Part 35

32.7K 565 10
                                        

Mansion Sarvel

Sarvel terusik tidurnya saat alarmnya terus berbunyi.

Dengan rasa kesal dan emosi, Sarvel melemparkan alarmnya ke sembarang arah.

Prak

Hingga suara itu menyadarkan pikiran Sarvel.

Dengan mata yang lengket dan kepala yang terasa berat, Sarvel mengangkat kepalanya sembari melihat sekelilingnya.

Di kamar?

Siapa yang membawanya kemari?

Sarvel langsung bangkit dari baringnya sembari memegangi kepalanya yang terasa berdenyut dan berat.

"Siapa yang membawaku kemari?" gumamnya yang mencoba mengingat kejadian semalam.

Sialnya malah momen Berlyn dijemput suaminya yang terlintas di otak Sarvel.

Ceklek

"Apa terjadi sesuatu? Apa tuan baik-baik saja?" tanya Berlyn dengan panik sembari membawa nampan yang berisi sup pengar dan air madu.

Sarvel menatap Berlyn yang berdiri di samping ranjangnya dengan tatapan yang sinis.

"Apa kau yang membawaku pulang?" Berlyn mengangguk.

"Karena mendengar suara pecahan dari ruangan tuan, makanya saya kembali ke dalam kantor untuk memeriksanya. Dan ternyata tuan pingsan," jawabnya dengan jujur.

Ya Sarvel ingat sebelum kesadarannya hilang.

Ada seseorang yang membuka pintu.

Jadi, orang itu Berlyn?

Sarvel berdecak dalam hatinya.

"Ini sudah saya buatkan sup pengar untuk anda. Ini akan menghilangkan mabuk anda," ucapnya sembari meletakkan nampannya di atas nakas dan membawakan semangkuk sup pengar itu pada Sarvel.

"Ini tuan, makanlah," perintahnya pada Sarvel.

Sarvel hanya melirik sup pengar itu tanpa berniat untuk menyentuhnya.

"Buang saja, aku tidak suka sup pengar," sarkasnya membuat Berlyn berusaha untuk bersabar.

Berlyn menghela nafas pelan dan mencoba membujuk Sarvel.

"Anda boleh meminta satu hal dari saya jika tuan mau memakan sup pengar ini, bagaimana?" Sarvel menatap Berlyn dengan datar hingga ide cemerlang itu terlintas di otak Sarvel.

"Katakan pada papaku jika kamu resign dari pekerjaan ini, bagaimana kamu bisa melakukannya?" tanyanya balik pada Berlyn.

Berlyn menatap sinis Sarvel di mana kesabarannya sudah habis saat ini.

"Baik. Jika tuan tidak mau tak apa. Saya akan mengosongkan jadwal tuan di pagi hari ini dan anda bisa ke kantor nanti siang," ujarnya dengan santai sembari meletakkan mangkuknya kembali di atas nampan dan merogoh ponselnya untuk membatalkan beberapa rapat pagi ini.

Sarvel berdecak kala Berlyn begitu kekeh dan tak gentar dengan ancamannya.

"Jika kau membutuhkan uang, aku bisa memberimu. Jangan memaksakan diri untuk bekerja dengan orang yang kau benci hanya untuk mendapatkan sepeser uang," cetusnya dengan pelan namun mampu membuat hati Berlyn merasa sesak hingga ia tak bisa membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu.

"Apa suamimu tidak bekerja? Suruh dia yang bekerja, jangan menyiksa dirimu bekerja siang malam untuk mereka, bukankah seorang ibu rumah tangga tugasnya di rumah untuk mengurus anak?" katanya dengan nada yang terdengar tidak suka dan sinis.

Berlyn memalingkan muka dan kembali menyimpan ponselnya.

"Kuharap kau paham dengan maksudku. Tolong katakan pada papaku jika kau ingin mundur dari pekerjaan ini. Aku akan membayar berapapun yang kau minta, asal," Sarvel menjeda ucapannya di mana sejak tadi ia tak berani menatap Berlyn.

"Pergi jauh-jauh dari kehidupanku. Aku ingin hidup tenang tanpa kehadiranmu," lanjutnya dengan singkat namun mampu membuat luka di hati Berlyn begitu membekas lekat.

Berlyn yang hampir menangis saat ini, hanya bisa mengepalkan kedua tangannya dan menutup rapat bibirnya untuk tidak mengatakan sepatah katapun.

Hingga Berlyn berusaha untuk membuka mulutnya dengan berat hati.

"Saya akan ke kantor untuk menggantikan rapatnya," pamitnya yang lalu melenggang pergi keluar kamar.

Sarvel yang mendengar hal itu merasa begitu putus asa dan bisa melakukan apapun lagi selain menahan diri.

ASI untuk Bayi MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang