Part 70

19.2K 386 23
                                    

Kini Zen dan Tera telah tiba di rumah Lea, yang kini telah menjadi milik Tera.

Keduanya jalan beriringan masuk ke dalam rumah, di mana Zen merangkul erat pinggang ramping Tera.

Brak

Tera menutup pintunya lalu langsung meraih tengkuk Zen dengan sedikit agresif dan berani.

Zen tak kalah agresifnya, ia langsung mengangkat tubuh Tera untuk di bawa ke lantai atas.

Brugh

Zen membaringkan Tera di ranjang dan langsung menindih sebagian tubuhnya.

Tera begitu berani dan bergerak begitu cepat dan cakap, di mana ia langsung melucuti pakaian Zen.

"Zen," panggil Tera kala Zen hendak merobek dressnya.

"Kenapa?" tanya Zen saat Tera menahan tangannya.

"Bagaimana jika malam ini ditemani dengan segelas wine?" tawarinya pada Zen.

Cup

"Kau begitu pandai dalam merayuku. Itu ide yang bagus," ujarnya sembari bangun dari atas tubuh Tera.

Tera langsung beranjak dari ranjang untuk mengambil winenya.

Lama Zen menunggu akhirnya Tera datang dengan sebotol wine dan dua gelas di tangannya.

"Biar aku yang menuangnya," pinta Zen.

"Duduklah di sana, aku akan menuangnya untukmu," tolaknya yang hanya diangguki oleh Zen.

Tera lalu memberikan segelas wine tersebut pada Zen, lalu duduk di atas pangkuannya.

Cup

Zen mengecup singkat leher jenjang Lea.

"Aku awalnya tak percaya jika kamu adalah dalang dibalik ide gila papaku untuk menjebak paman Cornelio, terlebih kau begitu dekat dengan Lea, tapi ternyata kau berada di pihakku sejak lama, di mana kini aku bisa menguasai semua harta dan perusahaannya berkat bantuanmu," ucapnya pada Zen dengan begitu senang.

Zen hanya tersenyum dan menatap lekat wajah cantik Tera.

"Aku dan papamu sudah lama kenal, papamu datang padaku dan memberitahu semua rencananya, agar aku berpura- pura menjadi klien Spanyol untuk menipu paman Cornelio jika perusahaannya bangkrut karena investasinya yang terlalu minim dengan saham yang ia tanam," beritahu Zen pada Tera.

"Apa papamu tidak memberitahu rencananya padamu sebelumnya?" tanya Zen yang sedikit penasaran kal Tera malah tidak tahu akan rencana gila papanya.

"Papa hanya memberitahu tentang penggelapan dana yang ia lakukan di perusahaan paman Cornelio dan rencananya untuk membunuh paman Cornelio, sayang sekali papa pergi lebih dulu sebelum melakukannya. Tapi tak apa, aku akan melanjutkan rencana papa untuk bisa membunuhnya sekaligus membunuh putrinya," sumbarnya dengan begitu yakin dan mantapnya.

"Memangnya kenapa papamu melakukan semua itu jika hanya ingin mengambil perusahaan dan harta kekayaan paman Cornelio? Bukankah kamu sudah memilikinya sekarang?" tanya Zen sembari  menggoyang- goyangkan gelasnya.

Tera menyeruput sedikit winenya.

"Papa hanya ingin membuat paman Cornelio merasakan bagaimana perjuangan papa yang berjuang dari nol dulu, kata papa dunia itu enggak adil, mereka berdua sama- sama memulai dari nol tapi kenapa paman Cornelio yang selalu beruntung dan selangkah lebih maju dari papa, padahal mereka memulai dari tempat dan di titik yang sama." jawabnya dengan panjang lebar membuat Zen manggut- manggut.

"Menurutmu siapa yang membunuh papamu? Apa mungkin Lea karena ia ingin balas dendam?" tebak Zen yang kini seakan menggiring opini Tera untuk percaya jika hal itu dilakukan oleh Lea.

"Kau juga berpikir begitu bukan?" Zen mengangguk.

"Apa kemarin kamu melihat jasad papamu saat di TKP?" tanya Zen pada Tera.

Tera menatap Zen dengan lekat hingga ia menggelengkan kepalanya.

"Sebenarnya jasad papa belum dikremasi, aku sengaja menyimpannya di rumah sakit forensik, aku tidak tega untuk melakukannya, aku akan melakukan kremasi setelah menemukan pelakunya," beritahunya pada Zen.

Zen hanya manggut- manggut paham.

"Menurutmu, apa pembunuh papamu dan Nancy sama?" tanya Zen dengan tiba- tiba pada Tera.

Tera terdiam sejenak dan mulai berpikir.

"Sebenarnya aku tidak yakin juga jika yang membunuh papa dan Nancy adalah Lea, berhubung semua situasi dan bukti mengarah ke dia, kenapa tidak memanfaatkan hal itu untuk menjebloskannya ke dalam penjara? Dengan begitu aku bisa dengan leluasa memiliki segalanya tanpa takut Lea kembali untuk merebutnya," ucapnya yang mengungkapkan isi pikirannya.

Zen tersenyum dan mengecup singkat pipi Tera.

"Kau memang wanita yang cerdas sayang," pujinya membuat Tera tersipu malu.

"Lalu apa hasilmu dari memata- matai El dan teman- temannya?" kini giliran Tera yang bertanya.

Zen tersenyum lalu merogoh saku celananya.

Flashdish warna merah.

"Aku sudah menyalin semua data- data Klan Wolf di sini, tanpa ada yang tertinggal," ucapnya pada Tera.

Tera tersenyum lebar dan memberikan kecupan singkat pada pipi Zen.

Keduanya lalu bersulang dan terus mengobrol ini itu.

Hingga Zen beberapa kali menggelengkan kepalanya yang terasa berat.

"Kamu kenapa?" tanya Tera sembari mengambil gelas Zen dan meletakkannya di atas nakas.

"Entah, tiba- tiba aku merasa ngantuk," ujarnya sembari berbaring di ranjang dan tertidur begitu saja.

Tera yang melihat hal itu kini tersenyum lebar dan menyugar rambutnya ke belakang.

"Kau pikir aku bodoh? Aku tahu kau sedang bekerja untuk Lea agar memata- mataiku, bukan? Aku tahu bagaimana kau bersahabat dengannya dan seberapa dekat kalian, tak mungkin kau berpaling begitu mudah dan mendukungku, kau pasti sedang merencanakan sesuatu," ujarnya sembari menatap Zen yang sudah tepar di atas ranjangnya.

Tera lalu mengambil flashdisk merah yang Zen ambil dari markas Klan Wolf.

"Aku sangat kasihan padamu, kau mencoba membantu Lea untuk memata- mataiku agar mendapatkan bukti tentang penipuan yang papaku lakukan, nyatanya kau malah kalah di sini. Entah bagaimana nasibmu besok ketika El menyadari jika ia kehilangan sesuatu," ucapnya sembari menatap girang dan senang flashdisk merah di tangannya.

"Kini akulah pemenangnya. Ia pasti akan senang denganku," soraknya dengan girang kala ia bisa mendapatkan sesuatu yang double.

"Kau yakin sudah menang?" tanya seseorang membuat Tera menoleh.

Kedua bola mata itu seketika langsung membulat ketika melihat siapa yang berdiri di ambang pintu.

ASI untuk Bayi MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang