2.

30.4K 816 9
                                    

Kesal sekali rasanya mendengar keputusan Ayah yang mau memindahkan ku ke Jogja dan tinggal bersama Kak Sandi. Sejak kecil aku tidak pernah berpisah dari orang tua ku. Namun sekarang Ayah malah mau memisahkan aku dari dirinya.
Bosan rasanya dirumah seperti ini. Sepertinya aku harus merilekskan pikiran ku dengan berjalan-jalan di luar rumah bersama Sandra.

Dert...dert...

"Ya halo. Ada apa?". Jawab ku sambil mengikat tali sepatu.

"Lu udah dirumah kan? Gue kesana ya!".

"Gue mau keluar Hen. Lu enggak usah kesini!." Jawabku ketus.

"Telat ! Gue udah didepan buruan keluar panas ini." Bentaknya.

"Bawel. Iya gue turun."

Niat hati ingin pergi bersama Sandra tapi semua itu digagalkan sama Hendri. Pria itu memang menyebalkan. Aku segera turun untuk menemuinya yang sudah kepanasan di bawah sana.

Aku meletakan bokong ku di atas jok motornya. Bokong ku sedikit pegal karena harus menungging di atas motornya, karena motor miliknya tipe ninja yang membuat para pria begitu bahagia ketika payudara wanita yang diboncengnya menempel lekat pada punggungnya. Tidak untuk ku. Aku mempunyai cara untuk mensiasatinya agar payudara ku tidak menempel pada punggungnya. Motor pun berjalan menjauhi rumah ku menuju ke sebuah mall di bilangan Jakarta selatan ini.

Hendri itu salah satu teman dekat ku. Aku dan dia hanya berteman tidak ada rasa yang lain selain rasa teman. Entah kalau dia punya rasa apa, katanya teman-teman yang lain dia menyukaiku. Aku tidak ambil pusing dirinya yang menyukai ku, biarlah itu menjadi urusannya hatinya, aku berpura-pura saja tidak tahu, toh dia tidak menyatakan cinta nya kepadaku.

Di mall aku hanya berputar-putar hingga akhirnya sampai dibioskop. Aku akhirnya menonton sebuah film horor. Sebenarnya aku malas untuk menonton tapi karena paksaan Hendri akhirnya aku menurutinya. Selama film diputar Hendri mencuri kesempatan untuk menggenggam tangan ku namun aku selalu menepisnya. Sepertinya dia peka akan penolakan yang ku berikan.

Film pun selesai di putar saatnya untuk keluar dari bioskop. Aku dan Hendri mencari kafe untuk mengisi perut yang sedari tadi berdendang minta di isi. Acara makan selesai, kita memutuskan untuk pulang. Diperjalanan aku hanya bercanda ringan saja dengannya. Perasaan ku masih kesal karena Ayah akan mengirimku ke Jogja. Semoga saja itu salah.

"Hen. Gue mau dipindahin ke Jogja sama Ayah."

"Lah, kenapa?" Hendri terkejut mendengar ucapanku.

"Katanya biar gue jadi gadis yang gak badung lagi, dan gue bisa berubah jadi gadis yang lebih baik lagi." Jelasku

"Yah. Bakal kangen dong sama lu, Za "
"Heleh. Kayak pernah kangen aja lu. Dah ah gue turun ya udah sampai. Makasih ya udah ngajak jalan-jalan." Aku turun dari motornya kemudian melambaikan tanda perpisahan.

Hendri yang terlihat kaget dengan keputusan ku yang akan pergi ke Jogja merasa gundah gulana. Dia yang tahu aku mau dipindah aja begitu apa lagi aku yang ngalamin kan kesel banget.

Hari sudah malam. Cukup lama aku pergi dengan Hendri. Ketika masuk ke rumah aku melihat Ayah yang sudah menatap ku tajam dan dingin. Sepertinya Ayah benar-benar kesal kepada kelakuan ku sehingga dia dengan cepat memutuskan perpindahan aku ke Jogja.

"Moza. Bereskan keperluan mu. Besok malam kamu di antar Mama ke Jogja. Ayah akan ke sekolahan mu besok untuk mengurus perpindahanmu."

"Yah. Cepet banget. Terus Moza pindah sekolah dimana?" Tanyaku dengan memanyunkan bibirku.

"Sekolah mu di Jogja sudah di urus sama Kak Sandi. " Balas Ayah.

Aku hanya bisa pasrah dengan keputusan Ayah. Percuma kalau aku menentangnya bisa-bisa aku di pindah ke London ke tempat Tante Sisi. Itu malah tambah parah, bisa gila aku tertekan hidup disana. Tante Sisi galak dan ketat nya melebihi Ayah dan Kak Sandi. Lebih baik Kak Sandi masih ada baiknya meskipun kadarnya sedikit.

Keesokan harinya, aku berangkat ke sekolah bersama Ayah. Hari ini hari terakhir aku bersekolah di sini. Ayah akan mengurus perpindahan ku ke Jogja. Payahnya diriku yang hanya bisa pasrah menerimanya.

Sesampaianya di sekolah aku bercerita kepada Sandra mengenai masalah ku. Dia merasa terkejut mendengarnya. Aku dan Sandra juga akan berpisah. Meskipun aku baru setahun sekolah disini aku sudah merasa nyaman.

"Moza!, kamu jadi mau pindah ke luar kota ya?". Seru Bagas dari di sampingku.

"Iya. Kenapa?".

"Yah, cewek badung di sekolah ini berkurang dong. Enggak seru masak kamu nurut aja di pindahin. Cewek badung bisa takut juga ya sama Papanya HaHaHa..". Bagas tertawa lebar mengejeku.

"BERISIK!. Eh. Biar dikata gue cewek badung tapi gue masih patuh ya sama orang tua.". Belaku dengan bertolah pinggang memandangnya.

Kesal sekali rasanya mendengar ejekan dari Bagas barusan. Aku memang cewek badung tapi setidaknya aku masih menjadi anak yang penurut sedikit kepada orang tuaku. Hari ini aku tidak mengikuti pelajaran di sekolah sampai jam pulang, sebab Ayah sudah selesai mengurus perpindahan ku dan aku ikut Ayah pulang. Sandra yang melihat aku berpamitan dengan teman sekelas dan guru pun menangis.

Sesampainya dirumah aku hanya diam mendengar ceramah Ayah. Banyak sekali petuah yang harus ikuti selama tinggal disana. Daripada membuat Ayah makin murka aku lebih memilih untuk kembali ke kamar ku. Semua barang keperluan ku sudah kurapihkan. Jam tiga sore nanti aku terbang ke Jogja bersama Mama. Entahlah sampai kapan aku akan berada disana.

Love Me Like You DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang