Markas Klan Wolf
Mungkin jika kemarin markas ini mendadak jadi tempat urut, berbeda dengan hari ini.
Sekarang teah berganti menjadi tempat pijat.
Yah setelah 2 hari menjelajah di hutan, tidak- tidak lebih tepatnya tersesat, siang ini mereka baru saja datang setelah dicari oleh anak buah yang El kerahkan.
Dan mereka pulang dengan keadaan yang sulit berjalan.
Lebih tepatnya seperti seorang zombie.
Jalan sempoyongan.
"Gara- gara pengawal sialan itu kita tersesat, coba aja waktu itu dia tidak pakai masker putih gitu, kan enggak bakalan tersesat kita, udah pulang dari kemarin," dumel Alvino yang tak ada hentinya menyumpah serapahi pengawal yang kemarin malam menyusul mereka.
"Kapan kau akan berhenti mengomel, telingaku sudah mengeluarkan nanah hanya karena umpatanmu," ucap Sarvel dengan lemah sembari menikmati pijatan pengawal.
"Setelah kakiku sembuh, aku akan segera kembali ke Washington, aku sudah tak tahan lagi berada di sini bersama kalian," ujar Zen membuat semua mata tertuju padanya.
"Salah siapa kau ikut bergabung dengan kami, makanya jangan suka nipu, kena imbasnya kan?" Zen dengan santainya mengangguk.
Alvino melihat Glen dan Ziko tampak diam sejak tadi.
"Kalian berdua kenapa?" tanya Alvino pada mereka berdua.
"Aku sedang memikirkan bagaimana caranya untuk balas dendam dan menghajar Ziko, karena dia bukannya untung, kita selalu sial setelah sembahyang kemarin, Flo juga tak kunjung menelponku untuk memberitahukan jika ia batal menikah atau memintaku untuk menjemput di bandara," tekannya dengan pelan di mana tatapannya tak teralihkan dari Ziko.
"Tenanglah, para dewa juga butuh waktu untuk mengabulkan doa kita. Bagaimana jika kita pindah saja ke Gereja? Di sana sembahyangnya tidak terlalu berat, yang terpenting kau bisa menyanyi," usul Ziko membuat Zen ingin sekali melepas kepala Ziko atau menjahit bibirnya.
"Emang ada sembahyang hanya nyanyi aja?" tanya Sarvel yang malah meladeni ajakan Ziko.
Ziko mengangguk dengan mantap.
"Bagaimana kalian mau mencobanya?" tanya Ziko pada mereka berempat.
"Berapa lama nyanyinya?" tanya Glen dengan sedikit ketus.
"Tidak lama, hanya sekitar 2 jam," jawabnya dengan gamblang membuat mereka semua langsung membulatkan matanya dan dengan serempak melemparkan bantal sofa pada Ziko.
"Kau saja yang menyanyi, aku tidak ingin melakukannya, yang sujud kemarin sudah cukup membuatku trauma," tolak Alvino dengan terus terang.
"Orang gila mana yang akan menyanyi selama itu jika bukan kau," olok Glen dengan kesal.
"Tapi 2 jam itu adalah waktu yang sebentar jika kalian menikmati lagunya, kalian juga bisa mengasah vokal kalian," katanya yang masih berusaha merayu mereka berempat.
"Menikmati apanya, yang ada setelah 2 jam selesai menyanyi kau kehilangan pita suaramu, dasar tolol," olok Zen yang sudah geram dengan sikap Ziko.
Ziko menghembuskan napas gusar kala tak ada satupun dari mereka yang mau diajak beribadah kembali.
"Kenapa kalian tidak percaya denganku, padahal para biksu kemarin begitu memuji ibadah kita. Bahkan mereka mengatakan jika kita sangat pantas menjadi Bhante setelah mereka mengamati ibadah kita yang begitu lama sekali," gumam Ziko dengan pelan yang mana hal itu masih bisa didengar oleh yang lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASI untuk Bayi Mafia
Fiksi RemajaEl Zibrano Alemannus, duda muda beranak satu dengan paras yang begitu rupawan dan mempesona. Menjadi miliarder di usia muda membuat wanita manapun mengantri untuk menjadi ibu susu putranya. Sayang sekali, tuan muda El yang tampan nan bejat bersumpah...