15.

18.7K 509 5
                                    

Hari ini aku bisa merehatkan sejenak otak ku dari pelajaran sekolah. Minggu ini aku tidak acara jadi aku akan bermalas-malasan saja dirumah. Aku akan mempersiapkan sarapan pagi untuk Kak Sandi. Nasi goreng kornet adalah hidangan sederhana kesukaannya, semua sudah tersaji di atas meja makan.

"Kakak. Bangun dong!". Aku membangunkan Kak Sandi yang sedang berfantasi ria dengan mimpinya.

"Iyaa, Kakak bangun. Jam berapa sekarang Za?." Jawabnya.

"Jam 07.05 pagi. Buruan mandi, terus sarapan.". Perintah ku.

"Ampun deh, kesiangan gue. Awas Za!". Kak Sandi langsung melompat dari atas kasurnya menyibakan selimutnya dan menuju ke kamar mandi.

"Ini minggu tau!"

"Justru karena minggu. Aku ada meeting pagi ini di luar. Kamu kenapa banguninya kurang pagi si Moza.". Balas Kak Sandi dari dalam kamar mandi.

"Yee, mana ku tau kalau kakak ada meeting. Suruh siapa semalem telfonan sampe pagi." Jawabku yang kemudian pergi keluar dari kamarnya.

Kak Sandi memang cowok sibuk. Di usia mudanya yang masih berusia 23 tahun dia sudah diberikan 1 perusahaan oleh Ayah dan harus mengurusnya sendiri tanpa bantuan Ayah. Itu menjadikan dia semakin sibuk. Mungkin karena kesibukannya juga yang membuat dia sekarang tidak terlalu galak dan menyebalkan kepadaku, tapi semua ini justru membuat ku kesepian. Kak Sandi sudah selesai mandi dia terlihat terburu-buru, jadi dia tidak sempat menyempatkan waktunya untuk sarapan.

Hari  ini aku sendirian di rumah. Sungguh membosankan. Sepertinya pergi keluar untuk sekedar shopping atau jalan-jalan menikmati suasana minggu pagi di kota Jogja bukanlah hal yang buruk. Aku bergegas mengambil kunci mobil di kamar. Sepertinya aku akan bermain ke rumah Nisa.

CEKLEK!.

"Hai.". Sapa seseorang dari balik pintu.

"Ngapain kesini?. Kak Sandi enggak ada " Jawab ku ketus.

"Baby, aku enggak pingin ketemu sama Kak Sandi. Tapi aku mau ketemu kamu." Jawabnya.

"Adit. Gue mau pergi, kalau lu mau masuk yaudah sana sendirian." Aku menutup pintu dan berjalan menuju mobilku.

"Eit, tunggu demen banget si ninggalin. Gue ikut dong." Rengeknya dengan kebiasannya yang suka menarik tanganku.

"Lu tu ya, hoby banget narik tangan gue." Aku menghentikan langkah ku dan kembali membuka pintu untuk masuk.

Mood ku berubah menjadi buruk. Sekalinya aku akan tetap pergi percuma saja, aku pasti tidak akan bisa menikmatinya dengan senang. Hal yang menyebalkan sudah menyambut ku dipagi hari yang cerah ini. Adit, cowok yang selalu membuat mood ku buruk itu mengikuti diriku masuk kedalam rumah.

Ku tempelkan bokong ku di sofa ruang tengah dan menyalakan televisi sekedar untuk menghilangkan kekesalan pagi ini. Namun tetap saja Adit mengikuti diriku, malah saat ini dia duduk tepat di sampingku. Aku memutuskan untuk pergi ke dapur, membuat cokelat panas kesukaan ku.

"Ngapain si ngekor terus!. Udah diem di sana." Aku mendorong Adit yang mengekor di belakang ku mengikuti ke dapur.

"Gue kangen baby sama lu makannya gue kesini. Raut wajah lu tuh ya selalu teriang di pikiran gue apalagi setiap gue bangun tidur sama mandi. Ah gue bayangin kalau lu ada di samping gue baby." Jelasnya dengan memandangi ku yang sedang sibuk berkutik dengan gelas.

"Dasar cowok sange!. Nih kopi buat lu biar ilang tu sangenya." Aku memberikan segelas kopi kepadanya yang di sambar dengan cepat.

Cup

"Morning kiss Baby." Adit mengecup bibirku sekilas.

"Kampret. Demen banget nyosor-nyosor bibir gue." Aku mencubit perut Adit dengan kencang.

"Awww Ah.." Adit malah mendesah.

Pusing rasanya melihat tingkah laku Adit yang menyebalkan. Pagi-pagi sudah datang membawa kesialan. Mimpi apa semalam kedatangan dia pagi ini. Aku menjauh dari dirinya yang terlihat menyeramkan pagi ini. Dia seperti ingin memangsa ku hidup-hidup. Lebih baik menonton acara kartun daripada harus mengobrol bersama dirinya.

Aku hanya fokus untuk menonton tv, tak ku pedulikan Adit yang sedang sibuk sendiri. Tiba-tiba saja Adit mendekat dan merebahkan kepalanya pada pangkuan ku. Apa yang sedang dia lakukan. Aku memcoba melepaskan sandran kepalanya tapi dia tetap saja bersikukuh ingin tidur di pangkuan ku.

"Lu bener-bener brengsek Dit." Umpat ku kepadanya.

Dia hanya membalas dengan senyuman andalanya.

Dengan sangat terpaksa aku membiarkan Adit pada posisi seperti ini. Dia terlalu keras kepala untuk di bangunkan. Aku hanya memandang fokus acara televisi ini, sedangkan Adit bercerita dengan alur yang entah kemana. Bercerita mengenai kegiatan futsalnya, persuhaan modenya bahkan dia juga sempat menceritakan tentang diriku.

"Baby,". Adit menatap diriku.

"Moza!'." Balasku tegas.

"Ya tapi aku lebih suka memanggil mu dengan Baby. Kau tahu Baby, kamu terlalu cantik dan sexy untuk menjadi model ku."

"Iye gue tahu kalau gue cantik. Lagian siapa juga yang mau jadi model lu, kalau bukan karena terpaksa juga gue ogah." Balasku.

"Tapi aku seneng kok, ya meskipun itu terpaksa tapi kamu tetep mau kan jadi model HaHaHa. Baby, kamu itu cocoknya jadi Nonya Aditya Tama Hermawan. Ah pasti aku sangat bahagia melihat mu setiap hari bersama ku. Kau tahu Baby, kamu sudah membuat diriku jatuh cinta. Kau harus tanggung jawab."

"Tanggung jawab? Emang gue ngebuntingin lu apa?". Aku memandang sinis.

"Tanggung jawab balas rasa suka aku dong Baby. Kalau hamilin mah itu kewajiban aku. Ayok kita bikin sekarang." Adit terbangun dari pangakuan ku dan mendekatkan dirinya padaku.

"Ah apaan si. Enggak lucu!." Aku mendorong Adit agar menjauh dari diriku, tapi apalah daya ku yang tidak kuat merobohkan pertahanan Adit yang kuat.

"Moza, I Love You." Adit menatap mata ku dalam.

Entah apa yang kurasakan sekarang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah apa yang kurasakan sekarang. Rasa ini sungguh berbeda ketika aku melakukanya di sekolah waktu itu. Saat ini aku merasakan kebahagian dan kenyamanan. Adit membuat ku lebih nyaman dan tidak terlalu agresif, sehingga aku juga bisa menikmatinya dengan tulus.

"Sorry Moza. Aku selalu lepas kontrol saat bersama mu.". Adit sedikit menjauh dari ku.

Aku merasa sedih saat Adit melepaskan ciumannya, mungkin aku merasa kurang. Aku hanya diam memandangnya, aku tidak berani untuk memulai maupun memintanya lagi. Daripada terlihat salah tingkah, aku langsung menuju ke dapur untuk mencuci muka supaya aku sadar dari apa yang ku lakukan barusan. Hatiku masih berdetak tak karuan merasakan rasa manis yang ditinggalkan oleh Adit.

Tak lama setelah aku meninggalkannya, Adit menghampiriku di dapur. Dia memeluku ku dari belakang, memeluku dengan sangat erat. Aku kembali tidak bisa berkutik dibuatnya. Aku hanya bisa menikmati setiap sentuhan yang dia berikan. Entahlah aku tidak tahu perasaan yang sebenarnya terjadi pada ku saat ini. Mungkin aku sudah tersambar petir cinta darinya. Aku tidak tahu pastinya.

Love Me Like You DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang