Perlahan Alvino mengangkat kepalanya yang begitu sakit setelah terbentur stir mobil.
Alvino sedikit membuka kedua matanya saat melihat seseorang terduduk di depan mobilnya.
Dengan cepat Alvino turun dari mobil untuk melihatnya.
Terdengar isak tangis dari perempuan tersebut membuat Alvino sedikit panik.
"Apa kamu terluka?" tanya Alvino yang jongkok di depan perempuan tersebut sembari meneliti tubuh mungil itu dengan cemas.
Perempuan itu mengangkat kepalanya hingga tatapan mereka berdua saling bertemu.
Alvino sempat tertegun sejenak karena tenggelam dengan tatapan manis perempuan mungil itu.
"Apa kamu terluka?" tanya Alvino sekali lagi dengan wajah yang tak bisa terkontrol saat ini di mana Alvino terlihat tak bisa memalingkan wajahnya dari wajah cantik perempuan mungil di depannya.
"Saya enggak papa, apa mobil anda lecet?" tanyanya yang malah mencemaskan mobil Alvino.
Alvino tersenyum sekilas lalu menatap mobilnya yang hanya lecet.
"Mobilku baik- baik saja," jawabnya dengan sangat lemah lembut berbeda seperti biasanya.
"Maaf saya tadi buru- buru, di gang sana ada beberapa preman yang selalu minta uang, karena saya takut dan panik jadi tadi tidak begitu memperhatikan jalannya," britahunya tentang alasan kenapa ia bisa menyebrang tanpa melihat kanan kiri.
Alvino hanya mengangguk pelan dan lagi- lagi ia tersenyum.
Sepertinya kita harus mencatat berapa kali Alvino tersenyum saat berbicara dengan perempuan mungil ini.
Melihat lutut dan siku perempuan itu terluka membuat Alvino berinisiatif untuk pergi ke minimarket.
"Bisa tolong tunggu di mobilku sebentar? Aku akan pergi sebentar ke minimarket itu," ucapnya pada perempuan mungil itu sembari menunjuk minimarket yang tak jauh dari tempatnya sekarang berdiri.
Perempuan mungil itu hanya mengangguk membuat Alvino langsung membantunya untuk berdiri.
Namun ia malah salah fokus dengan pakaian pendek prempuan mungil itu membuat ia berdeham sekilas dan memalingkan mukanya sembari membantu perempuan itu untuk masuk ke dalam mobilnya.
"Saya akan menunggu di sini saja tuan, sembari menunggu teman saya," tolaknya kala Alvino hendak membukakan pintu mobilnya.
Alvino hanya mengangguk lalu melepas jaket hitamnya.
"Udaranya sangat dingin, kakimu pasti sangat dingin karena pakaianmu pendek," ucapnya dengan sedikit canggung sembari memberikan jaketnya.
Perempuan mungil itu hanya mengangguk dan menerima jaket Alvino.
Dengan cepat Alvino pergi ke minimarket untuk membeli obat merah.
Tak lama ia kembali dan menyodorkan sekantong plastik pada perempuan tersebut.
"Makanlah selagi aku mengobatimu," ucap Alvino membuat perempuan mungil itu langsung membuka kantong plastik tersebut.
Es krim.
"Sudah lama aku tidak makan es krim. Terima kasih," ucapnya dengan tersenyum manis membuat Alvino diam- diam membasahi bibirnya untuk menahan rasa gemasnya saat ini.
"Di mana rumahmu?" tanya Alvino sembari mengobati siku perempuan tersebut.
"Dekat halte blossom, setelahnya terowongan kereta bawah tanah," jawabnya membuat Alvino hanya manggut- manggut.
"Bahaya jika kamu pergi seorang diri malam- malam begini, di mana orang tuamu?" tanya Alvino sembari meniup luka yang ia usap dengan obat merah tersebut.
Alvino melirik perempuan mungil itu yang tampak diam tak menjawab apapun.
"Orang tua saya tewas kecelakaan, saya hanya sebatang kara," jawabnya dengan pelan.
"Maaf aku tidak bermaksud untuk membuatmu sedih," ujar Alvino yang merasa tak enak hati sekarang ini.
"Tidak apa- apa, saya sudah terbiasa," jawabnya membuat Alvino lalu menyudahi untuk mengobati luka perempuan tersebut.
Keduanya lalu mengobrol panjang, lebih tepatnya Alvino yang mewawancarai perempuan tersebut untuk menggali informasi tentang dirinya.
"Nah itu teman saya," seru perempuan mungil itu sembari menunjuk laki- laki tinggi jangkung yang tengah mengendarai sepeda menghampiri mereka.
Alvino memicingkan matanya kala pria yang menghampiri perempuan mungil itu.
"Shakila, kamu tidak apa- apa?" tanyanya dengan cemas dan langsung memeriksa tubuh Shakilla.
"Enggak papa Van, tuan ini sudah mengobatiku," jawabnya sembari asyik menjilati es krimnya.
Revan lalu menatap Alvino dengan sedikit tak suka.
"Oh ya tuan, teman saya sudah datang, anda bisa pergi sekarang," ujarnya pada Alvino.
Alvino hanya mengangguk dan melemparkan senyuman manis pada perempuan mungil itu.
Alvino hendak beranjak dari duduknya namun tertahan saat Shakila memanggilnya.
"Boleh saya minta nomor ponsel tuan? Mobil tuan lecet, saya harus menggantinya saat sudah punya uang," ujarnya pada Alvino.
Alvino hanya tersenyum dan berteriak dalam hatinya sekeras mungkin.
Keduanya lalu saling bertukar nomor membuat Revan terlihat sinis pada Alvino.
"Kalau begitu, aku pulang dulu. Sampai jumpa besok lagi," pamit Alvino yang diangguki oleh Shakila dengan senyuman semanis pabrik gula.
Alvino berjalan begitu cool lalu masuk ke dalam mobil.
Brak
Setelah berada di dalam mobil, Alvino berteriak tanpa suara sembari menggigit bajunya.
Alvino menghembuskan napas pelan lalu kembali ke sikap semula, cool dan cuek.
Namun, saat ia melihat sekilas Shakila yang begitu menggemaskan ketika makan es krim saat ini, ia kembali berteriak tanpa suara sembari menggigiti stir mobilnya.
"Bagaimana bisa ada perempuan secantik dia, arghhhhh," teriaknya lirih sembari memukuli stir mobilnya dengan gemas.
Karena kaca jendelanya gelap dan tidak tembus pandang dari luar jadi Alvino tak merasa malu ketika bertingkah gila di dalam mobilnya.
"Kenapa ia tak juga menjalankan mobilnya?" gumam Revan yang begitu sinis pada Alvino.
"Ssst, biarin mungkin lagi telponan," seru Shakila sembari menepuk sekilas lengan Revan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASI untuk Bayi Mafia
Teen FictionEl Zibrano Alemannus, duda muda beranak satu dengan paras yang begitu rupawan dan mempesona. Menjadi miliarder di usia muda membuat wanita manapun mengantri untuk menjadi ibu susu putranya. Sayang sekali, tuan muda El yang tampan nan bejat bersumpah...