[Prosa(sa)ya; Karangan Bebas Tanpa Kaidah Mencinta]

259 4 0
                                    


==========

Entah kali ke-berapa kata-kata tak henti menggoda mendung di mata yang bersikukuh bertahan menahan jatuh rintik di kertasku. Rindu semena-mena, hanya bisa memaksa kubuat puisi atau kuteguk bersama secangkir kopi. Aku malas melangkah ke dapur, aku buat puisi.

Lagi, aku hilang.
Menelusuri huruf-huruf, memilih yang mana aku, dia, cinta, luka, sendu, rindu, lupa, tapi tidak untuk berhenti, entah di mana ia bersembunyi atau memang aku malas mencari.

Aku betah duduk termenung
menunggu hujan jatuh
biasanya aku akan keluar berpura-pura mengambil jemuran, lalu meraba gerimis berusaha mengira-ngira yang sebenarnya ingin disampaikannya pada bumi tapi sudah lama matahari menyombongkan diri membuatku gerah hingga kujatuhkan penaku.

Kertasku masih kosong.
kata-kata sudah menumpuk dalam dada siap membangun istana megah, penantianku dayang setia, egoisku pengawal hebat. Hati bahagia miliki semuanya walaupun masih tanpa dia, istanaku tidak memiliki raja, aku enggan diberi gelar ratu. Lalu, istanaku untuk apa? Aku robohkan kata-kataku, kertasku masih kosong.

Aku tidak pernah menghitung puisiku
aku sibuk menutup jendela
mencegah angin menggerakkan tirai kamar berusaha mengintip tulisan sebuah nama di balik seluruh kertas puisiku.

Tidak akan semudah itu.

Aku menyimpan rapat rahasiaku.
Aku menghapus jejakku dalam segala perihal satu nama itu dengan cara
menyebar pecahan puisi-puisiku, berantakan, aku tidak memberi tema yang sama. Hari ini aku malas menyapu, kubiarkan serpihan kaca pecahan puisiku tergeletak di lantai kamar. Aku hendak tidur, bangkit dari kursi, berjalan ke kasur, kakiku berdarah. Kebanyakan serpihan kaca di kakiku adalah puisi fiktif, aku mahir dalam hal itu, tapi kini mereka melukaiku.

Aku butuh kembali menulis, puisi menyembuhkanku.

Aku masih tahu betul bagaimana dia benci membaca maka itu membebaskanku untuk menulis. Hingga aku bercita-cita menjadi penulis, mengarang kisahku dengannya, berharap bisa bahagia, berpura-pura lebih tepatnya.
Aku bercita-cita menjadi penulis, mengenggam kata-kata lalu aku bebas berkisah tentang siapapun, dia, ibunya, ayahnya ataupun jaketnya. Ternyata masih saja aku terkekang dengan segala perihal dia. Jadi aku buang cita-citaku menjadi penulis.

Aku ingin menjadi apa?
seseorang yang dia cinta.

Sial.
tulisanku berakhir harapan, lagi.

-A-
ig: pemadamrasa

Sajak LiarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang