Part 74

13.5K 317 6
                                    

Markas Klan Wolf

Zen perlahan membuka kedua matanya dan sedikit merasakan pusing yang begitu hebat saat ini.

Di mana rasanya semua ruangan berputar.

"Apa aku sudah berada di alam baka? Kenapa semua langitnya berputar dan menari," gumamnya sembari memijit pelipisnya.

Sontak mereka berempat langsung mengelilingi Zen dengan tatapan datar.

Zen yang saat ini dikelilingi oleh mereka berempat merasa merinding.

"Bahkan malaikat pencabut nyawanya adalah orang- orang Klan Wolf," gumamnya dengan lirih.

Alvino yang tak sabaran sontak langsung membangunkan Zen.

"Cepat ceritakan semuanya apa yang kau rencanakan dengan Lea selain hal ini?" tanya Alvino dengan sedikit galak.

"Astaga, bagaimana bisa kalian begitu kejam sekali pada orang sakit, aku baru bangun dan kalian langsung menyidang ku, bukankah itu terlalu kejam?" ujarnya mendramatisir.

"Bodoh amat, salah siapa kau membohongi kami," ketus Glen kesal.

"Bisa- bisanya kau berpura- pura bodoh saat kami mendatangimu dan menanyakan tentang Lea," gumam Glen yang mana ia juga sangat kesal dengan Zen.

"Tunggu dulu, jangan mengeroyokku begini, aku melakukan semua ini juga atas perintah Lea," ucap Zen dengan logat perempuannya saat mereka berempat lang menyerbunya.

"Sepertinya ia adalah counter yang paling cocok untuk dikirim ke alam baka saat ini," seru Ziko dengan gamblangnya membuat Zen mendelik kesal.

"Cepat pilih senjata mana yang ingin kau gunakan untuk mengirimmu ke alam baka, senapan, revolver, bom atau nuklir?" tanya Sarvel dengan dingin.

"YAAAA!" teriak Zen dengan khodamnya membuat mereka sedikit terkejut dan diam sejenak.

"Tunggu dulu, jangan menyerangku begini, aku hanya ingin membantu Lea untuk membuktikan apakah El atau bukan yang membunuh Nancy dan paman Graham, kalian jangan seenak jidatnya menyerangku," ketusnya dengan kesal.

Mereka dengan kompak menarik kursi dan duduk di depan Zen dengan rapi layaknya anak anjing yang sedang dinasehati.

"Cepat ceritakan flashbacknya, sebelum kukirim kau ke alam baka," ancam Alvino pada Zen.

Zen yang kini merasa terancam dengan mereka berempat langsung menarik rambutnya frustasi.

"Cepat kirim aku ke alam baka saja sebelum aku gila di sini," pintanya pada Alvino sembari memegang kedua tangan Alvino.

Klek

Glen mengongkang senjatanya membuat Zen langsung melepas tangan Alvino dan duduk dengan tegak di depan mereka dan siap menceritakan semuanya.

Sarvel dan Ziko yang melihat hal itu ingin sekali tertawa terbahak- bahak saat ini.

Zen lalu menceritakan semuanya tentang rencana Lea di mana ceritanya sama persis seperti yang Lea ceritakan pada El.

"Jadi pria yang kugambar itu hanya karanganmu sendiri?" Zen dengan takut dan ragu mengangguk.

Sarvel langsung menggulung kemejanya hingga siku.

"Tunggu, jangan tergesa- gesa untuk menggulung kemejamu, aku belum menjelaskan semuanya," ujar Zen yang tahu apa yang akan Sarvel lakukan padanya.

Sarvel lalu menatap Zen untuk menunggu kelanjutan ceritanya.

"Tunggu, bagaimana bisa Lea tahu perihal Archellio dan warna mata yang berbeda? Apa sebelumnya ia pernah bertemu dengan Archellio?" tanya Glen yang sedikit tak paham dengan maksud Zen barusan.

"Paman Cornelio dulunya juga seorang mafia, tapi itu tidak berjalan lama, karena paman Cornelio hanya memimpin sebentar di mana ia sangat takut jika para musuhnya mencelakai putri satu- satunya, sebab semenjak SMA, Lea banyak memenangkan kejuaran taekwondo yang mana hal itu mengundang marabahaya yang membuat paman Cornelio cemas, karena itu ia berhenti dari dunia gelap itu demi menjaga Lea dan pindah kemari demi keamanan keluarganya," jelas Zen panjang lebar.

Mereka tampak manggut- manggut paham.

"Pantesan Lea otaknya cerdik kayak El, siapa yang tahu jika ia titisannya pemimpin mafia," gumam Alvino yang beberapa kali dibuat takjub dan kagum dengan kehebatan Lea.

"Aku titisannya Albert Einstein tapi enggak pernah sombong," ucap Ziko dengan sombongnya membuat Alvino sudah tak tahan lagi mendengarya.

"Kau ingin dikirim bersama- sama dengan Zen ke alam baka?" tawari Alvino pada Ziko.

"Tidak aku bisa pergi sendiri," tolaknya dengan tegas.

"Cerdik juga cara Lea untuk membuktikan jika bukan El yang membunuh sahabat dan pamannya," puji Glen yang takjub dengan pemikiran Lea.

"Ia tidak terlalu gegabah dalam menuduh atau menyalahkan seseorang sekalipun ia sudah pernah melihat El membunuh seseorang, ia akan mencari tahu sendiri sampai ia percaya dan yakin jika itu orangnya," tegas Zen yang mana ia sudah begitu mengenal Lea sejak lama.

"Gimana enggak cocok dijadiin istri kalau otaknya secemerlang itu, seharusnya ia menikah dengan pria yang memiliki otak setara dengan Albert Einstein sepertiku," ucap Ziko dengan tawa kecilnya membuat mereka semua langsung menatapnya datar.

Ziko menelan salivanya kala melihat tatapan mereka.

"Oh maksudnya Lea harus nikah denganmu?" tanya Glen sembari melakukan pemanasan kepala.

"Aku tidak berkata begitu, jika Tuhan menakdirkan Lea untukku, kalian bisa apa?" jawabnya yang mana hal itu terdengar seperti ejekan.

Mereka semua langsung berdiri mendekati Ziko.

"Sepertinya dia adalah orang pertama yang harus kita kirim ke alam baka," ucap Glen yang sangat geram dengan Ziko.

Sontak Ziko langsung melarikan diri sebelum tertangkap oleh mereka.

ASI untuk Bayi MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang