Sekarang, El dan Lea sudah tiba di mansion tepat pukul 10 malam.
Sepanjang perjalanan, El merasa cemas saat Lea hanya diam saja tanpa mengatakan sepatah kata pun. Ketika Lea turun dari mobil, ia sepertinya melupakan sesuatu.
"Eh," kagetnya saat El mengangkat tubuhnya.
"Bukankah aku sudah bilang jangan turun sebelum aku membukakan pintu?" ucapnya dengan lembut pada Lea.
Lea hanya diam sambil memeluk leher El. Hati dan pikiran Lea sedang berperang satu sama lain, di mana ia bimbang dan bingung untuk memutuskan pilihannya. Lea ingin sekali bertanya pada El, apa alasan ia membunuh Nancy?
"Hei," panggil El sambil menoleh hidung miring pada Lea.
Lea tersadar dari lamunannya dan tatapannya bertemu dengan El yang sedikit merunduk di depannya.
"Mau mandi? Biar kusiapkan air hangat," tanya El dengan lembut.
"Kamu dulu saja yang mandi, setelah itu aku akan mengobati lukamu," tolak Lea, yang malah menyuruh El untuk mandi.
El menampilkan senyum manisnya yang membuat Lea langsung siaga.
"Ingin mandi bersama?" tawarinya yang membuat Lea refleks menendang kaki El.
Dugh!
El sengaja tidak menghindar dan sekarang ia merintih kesakitan karena tulang keringnya ditendang oleh Lea.
"Sayang, kenapa tendanganmu sekuat itu?" rintihnya sambil memegangi tangan Lea dan mengusap-usap kakinya.
"Salah siapa mesum," dumel Lea kesal.
El kemudian melepas jas dan kemejanya.
El melakukan tawa kecil ketika Lea memalingkan mukanya.
"Sebentar, aku akan mandi," ucap El yang disetujui oleh Lea.
Lea menatap pintu kamar mandi yang tertutup. Lalu tatapannya tertuju pada jas hitam El di sana. Dengan berani, Lea meraih jas itu untuk melihat lagi. Ia merogoh saku jasnya dan merasakan sesuatu keras di dalamnya.
Secara perlahan, Lea mengambilnya untuk melihat benda apa itu - revolver yang penuh dengan darah! Lea membuka mulutnya tak percaya dan mengembalikannya ke dalam saku. Dengan hati yang berdegup kencang, Lea melihat tangannya yang terkena darah itu.
Dengan cepat, Lea berlari keluar kamar untuk mencuci tangan sebelum El keluar dari kamar mandi. Lea mencuci tangannya di dapur sambil menangis sedih. Hingga memori tentang Nancy terlintas di pikirannya.
"Bagaimana keadaan ibunya?" gumamnya lirih, khawatir tentang ibunya Nancy.
Lea mengusap air matanya dengan cepat dan menghembuskan nafas panjang.
"Aku tidak boleh gegabah, aku juga tidak boleh berprasangka buruk padanya sebelum aku menemukan buktinya lebih dulu," gumamnya sambil mengambil tisu untuk mengelap tangannya dan hendak kembali ke kamar.
Lea tersentak kaget ketika melihat El berdiri tidak jauh darinya, hanya mengenakan jubah mandi dan terengah-engah.
"Ternyata kamu di sini, aku takut kamu pergi tadi," ucapnya sambil memeluk Lea erat.
Lea merasa heran dan bingung dengan pelukan itu.
"Apa kamu lapar?" tanyanya sembari melepaskan pelukannya.
Lea menggelengkan kepalanya pelan.
"Lalu apa yang kamu lakukan di sini?" tanya El, sambil mengusap lembut rambut Lea.
"Tadi habis minum, terus cuci tangan. Ayo ke kamar, akan kuobati lukamu," ajak Lea untuk mengalihkan perhatian El.
El hanya mengangguk dan merangkul pinggang ramping Lea menuju kamar. Terlihat ada kotak obat di atas ranjang. Lea langsung mengobati pelipis El dengan hati-hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASI untuk Bayi Mafia
Teen FictionEl Zibrano Alemannus, duda muda beranak satu dengan paras yang begitu rupawan dan mempesona. Menjadi miliarder di usia muda membuat wanita manapun mengantri untuk menjadi ibu susu putranya. Sayang sekali, tuan muda El yang tampan nan bejat bersumpah...