Part 15

43.4K 1.1K 4
                                    

"Oliv tunggu," teriak Lea kala Oliv berjalan keluar tanpa memedulikan panggilannya.

BRAK

"Minggir!" bentaknya pada Lea yang menutup kembali pintu mobilnya.

"Tunggu dulu, jangan terburu-buru pergi," ucapnya pada Oliv.

Oliv menghembuskan napas kasar sembari menyugar rambutnya ke belakang.

"Apa kau akan selalu merebut apa yang menjadi milikku sampai kelak nanti?" tanya Oliv yang kini mulai membahas hal sensitif yang menjadi permasalahan di antara mereka berdua.

Lea terdiam kala Oliv selalu membahas masalah yang begitu sensitif bagi mereka berdua.

Lea menatap Oliv dengan tatapan yang sendu.

"Bukankah sudah lama kita tidak bertemu, jangan membahas hal yang sudah berlalu. Itu hanya kesalahpahaman yang selalu kau jadikan bahan untuk menyudutkanku setiap kali kita bertemu," ucap Lea yang tak segan untuk mengatakan hal itu pada Oliv.

"Sekalipun itu sudah berlalu, aku akan tetap mengingat sampai kelak mati. Dan sampai kapanpun, aku akan tetap membencimu," tekannya pada Lea membuat Lea ingin sekali menjelaskan yang sebenarnya pada Oliv namun hal itu terhalang oleh janjinya pada Alvaro.

Lea menghela napas pelan sembari berusaha meraih tangan Oliv.

"5 tahun sudah berlalu, apa kau tidak ingin memperbaiki persahabatan kita seperti dulu lagi?" Oliv menghempaskan tangan Lea dengan tatapan sinisnya.

"Kau ingat baik-baik, selama kau masih hidup, aku akan tetap membencimu dan itu akan terus kulakukan sampai aku tidak melihatmu di dunia ini lagi. Kau paham!" bentaknya pada Lea dengan keras.

"Kenapa kau terus bersikekeh jika aku merebut Alvaro darimu. Jika kau tahu fakta yang sebenarnya, apa kau akan berhenti membenciku?" teriak balik Lea yang juga lelah terus disudutkan oleh Oliv.

BRAK

Oliv mendorong tubuh Lea hingga terbentur mobilnya lalu mencengkeram kuat leher jenjang Lea.

"Fakta apa? Fakta jika Alvaro lebih mencintaimu dibanding aku? Kau bahkan tahu jika aku mencintai Alvaro sejak lama, tapi apa, kau merebut dia dariku," teriak Oliv sembari mencengkram kuat leher jenjang Lea.

Mata Lea sudah memerah, bahkan napasnya sudah tersengal-sengal, namun Lea enggan untuk membalasnya meski ia bisa melakukannya.

"Ap-apa kematian Alvaro juga salahku?" tanya Lea dengan bersusah payah.

Oliv tampak berkaca-kaca di mana kedua matanya kini menatap tajam Lea.

"Ya. Semua itu salahmu. Dan kau juga penyebab Alvaro mati," bentaknya dengan begitu keras sembari melepas cengkramannya.

Uhuk Uhuk

Lea berusaha untuk bernapas normal lagi sembari memegangi lehernya yang terasa panas dan perih.

Oliv lalu mendorong tubuh Lea ke samping di mana tubuhnya menghalangi pintu mobilnya.

"Apa yang harus kulakukan agar kamu memaafkanku?" Oliv terhenti sejenak, ia tampak tertarik dengan tawaran Lea.

Oliv menatap arah lain lalu menyugar rambutnya ke belakang dan menatap Lea.

"Kau akan melakukannya demi bisa mendapatkan maaf dariku?" Lea mengangguk pelan di mana air matanya perlahan menetes.

Oliv tersenyum miring sembari mengusap kasar air matanya.

Ia kembali mendekati Lea dengan tatapan tajamnya.

"Buat El menikah denganku, akan kumaafkan segala kesalahanmu di masa lalu," ucapnya lalu masuk ke dalam mobil dan pergi begitu saja.

Lea menatap nanar kepergian mobil ferari hitam itu dengan isak tangis yang terdengar memilukan.

Hingga rasa bersalah kembali menghinggapi diri Lea.

Di mana momen indah persahabatan mereka dan Alvaro kini terputar di otak Lea dengan begitu jelasnya.

"Tunggu sebentar Al, akan kucari pembunuhmu dan akan kuperbaiki persahabatan kita lagi. Itu janjiku," gumamnya sembari mengusap air matanya agar tidak terlihat seperti menangis.

"Sayang," panggil El membuat Lea langsung memalingkan wajahnya untuk mengusap sisa air matanya.

El berdiri di depan Lea sembari melihat pelataran rumah mamanya.

"Apa Oliv pulang?" Lea hanya mengangguk pelan.

"Di mana Tante? Aku harus pamit untuk ke rumah sakit, aku ingin melihat kondisi papa," ucapnya pada El yang hendak masuk ke dalam rumah.

Lea menoleh kala lengannya dicekal El.

Tatapan tajam itu terarah pada leher jenjang Lea.

El langsung menyibak rambut Lea ke belakang untuk melihat lebih jelas leher Lea.

Sangat memerah, bahkan hampir berdarah.

"Ah ini tadi aku menggaruknya...," ucap Lea yang bergegas untuk mengatakan sesuatu sebelum El mencurigainya namun terlambat kala suara serak itu menandakan kemarahannya saat ini.

"Siapa yang melakukan ini?" tanyanya dengan penuh penekanan sembari sesekali meniup leher jenjang Lea.

"Ini enggak papa, cuma gatal biasa," jawab Lea yang entah kenapa kini ia takut sesuatu terjadi.

El menatap lekat kedua mata Lea dengan jarak yang begitu dekat.

"Apa Oliv yang melakukannya?" tebak El yang tepat sasaran.

"Tidak, ini ulahku sendiri," bantahnya dengan cepat sebelum sesuatu terjadi.

El tak mengalihkan tatapannya dari mata Lea.

Ia langsung melihat kuku-kuku Lea.

"Udahlah ini enggak papa kok, ayo pulang," ajaknya yang mengalihkan pembicaraan El.

"Sayang, kenapa enggak masuk?" keduanya menoleh kala mendengar suara Tesa.

"Ehh," kaget Lea kala El tiba-tiba mengangkat tubuhnya.

"Maaf ma, El harus pulang. Lea lagi sakit," ucapnya berbohong sembari membuka pintu mobilnya.

"Sakit? Astaga, bagaimana bisa?" tanya Tesa dengan cemas.

El segera menutup pintu mobilnya lali menatap Tesa untuk menghalanginya.

"Besok kalau Lea udah sembuh El akan mengajaknya kemari. Sekarang mama masuk dan istirahat, El pulang dulu," pamitnya lalu mencium sekilas kening Tesa dan segera memutari mobilnya untuk bergegas pulang.

Tesa menatap nanar mobil Rubicon yang perlahan mulai menghilang dari pelataran rumahnya.

"Kuharap tidak terjadi apa-apa diantara mereka berdua," gumam Tesa yang mencemaskan El dan Lea.

ASI untuk Bayi MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang