rumah orang baik, ia bahkan juga merawat papaku," jawabnya sembari menunduk menatap lantai marmer itu dengan tatapan yang sendu.

"Astaga, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa bisa begini, dari dulu aku memang sudah tahu jika sepupumu itu sungguh licik dan jahat, ingin sekali aku terbang ke sana dan menjambak rambutnya," guraunya untuk menghibur Lea.

Lea hanya tertawa pelan mendengar hal itu.

"Zen," panggilnya pelan pada Zen.

"Iya," jawab Zen dengan baik.

Lea menjeda ucapannya, lalu mengatur napasnya sebelum memberitahu Zen apa niatnya menelpon tadi.

"Aku ingin meminjam uang padamu, aku akan menggantinya setelah aku bekerja nanti, aku sangat membutuhkannya saat ini," ucapnya dengan berat hati.

"Ya aku akan mengirimkannya sekarang, berapa yang kau butuhkan? Sebutkan saja, aku akan mentransfernya sekarang," ucap Zen dengan begitu antusias dan baiknya dalam menanggapi permintaan tolong Lea.

Lea tak bisa berkata apapun saat ini kala melihat respon Zen begitu di luar dugaannya.

Dengan cepat Lea menghapus air matanya.

"Berikan 200 juta euro, jika sisa nanti akan kukembalikan dan kuganti utuh 200 juta euro," jawabnya dengan sedikit sungkan dan tak enak hati pada Zen.

"Baik, aku akan mentransfer 500 juta euro, gunakan untuk keperluanmu, jika perlu pergilah dari rumah orang itu dan belilah rumah yang sekiranya pantas untuk kamu tinggali dengan papamu, jika kau perlu lagi, katakan saja padaku, aku akan memberimu lagi," ujar Zen dengan begitu baiknya membuat Lea tak bisa menahan air matanya.

"Makasih ya Zen, makasih banyak," ucap Lea beberapa kali.

"Iya Lea, dulu kau juga melakukan hal yang sama padaku, sudah saatnya aku membantumu saat ini," ujarnya pada Lea.

Lea hanya tersenyum tipis di mana dulu Zen mengalami hal yang sama sepertinya.

Dan kini roda berputar dan kebaikan itu berbalik pada Lea.

"Oh ya Lea, aku ada rapat hari ini, nanti akan kutelpon lagi," pamit Zen pada Lea.

"Baik, maaf mengganggumu," ujarnya yang tak enak hati pada Zen.

"Tak masalah," ujarnya yang langsung mengakhiri teleponnya.

Lea menatap ponselnya dengan sendu lalu tersenyum tipis kala mengingat jawaban Zen barusan.

Ceklek

ASI untuk Bayi MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang