Keesokan paginya, Flo merasa terusik kala mendengar suara berisik.
Dengan malas dan mata yang terasa lengket, ia membuka kedua matanya.
Flo menutupi wajahnya yang silau karena sinar matahari.
Terlihat Glen tampak berdiri di dekat jendela.
Ternyata ia sedang menelpon.
"Nanti akan kukabari lagi," serunya lalu mematikan teleponnya.
Glen berbalik dan melihat Flo tampak sudah bangun.
"Kau sudah bangun?" tanyanya sembari mengeringkan rambutnya yang masih basah.
"Apa kau terkena sawan? Kau bangun lebih awal dariku," oloknya sembari menggeliat di atas ranjang dengan begitu seksinya membuat Glen langsung balik kanan dan kembali berdiri di dekat jendela.
"Ada pembunuhan di apartemen dekat kita, kejadiannya tadi malam, sekitar pukul 12," ucap Glen sembari melihat rooftop apartemen seberang yang kini sudah dipenuhi dengan garis kuning polisi.
"Sungguh? Siapa yang dibunuh?" tanya Flo membuat Glen terkejut kala ia sudah berdiri di belakangnya.
"Satpam," jawabnya membuat Flo yang tengah memegangi jubah mandinya membuat Glen gagal fokus karena begitu erat sekali.
"Untung kemarin malam kau pulang lebih dulu, jika tidak," Gen langsung memotong ucapan Flo.
"Tak akan ada yang berani menyentuhmu, mereka takut dengan wajahmu yang terkesan begitu jutek dan garang," gurau Glen untuk menghilangkan rasa cemas pada diri Flo.
Bugh
Dugh
"Awww," ringis Glen kala Flo memukul kepalanya hingga keningnya terjedot kaca jendela.
"Salah siapa bicara begitu," olok Flo dengan kesal sembari membuka jendelanya dan keluar ke balkon untuk melihat lebih jelasnya beberapa polisi yang tengah berada di atas rooftop tersebut.
Glen langsung menghampiri Flo dan berdiri di sampingnya.
"Berhati- hatilah saat aku tidak ada di apartemen, jangan membukakan pintu untuk sembarang orang, jangan lupa untuk selalu mengunci pintu dan jendela, dan jangan keluar sendiri saat malam ketika aku belum pulang, katakan saja padaku kau ingin apa biar aku yang belikan untukmu dari luar nanti, dan," Glen langsung diam saat Flo menatapnya dengan wajah datarnya.
"Selalu rekam obrolan teleponmu dengan seseorang yang tidak dikenal, dan selalu ingat baik- baik orang yang baru kamu kenal, sedetail mungkin. Dan terakhir, apapun yang terjadi, hal pertama yang harus kamu lakukan saat berada dalam hal berbahaya atau sesuatu yang mengancam adalah, menelponku. Biarkan teleponnya tersambung agar aku bisa mengetahui siapa orang itu, kamu paham Flo?" tekannya dengan jelas di mana setiap ucapannya penuh dengan penekanan dan begitu serius sekali.
Flo menepuk pundak Glen dengan senyum kecutnya.
"Kamu sangat cocok menjadi anggota CIA dan BIN, ini bukan di drama mafia, untuk apa kau berpesan seperti itu," remehnya sembari berlalu kembali masuk ke dalam kamar.
"Yaaa, aku sungguh serius dengan ucapanku," kesalnya pada Flo kala ia sulit sekali diajak untuk serius.
•••
Pukul 7 Glen sudah siap dan keduanya juga sudah selesai sarapan.Hanya saja Flo seharian ini akan berada di apartemen karena ia sedang malas untuk pergi ke kantor papanya yang ia urus saat ini.
Flo yang tengah membaca majalah di ruang tengah tiba- tiba di hampiri oleh Glen.
"Yaaa, coba kau praktekkan cara memakai ini," pintanya sembari memberikan stun gun atau alat kejut listrik itu pada Flo.
"Padamu?" gurau Flo sembari menerima stun gunnya.
"Yaaa, aku sedang serius," tekannya dengan kesal kala sejak tadi Flo hanya bercanda.
Flo lalu mempraktekkanya membuat Glen manggut-manggut senang.
"Bagus, nanti malam aku akan mengajarimu bela diri," ujarnya sembari beranjak dari sofa untuk segera pergi ke markas.
"Yaaa, apa kau sedang melakukan pendidikan militer padaku? Aku bisa menghajar mereka dengan tanganku sendiri," ujarnya yang penasaran kenapa Glen setakut itu hingga memberikan segala arahan dan tindakan yang cepat untuk mengantisipasi terjadi sesuatu yang tak diinginkan.
Glen menyimpan ponselnya lalu memegang kedua bahu Flo.
"Intinya waspadalah dan hati- hati saat di rumah, dengarkan ucapanku jika kau tak ingin terkena masalah, aku tak akan mencarimu jika kau dibawa orang karena kau tak serius mendengarkanku, kau paham?" tegasnya pada Flo membuat Flo berdecak dan melepaskan tangan Glen dari pundaknya.
"Tanpa kau cari aku bisa pulang sendiri," ketusnya dengn kesal.
"Terserahmu, aku pergi dulu," ujarnya sembari mengacak- acak rambut Flo dan pergi keluar begitu saja.
Flo mendengus sebal namun detik kemudian ia tersenyum kala Glen begitu mencemaskan dirinya yang berada di apartemen sendirian.
Flo merogoh celananya dan melihat stun gun tersebut.
Flo tahu betapa cemas dan perhatiannya Glen padanya.
Hanya saja pria itu sangat gengsi untuk mengungkapkan rasa sayangnya.
"Dasar pria gengsi," oloknya sembari melihat stun gun tersebut dengan senyuman manisnya.
Sedangkan Glen ia sengaja mampir lebih dulu di apartemen yang menjadi TKP tepat sekali berhadapan dengan apartemennya, anggaplah berseberangan.
Glen telah sampai di rooftop dan melihat garis kuning begitu melintang di tepi rooftop.
Glen melihat sket gambar dari kapur itu tampak begitu jelas sekali betapa brutalnya ia membunuh hingga cipratan darahnya kemana- mana.
Perlahan Glen melangkah agar tidak merusak TKP nya.
Hingga Glen telah berdiri di tepi rooftop di mana tatapannya sejajar dengan lantai apartemennya.
Lebih tepatnya pada kamar.
Glen melihat jika apartemennya dengan TKP sangatlah dekat, di mana hanya ada gedung tekstil sebagai penghalangnya.
"Kira- kira apa yang pria itu lakukan di atas sini?" gumam Glen yang dibuat bertanya- tanya tentang pembunuh tersebut.
Glen membuang napas gusar sembari memainkan sepatunya pada lantai rooftop tersebut.
Hingga tatapan Glen terfokus pada sesuatu yang mengkilap.
Ia tak yakin namun dengan pelan ia mencoba mendekati benda tersebut.
Glen melebarkan kedua matanya kala tahu benda apa yang tergeletak di sekitar TKP tersebut.
"Softlens," gumam Glen dengan lemah kala ia mendapatkan sesuatu petunjuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASI untuk Bayi Mafia
Подростковая литератураEl Zibrano Alemannus, duda muda beranak satu dengan paras yang begitu rupawan dan mempesona. Menjadi miliarder di usia muda membuat wanita manapun mengantri untuk menjadi ibu susu putranya. Sayang sekali, tuan muda El yang tampan nan bejat bersumpah...