Kini Glen sudah pulang setelah tadi mendiskusikan tentang Archellio dan menyelidiki Zen untuk bisa menemukan Lea.
Glen tak melihat siapapun di ruang tengah.
"Apa ia sudah tidur?" gumamnya kala ia tak menemukan Flo yang mana biasanya ia akan begadang hanya untuk menonton dramanya.
Glen melepas jaket hitam dan sepatunya, yang mana hanya menyisakan baju santainya.
"Baru pukul 11, apa ia sungguh sudah tidur?" gumam Glen yang mana ia langsung memeriksa ke kamarnya.
Ceklek
"Arghhh," teriak Flo yang terkejut bukan main kala pintunya terbuka secara tiba- tiba tanpa menimbulkan suara jika ada orang datang.
Glen yang terkejut hanya bisa memegangi dadanya kala mendengar teriakan Flo.
"Yaaa, bangsat. Tidak bisakah kau bersuara saat masuk apartemen? Kau sungguh mengejutkanku," marahnya sembari melemparkan bantal yang sejak tadi ia gunakan untuk menutup pahanya.
Glek
Glen langsung meraih bantalnya yang tergeletak di lantai.
"Kenapa ia berpakaian seperti itu?" gumamnya heran kala melihat Flo yang hanya mengenakan kaos hitam dan celana pendek.
"Kukira kau sudah tidur," ujarnya sembari masuk ke dalam kamarnya.
Flo langsung beranjak dari ranjang dan menghampiri Glen yang duduk di meja belajarnya.
Ia menarik kursi dan duduk di depan Glen.
"Yaa, bagaimana dengan Lea, apa ia sudah ketemu?" tanya Flo yang mana ia merasa cemas kala mendengar Lea pergi dari rumah El.
Glen menggelengkan kepalanya lesu sembari menatap buku- buku Flo.
"Lalu bagaimana dengan sahabat Lea yang kau jemput? Apa katanya?" tanya Flo yang penasaran namun lebih seperti sedang mengintrogasi Glen.
Glen membuang napasnya sembari menatap galak Flo.
"Kenapa kau berpakaian seperti ini saat aku tidak ada?" introgasinya balik pada Flo.
"Memangnya kenapa? Ini pakaianku saat malam, salah siapa kau tidak memberitahu lebih dulu jika akan pulang. Aku hanya bisa mengenakan celana pendek saat kau sedang tidak ada di rumah, siapa yang tahu jika kau seorang cabul, jadi untuk waspada aku hanya memakainya saat kau sedang tidak ada di rumah," jelasnya panjang lebar membuat Glen kembali menenggak air ludahnya.
"Bagaimana jika tiba- tiba ada tamu? Pria di luaran sana lebih berbahaya dariku," ujarnya pada Flo.
Flo berdecak dan menepuk pundak Glen.
"Tidak. Kau yang lebih berbahaya saat ini, kita satu atap dan tidur satu ranjang, di mana artinya kau bisa kapan saja menerkamku, kalau pria luar mah aku bisa mengatasinya, jangan remehkan aku yang dulunya lulusan taekwondo terbaik," ucapnya menyombongkan diri membuat Glen yang mendengar ucapan Flo barusan kini merasa leleh begitu saja seperti lilin.
"Oh jadi aku lebih berbahaya dari pria di luar, begitu menurutmu?" Flo mengangguk membuat Glen diam sejenak lalu beberapa detik kemudian ia langsung menggelitiki Flo.
"Kalau begitu rasakan seranganku ini," ucapnya sembari menggelitiki Flo dengan senyum manisnya.
"Argh Glen hentikan geli," seru Flo yang mana ia paling tidak tahan jika digelitiki.
"Tunggu sebentar, tunggu," ucap Flo yang berusaha mencari cara lain untuk menghindari gelitikan Glen.
Flo mengambil sesuatu di atas meja belajarnya.
Masker wajah.
"Yaaa, kau mau jadi bahan percobaanku? Aku baru saja membeli masker wajah, tapi aku takut wajahku tidak cocok, jadi kau mau kan mencobanya untukku?" pintanya sembari menunjukkan keimutan pada wajahnya sebaik mungkin.
Glen yang baru kali pertamanya melihat wajah gemas dan imut Flo ingin sekali tertawa dan menerkamnya saat ini juga.
Sayang sekali Flo mungkin jika diterkam secara mendadak, Glen akan terkena tendangan darinya.
Jadi, untuk mencari aman, ia hanya bisa menahan diri.
"Yaa, kau mau tidak?" ujar Flo dengan sedikit tak sabaran kala Glen hanya diam saja menatap dirinya.
"Apa imbalanku?" tanya Glen yang tak ingin rugi meski hanya jadi bahan percobaan.
"Besok kumasakkan sebanyak mungkin, aku akan mencuci piring, menyapu dan mencuci bajumu, dan aku akan menuruti semua perintahmu hanya untuk besok saja, bagaimana kau mau kan?" tanyanya yang mana Flo terlihat ingin sekali Glen memakai masker wajah yang ia beli.
Glen tersenyum lebar dan sedikit memajukan kursinya.
"Nah, kau hiaslah mukaku sesukamu," suruhnya sembari memajukan wajahnya pada Flo.
Dengan semangat 45 nya, Flo langsung memakaikan masker wajahnya pada Glen.
"Jawab jujur, menurutmu aku tampan atau sangat tampan?" tanya Glen dengan tiba- tiba.
"Lumayan," jawab Flo singkat.
"Lebih tampanan Kelvin atau aku?" tanya Glen dengan sengaja.
"Tampan kau sayang," jawab Flo dengan sedikit geram membuat Glen tertawa.
Glen ingin sekali kabur saat ini kala jantungnya berdetak tak karuan hanya karena Flo memanggilnya 'sayang'.

Siapa yang tahu jika ada seseorang di rooftop apartemen seberang tengah memantau Glen dan Flo menggunakan teropong.
"El dan Lea, Glen dan Flo. Tinggal Sarvel dan Alvino," gumamnya sembari mencorat- coret kertas yang ia bawa.
Pria itu lalu memasukkan kertas dan bolpoinnya ke dalam saku jaketnya.
"Mana dulu yang harus kumainkan, El atau Glen?" gumamnya sembari melipat teropongnya untuk segera beranjak dari sana.
Pria itu tertawa kecil kala membayangkan bagaimana reaksi mereka nantinya saat ia mengetahui masing- masing kelemahan dari ketua dan anggota Klan Wolf.
Saat pria itu berbalik, ia sedikit terkejut saat ada seseorang di sana.
"Apa yang kau lakukan?" tanyanya pada pria yang membawa teropong tersebut.
Pria itu tersenyum tipis dan meletakkan teropongnya di lantai.
Ia lalu melepas softlensnya dan membuangnya begitu saja di sana.
Tanpa menjawab apapun pria yang membawa teropong itu tampak berjalan menghampiri pria yang memergokinya.
"Akulah sang dewa kematian," serunya pelan sembari merogoh sesuatu dari dalam saku jaketnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASI untuk Bayi Mafia
Teen FictionEl Zibrano Alemannus, duda muda beranak satu dengan paras yang begitu rupawan dan mempesona. Menjadi miliarder di usia muda membuat wanita manapun mengantri untuk menjadi ibu susu putranya. Sayang sekali, tuan muda El yang tampan nan bejat bersumpah...