Part 54

16.3K 352 3
                                    

Di pesawat

Ada Alvino yang duduk dengan orang tak di kenal, lalu di belakangnya ada Zen dan Ziko dan belakangnya lagi ada Sarvel dan Glen.

Kini mereka tengah menuju ke Milan untuk segera memenuhi panggilan tuan El.

Alvino terlihat begitu senang dan tenang kala ia tak sekursi dengan Ziko atau yang lainnya.

Ia tampak bersyukur kala duduk dengan bule.

"Awas saja jika kalian berempat membohongiku, aku akan melaporkan kalian pada polisi atas kegiatan prostitusi ini," ancam Zen yang mana ia terus mengancam dan mendumel kala di seret oleh mereka berempat untuk diajak ke Milan menemui El.

Beberapa orang yang mendengar ucapan Zen sontak langsung menoleh.

Sarvel yang tak ingin orang- orang salah paham sontak langsung buka suara.

"Maklum pak bu, baru dijemput dari rumah sakit jiwa, awalnya dia autis setelah dimasukkan ke sana kini ia begitu lancar berbicara," jelasnya dengan sedikit gurauan pada penumpang yang lain.

Zen yang mendengar hal itu ingin sekali merobek bibir Sarvel.

"Meski sedikit kemayu ia lakik kok pak bu," tambahi Glen.

Alvino yang sudah mulai mendengar suara mereka berempat sontak langsung mencari kesibukan yang lain untuk tidak terpengaruh dengan obrolan mereka.

Ziko yang sudah merasakan panas pada telinganya sontak angkat bicara.

"Lagian ya, andaipun kau dijual, penampungnya tak akan mau manusia modelan sepertimu," tegas Ziko dengan sedikit kesal.

Zen berdecak kala mendengar ucapan panas Ziko.

"Lebih baik kau bergabung aja sama circle kita, menjadi counter di alam baka, bagaimana?" tawari Glen yang diangguki oleh Ziko dan Sarvel.

Alvino yang tengah membaca buku, sontak langsung menyumpal telinganya dengan kapas.

"Ceritanya udah mulai memasuki alam ghaib," gumamnya lirih.

"Counter di alam baka?" ketiganya mengangguk bersamaan dengan serentak.

"Memang apa tugasnya?" tanya Zen yang malah tertarik dengan hal alam baka.

Alvino semakin menekan ke dalam kapasnya agar tidak mendengar obrolan mereka.

Ia malas memakai earphone alhasil dia menyumpal telinganya dengan kapas.

"Banyak banget, contohnya menuntun arwah ke surga, menjadi penjaga pintu akhirat, jaga counter hp dan masih banyak lagi," jelas Glen yang bercerita dengan menggebu- gebu.

Zen yang mendengar hal itu tampak bingung dan tak percaya.

"Apa di sana ada penjaga salon kecantikan?" tanya Zen di luar dugaan.

Ketiganya saling menatap satu sama lain.

"Entah nanti kita tanyakan pada malaikat pencabut nyawanya," jawab Sarvel yang sedikit lelah meladenin Zen.

Bule yang duduk di samping Alvino sontak langsung bertanya karena jiwa penasarannya.

"Excusme," panggilnya pada Alvino.

Alvino melepas kapasnya sebelah dan menatap bule itu dengan wajah yang flat.

"Ya?" tanya balik Alvino.

"Boleh tanyakan pada teman anda, di mana letak alam baka itu? Di negara sebelah mana letaknya? Saya tertarik dengan beberapa profesi yang mereka bicarakan," ucapnya membuat Alvino mengetatkan rahangnya sembari meremas kuat buku yang ia pegang.

Alvino melihat kanan kiri untuk mencari pramugari.

Namun ia tak menemukannya.

"Apa tuan tahu, untuk menuju alam baka anda harus mati lebih dulu, itu tempatnya ada di atas langit," jawabnya dengan penuh penekanan agar bule itu paham.

Bule itu melihat keluar jendela.

"Kita sudah berada di atas langit, di mana alam bakanya?" Alvino menggigit bantal lehernya dengan gemas.

"Lompatlah dari atas sini, tuan akan bertemu dengan Tuhan dan bisa melihat alam baka," bule itu malah mengerutkan keningnya.

"Tuhan?" tanya bule itu dengan bingung.

"Kenapa lama- lama aku merasa sudah mengalami gejala kejiwaan," gumamnya sembari mengusap- usap dadanya.

Alvino menutup bukunya lalu melambaikan tangannya pada pramugari yang tampak sedang melayani penumpang paling depan.

"Sebentar tuan," jawabnya membuat Alvino menghela napas gusar.

"Apa agama anda?" tanya Alvino yang ingin sekali menelan hidup- hidup bule di depannya itu.

"Saya atheis," jawabnya membuat Alvino mengusap gusar wajahnya.

"Udah, daripada anda pusing- pusing tanya saya, gabung aja sama mereka, mungkin dengan tubuh kekar seperti ini anda bisa bekerja menjadi penjaga salon kecantikan," suruhnya dengan kesal.

"Ada yang bisa saya bantu tuan?" tanya pramugari itu membuat Alvino menoleh.

"Apa boleh saya tukar duduk dengan penumpang paruh baya itu?" tanyanya pada pramugari.

"Mohon maaf tuan, ibu itu membeli lebih untuk bisa duduk di dekat jendela," jawab pramugari itu.

Alvino menghela napas gusar.

"Yaudah, saya akan bayar lebih asal saya bisa duduk di tempatnya pramugari atau pramugara, bagaimana?" tanyanya sembari menyodorkan blackcardnya.

"Mohon maaf tuan, itu tidak bisa," jawabnya menolak permintaan Alvino.

Alvino menghela napas gusar dan terlihat begitu pasrah dan putus asa.

"Sabar ya tuan, kita akan segera sampai," ucap pramugari itu yang mencoba menenangkan Alvino yang terlihat kecewa.

"Udah mbak, jangan ajari saya sabar, saya mengurus mereka berempat tiap hari enggak masuk rumah sakit jiwa masih untung," jawabnya sembari menutup matanya dan memilih untuk tidur.

Pramugari itu hanya tersenyum lalu berlalu pergi.

"Mau di dongengin tentang alam baka?" tanya ZIko yang menggoda Alvino.

"Mau," jawab bule itu dengan antusias.

"ENGGAK!" tolak keras Alvino yang mana suara kerasnya membuat beberapa penumpang yang tidur sontak langsung bangun.

Ziko langsung pura- pura tidur agar terhindar dari amukan massal.

ASI untuk Bayi MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang