Di sinilah El sekarang di club miliknya sendiri.
Ia ingin mengenang di mana ini tempat dia bertemu dengan Lea malam itu.
Wanita yang mengatakan jika ia tak akan mampu untuk mendapatkannya dan wanita pertama yang berani menampar dan menolak pesona El Zibrano.
El kembali menenggak alkoholnya untuk gelas yang kesekian kalinya.
Kecewa? Tidak.
El tidak memiliki rasa kecewa, ia hanya mencemaskan dan takut jika Lea bersama dengan orang jahat.
Bahkan jika diberi kesempatan untuk bisa bertemu dengan Lea sekali lagi, El tak akan meminta Lea menjadi ibu susu putranya atau memaksanya untuk menikah dengannya dengan begitu cepat seperti yang ia lakukan saat kali pertama mereka bertemu.
El akan bersikap dengan baik dan tidak akan menekan Lea untuk menuruti ucapannya.
Terlebih yang paling El sesali ialah, perkataannya tentang membunuh siapapun yang menyakiti Lea sekalipun itu keluarga atau saudaranya sendiri.
"Ahhhh, bukankah sudah lama kita tidak bermain domino?" ucap Glen yang ingin mengalihkan perhatian El dari alkoholnya.
"Bagaimana jika kita bicarakan perihal alam baka?" sontak semua langsung menatap Zen kecuali El.
"Yaa, apa kau bosan hidup?" tanya Alvino yang geram di mana ia berusaha sebisa mungkin untuk tidak mengingatkan mereka tentang alam baka malah Zen buka suara.
"Aku hanya bertanya, apaitu salah juga?" tanya balik Zen dengan berani pada mereka.
Ziko yang duduk di samping Zen ingin sekali memukul kepalanya saat ini sayang sekali ia tak ingin membuat kegaduhan.
"Yaa, diamlah selagi dunia masih tentram, belum saatnya kita pergi ke alam baka," ucapnya memberitahu Zen.
"Lalu apa yang harus kulakukan, aku sangat bosan di sini, tidak ada pria tampan yang menarik hati, mereka terlihat sama saja kecuali dia," ucapnya sembari menunjuk El dengan dagunya.
Sarvel yang duduk di samping kiri Zen sontak langsung merangkul bahunya.
"Percayalah, meski rupanya sangat tampan rupawan, sebenarnya ia iblis berhati yupi, meski sikapnya kejam dan bengis, ia juga bisa bersikap manis, intinya ia tidak sepenuhnya manusia seperti kita, ada campuran iblis dan anak- anak dalam dirinya," jelas Sarvel panjang lebar.
Alvino yang sudah mulai merasakan tekanan dalam hatinya, kini langsung menenggak alkoholnya dan pindah duduk di samping El.
"Persetan dengan ia iblis berbulu angsa atau domba, intinya El tampan Zen yang punya," tegasnya pada Sarvel.
El yang mendengar candaan mereka sedikit terhibur dan merasa lega kala rindunya terobati setelah duduk lama di sini.
"Hei sayang," sapanya membuat mereka satu meja sontak langsung menoleh.
Terlihat wanita seksi dengan pakaian yang kurang bahan tampak duduk dengan santai di samping El.
"Kau sangat tampan sekali, kalau boleh tahu siapa namamu?" tanyanya sembari menoel dagu El.
El menoleh menatap datar wanita mabuk tersebut.
Detik kemudian ia mengambil sesuatu dari dalam jasnya.
"Ini putraku, ini istriku. Mereka adalah keluarga kecilku, jangan jadi benalu apalagi pengganggu di rumah tangga orang lain, jual saja dirimu pada pria lain, jangan padaku," beritahunya pada wanita tersebut sembari menunjukkan foto Lea dan baby Enzo yang ia simpan di dompetnya.
Wanita itu malah tersenyum begitu manis dan lebar, bahkan ia begitu berani hingga mengalungkan tangannya pada leher El.
"Siapa yang peduli dengan anak istrimu, kau datang kemari, aku melayani, itulah dunia malam yang sebenarnya," beritahunya pada El.
Alvino dan yang lainnya hanya bisa menyaksikan sikap El pada wanita penghibur tersebut.
El memasukkan dompetnya ke dalam jas lalu menenggak sekilas alkoholnya sebelum ia beranjak dari sofanya.
"Kalian ikut semua!" perintahnya pada mereka semua.
Dengan patuh mereka mengikuti El yang menarik tangan wanita itu menuju lantai atas.
El masuk ke dalam salah satu kamar dan membuat mereka semua menunggu di depan pintu.
"Apa yang tengah dilakukan sitampan? Apa ia menyuruh kita menunggu di sini selagi ia bercinta dengan wanita tadi?" tanya Zen yang belum begitu memahami sikap El Zibrano.
"Ia sedang bermain petasan," jawab Alvino dengan santai membuat Zen mengerutkan keningnya tak paham.
DOR
Zen terjengkit kaget sedangkan yang lainnya seolah sudah biasa dengan hal itu.
"Apa ia sungguh bermain petasan di dalam kamar? Niat sekali dia," pujinya membuat mereka semua ingin sekali merobek mulut Zen.
Ceklek
El keluar dan pergi begitu saja tanpa mengatakan sepatah katapun.
Alvino lalu mendorong Zen untuk masuk ke dalam kamar.
"Akhhhhh," teriak Zen dengan suara perempuannya saat terkejut ketika mendapati perempuan itu tergeletak di lantai dengan darah yang sudah menggenang di sekitarnya.
LAP
Glen sengaja mematikan lampunya untuk menggoda Zen.
"Akhhhh," itu bukan suara Zen membuat Glen langsung menyalakan kembali lampunya.
Semua menatap Alvino dengan ekspresi yang menahan tawa.
"Sungguh kau tadi yang berteriak?" tanya Glen memastikan.
"Aku membungkamnya sejak tadi," ucap Ziko yang mana kini ia tengah membungkam mulut Zen.
Sontak mereka semua langsung tertawa kala tahu kelemahan Alvino.
Sarvel sedikit mendekat pada Alvino.
"Teriakanmu sungguh persis dengan Zen, aku ragu kau seorang laki- laki," ejeknya membuat Alvino berdecak dan reflek menendang kaki Sarvel.
"Aku hanya terkejut," bohongnya sembari berdeham sekilas dan menghampiri mayat wanita tersebut.
"Ayo cepat singkirkan dia sebelum ada yang masuk," ajak Sarvel untuk bergerak cepat.
"Tunggu, jadi ini tugas dari seorang mafia? Bermain petasan di dalam kamar dan memindahkan mayat?" tanya Zen yang kini berusaha kabur namun Ziko memegangi tangannya erat.
Alvino yang merasa tersinggung dengan ucapan Zen sontak berkacak pinggang sembari menatapnya.
"Apa kau tidak tahu jika ini pekerjaan mulia?" Zen menggelengkan kepalanya dengan polos membuat Alvino geram.
"Setidaknya pekerjaanku lebih mulia darimu yang hanya sebagai penjaga salon kecantikan," olok Alvino dengan kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASI untuk Bayi Mafia
Ficção AdolescenteEl Zibrano Alemannus, duda muda beranak satu dengan paras yang begitu rupawan dan mempesona. Menjadi miliarder di usia muda membuat wanita manapun mengantri untuk menjadi ibu susu putranya. Sayang sekali, tuan muda El yang tampan nan bejat bersumpah...