Part 114

16.7K 308 4
                                        

2 minggu kemudian

Ada Zen dan Ziko yang datang ke acara wisuda sikembar.

Ya, wisuda Adela dan Adeline.

Setelah makan malam tempo hari, mereka saling bertukar nomor ponsel, juga pergi kencan.

Katakanlah mereka baru pendekatan.

Tapi karena desakan El dan teman- temannya, pendekatan itu berjalan sangat lancar dan cepat, meski mereka sedikit kesulitan untuk membedakan sikembar.

Zen dan Ziko turun dari mobil dengan buket bunga serta boneka di tangannya.

Dengan penampilan yang sangat rapi dan maskulin, beberapa dari mahasiswa melirik mereka dengan senyuman yang tipis.

"Ya, tidakkah kamu merasa jika kita sangat tampan sekarang?" Zen menaikkan sebelah alisnya.

"Lihatlah semua mahasiwa melirik kita sejak tadi."

Zen berdecak mendengar hal itu, "Siapa yang tidak tahu jika aku tampan. Tapi bukankah aneh jika kamu yang menjadi pusat perhatian?" Ziko yang mendengar hal itu tampak kesal.

"Entah kenapa ucapanmu begitu menyakitkan."

Ziko berdecak kesal saat Zen selalu mematahkan ekspetasi nya.

"Sayang!" teriak Adeline yang mana hal itu sangat mengejutkan Ziko dan Zen.

Terlihat Adelin begitu cantik dengan baju toganya serta riasan yang menurut mereka hanyalah sentuhan tipis karena pasalnya sikembar sangatlah cantik natural.

"Yaa, menurutmu ini Adela apa Adeline?" tanya Ziko dengan gugup sembari melengkungkan senyumnya.

"Kenapa kau bertanya padaku, aku sendiri tidak bisa membedakan mereka berdua." Ziko berdecak kasar kala ia tak mendapatkan jawabannya.

"Lalu bagaimana ini, dia pasti akan sangat marah karena kita tidak bisa mengenali dan membedakan mereka berdua setelah pendekatan 2 minggu ini."

"Apalagi, tetaplah tersenyum sembari mencari tahu perbedaannya, jika ia menghampiriku berarti dia Adeline, jika dia menghampirimu berarti dia Adela." Zen mencoba mencari jalan amannya.

"Jika dia tidak menghampiri kita berdua?" tanya Ziko akan resiko yang akan mereka hadapi.

"Pura- pura pingsan adalah jalan ninjaku." Ziko membuka mulutnya tak percaya.

"Bagaimana bisa kau berpikir sependek itu," gumam Ziko heran hingga Adeline berhenti tak jauh dari mereka.

"Tunggu, jangan bilang jika kalian tidak bisa mengenaliku?" Ziko dan Zen masih tetap tersenyum dengan sangat manis.

"Kau lihat, caramu sungguh menggalikan tanah untukku, apa kau berniat untuk menguburku hidup-hidup?" gerutu Ziko sembari mengetatkan rahang giginya.

Zen hanya diam sembari tersenyum ke arah Adeline.

"Cepat pingsan sekarang! Aku tak mau mati ditangan mereka berdua."

Adeline yang melihat mereka berdua tak berkutik sedikitpun dari tempatnya tampak kesal sekali.

"ZIKO!" teriak Adela sembari melambaikan tangannya.

"Puji Tuhan Yesus Kristus, terima kasih dewa, kau telah menyelamatkanku." Ziko langsung berlari ke arah Adela sedangkan Zen dengan cepat mengampiri Adeline.

"Happy gradution sayang." Zen memberikan buket bunga serta bonekanya pada Adeline.

"Kau baru tahu jika ini aku? Cih, jika aku berpura-pura menjadi kakak mungkin kau pasti juga tidak akan mengenali." Zen hanya nyengir tanpa dosa.

Sedangkan Ziko kini tampak bernapas lega kala Adela datang menyelamatkannya.

"Untung kamu datang tepat waktu, jika tidak, mungkin kami sudah digantung Adeline di depan kampus." Adela yang mendengar hal itu tertawa kecil.

Ziko lalu memberikan buket bunga serta bonekanya, "Happy Gradution sayang."

Bukannya menerima buket bunga serta bonekanya, Adela langsung memeluk erat Ziko.

"Makasih ya udah dateng, kirain tadi kamu enggak bakalan dateng, pasalnya tante Veni bilang kamu masih di kantor."

Ziko berusaha menteralkan detak jantungnya, ia juga berusaha untuk kembali bernapas dengan normal.

Adela menguraikan pelukannya, menatap Ziko dengan tangan yang masih melingkar di lehernya.

"Bagaimana jika kita langsungkan pernikahannya dengan cepat?" Ziko sedikit terkejut dengan ajakan Adela.

"Bukankah kamu masih ingin melanjutkan S2?" Adela mengangguk.

"Tapi aku ingin menikah sekarang denganmu." Adela begitu terus terang dan to the point membuat Ziko sedikit tak berkutik karena terkejut.

Ziko menghembuskan napasnya ke samping, mencoba menghirup udara sebanyak mungkin.

"Kenapa kamu mengatakan hal itu sekarang?" Adela langsung melepaskan tangannya dari leher Ziko.

"Kenapa, kamu tidak mau menikah denganku?" tanya Adela dengan pelan.

Ziko berdecak pelan, "Seharusnya aku yang mengatakan hal itu, aku ingin melamarmu tadi."

Adela yang mendengar hal itu membungkam mulutnya tak percaya.

Ziko menjatuhkan begitu saja bunga dan bonekanya, merengkuh tengkuk Adela dan menciumnya di depan teman- temannya.

Sontak hal itu menjadi pusat perhatian beberapa mahasiswa di mana mereka memberikan tepuk tangan dan cuitan.

"Astaga, bagaimana bisa sibodoh itu membuang begitu saja bunga dan bonekanya jika bisa dipegang tangan satu, ia bahkan bersikap sok gentle sekarang."

Zen tersenyum lebar kala melihat Ziko dan Adela.

"Ayo kita temui mama." Zen mengangguk sembari merengkuh pinggang ramping Adeline.

ASI untuk Bayi MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang