Kami tersungkur diam dalam tinta penamu yang perih menggores tubuh kami
Adalah dasar hirarki dari kamu yang gemulai melukis indah mimpi mimpi kami
Ladang ladang hijau kan menjadi segemilau emas emas dalam etalase kaca
Kebahagiaan kami yang tidak pernah lebih mahal dari jubahmu telah terjual dalam kata kata
Tidak banyak cacat dari tubuh kami yang kamu corat coret di atas kertas
Berujung muara kehidupan yang malu malu kepada dunia sampai sekarang sudah tandas
Yang merusuk hingga kedalam sukma tubuh kami yang mulai biru dan gersang memanas
Sudah kering bait bait mimpi yang kamu lempar dari balik meja
Kering menggerogoti setiap hasta dari tubuh kami
Kerontang harapan kami membiru di atas kematian kami sendiri
Habis sudah mimpi indah kami pada hidup ini
Terseok menyeret kejujuran dari ujung hutan sampai kehadapan peradaban
Diperas habis seluruh kental darah merah dari tubuh kami yang mati
Janji dari kamu adalah sebagai obat penenang dari sakitnya distorsi yang harus dinikmati
Janji dari Tuhan adalah sejatinya nikmat dari kami yang dihadiahi kematian
Pujangga yang elok meliuk liuk di atas batu nisan kami
Murah hati berlomba melantunkan mantra mantra seusai kurung batang berlabuh
Bermulut hitam beraromakan melati kamboja pekuburan
Emas menjadi penggiring sunyi di ujung mimpi yang berterbangan
Di balik syahdu malam sunyi suara kami merdu memanggil manggil keadilan
Meja reyot dalam pekarangan menjadi pemandu mayat yang menggigil di pinggir jalan
Hingga putik bulan luruh kepada surya yang kesetanan
Kami terseok seok menjinjing harapan yang sudah kamu berikan atas nama kemanusiaan
Mati adalah jalan yang lebih baik dari pada menelan dusta dunia yang menyesatkan
Tuan adalah raja dalam kisah hidup yang mengangkangi arahan Maha Sutradara
Puan adalah sejatinya kebodohan yang menemati kematian tuan puan sendiri dalam fana
Adalah sengsara jiwa jiwa kami yang tercecer dalam tingginya peradaban tuan puan sekalian
Sebenar benarnya derita adalah kami yang ditindih mimpi dari dinginnya paku bumi
Kematian menjadi sahabat yang paling sejati dalam keadilan yang hakiki
Patriarki dalam tubuh yang kami bopoh sudah membusuk semenjak mimpi mimpi kami mati
Dalam jalan yang panjang menjemput keadilan dalam tingginya suara demokrasi
Tubuh kami yang dahulu subur kemayu memanjakan jutaan sanubari demokrasi
Demokrasi dalam tubuh negara ini sudah disuntik mati.
Sebelum Fajar Demokrasi, 19 April 2017
oleh : A. Arramiz
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajak Liar
PoesiaHanya sekumpulan sajak yang dapat mewakili semua isi hatiku yang tak dapat aku ungkapkan~ happy reading yaa :) rfrns: sajakliars@gmail.com