29.

13.5K 350 0
                                    

Kring... Kring.. Kring...

Jam weker ku terus berbunyi. Aku membuka mata ku secara paksa. Kemarin aku sangat merasa lelah setelah pulang sekolah aku langsung pemotretan sampai sore dan malamnya aku diajak pergi Adit ke sebuah acara rekan bisnisnya. Hari yang melelahkan.

"Mampus gue udah jam 7 kurang 5 menit.!." Aku melompat dari ranjang dan langsung menuju ke kamar mandi.

Tidak butuh waktu lama karena aku hanya menggosok gigi dan cuci muka. Sudah sangat terlambat jika harus mandi. Ku semprotkan parfum ke tubuhku supaya terkesan harum.

"Kak Sandi...." Aku berteriak memanggil Kak Sandi namun tidak ada sahutan. Biasanya dia selalu membangunkan ku. Kemana dia sepagi ini, tegannya dia tidak membangunkan aku.

Aku mengambil setangkap roti untuk mengisi perutku yang keroncongan. Ku lihat ada sebuah catatan kecil untuk ku di atas meja makan.

Moza. Kakak harus keluar kota selama 2 hari. Jaga diri baik-baik ya!. Awas kamu bikin ulah selama Kakak pergi !!!.

Ternyata Kak Sandi pergi ke luar kota. Itu artinya aku sendirian dirumah, menyebalkan sekali. Aku harus bergegas sampai ke sekolah. Ku lajukan gas mobil ku dengan cepat.

Sampai di sekolah, sudah pasti gerbangnya ditutup. Seperti biasa incaran ku adalah gerbang belakang sekolah. Pertama-tama aku melemparkan tas punggungku, karena hari ini terlalu banya isinya dan berat, kedua aku mengangkat rok ku dan bersiap untuk melompat.

"Huh pas banget !."  Pendaratan ku sempurna. Aku keberatan menggendong tas punggungku. Setiap hari rabu buku pelajaran terasa begitu banyak harus ku bawa.

Aku berlari sekuat tenaga untuk segera sampai di kelas. Sebenarnya percuma saja aku berlari kencang, karena pasti aku akan tetap mendapat hukuman dari Pak Wandi. Sampainya dikelas, ku ketuk pintu dan langsung disambut dengan tatapan tajam dan sinis.

"Kamu tidak perlu melangkahkan kaki lebih jauh kedalam kelas karena kamu sudah terlambat 15 menit kamu. Moza, silahkan keluar dari kelas saya dan hukumannya kamu harus membersihkan toilet." Perintah Pak Wandi dengan suara lantang dan aku mengangguk sebagai jawaban dari perintahnya.

Tanpa meletakan tas ku terlebih dahulu, aku langsung menuju ke toilet. Pagi hari aku sudah mengalami kesialan seperti ini. Dengan sangat terpaksa aku melaksanakan hukuman ini. Jangan tanya Adit bagaimana responnya. Dia hanya tertawa mengejek melihat aku di marahi Pak Wandi. Ternyata sikap menyebalkannya belum hilang.

2 jam berlalu. Aku sangat lelah mengerjakan ini semua sendiri. Aku menyandarkan tubuhku di bangku panjang depan toilet. Mataku kembali mengantuk dan sedikit tertutup, tapi aku mencium parfum seseorang di sebelahku.

"Capek banget ya. Ini buat kamu!". Memberikan sebotol air mineral untuk ku.

Aku tersenyum dan menerima pemberiaannya. "Makasi ya Bayu. Eh emang lu enggak ada kelas?".

"Gue jam pertama olah raga Za. Pas gue lewat enggak sengaja liat lu lagi duduk di bangku sini. Pasti lu dihukum karena telat kan?."

"Iya gue telat. Kesiangan bangunnya." Jawabku.

"Besok gue jemput gimana? Biar enggak telat aja gitu." Ajaknya.

"Gue yang bakal jemput Moza". Suara dari arah sebelah kanan ku.

"Adit". Aku melirik dirinya yang tiba-tiba sudah berdiri di sini tanpa aku tahu kapan dia datang.

Kebiasaan Adit ketika Bayu sedang mengobrol dengan ku. Dia langsung saja menarik ku menjauh darinya. Lebih baik aku menurut dan diam. Bukan karena aku takut pada Adit hanya karena aku tidak mau menjadi masalah antara Bayu dan Adit. Aku tidak mau Adit dihukum karena berkelahi dengan Bayu.

Aku mencoba menenangkan Adit yang terlihat kesal. "Dia cuman ngasih aku minum. Aku enggak macem-macem sama dia. Udah ya, aku enggak mau ada acara ngambek-ngambekan gini."

Adit seperti anak kecil kalau sedang cemburu. Selalu ngambek dan memperlihatkan wajah kesalnya kepadaku. Butuh extra sabar menghadapinya. Untung saja mood dia cepat membaik jadi aku tidak terlalu lama membujuknya.

"Baby. I'm Sorry." Ucapnya dan dengan kecepatan kilat Adit langsung menyambar bibirku. Melumat habis miliku dengan agresif. Dia tidak memberikan aku sedikit ruang untuk bernapas. Adit mendobrak pertahanan bibirku, memaksa masuk untuk menguasai ruangan dalam bibirku. Kami pun beradu saliva dengan nikmat.

Ciuman itu semakin agresif dan intim. Adit semakin mencium ku ke bagian leher dan  dia membuka 2 kancing atas seragam ku. Memperlihatkan payudara ku yang terbalut bra berwarna putih. Desahan demi desahan tak tertahan dan dengan sendirinya keluar dari ucapku. Untung saja Adit menarik ku ke dekat gudang sekolah yang berlokasi dibelakang dan sepi dari jangkauan para siswa maupun guru.

Aku sedikit mendorong tubuh Adit agar menjauhi ku." Stop Dit. Nanti keterusan."

Adit menurut dengan ucapan ku. Dia membenahi kancing baju ku yang terbuka karena ulahnya.

"Merah semua deh. Ah kamu si!". Aku melihat bekas kemerahan di sekujur dada ku akibat ulahbAdit. Untung saja didalam jadi tidak diketahui orang lain.

"Terusin nanti ya dirumah. Sandi lagi keluar kota kan?". Balas Adit menggandengku keluar dari dalam gudang.

"Huuu mau nya kamu mah diterusin. Iya Kak Sandi keluar kota".

"Kamu nginep aja ya di apartemen ku, Baby!." Ajaknya dengan tatapan memelas.

Aku mengangguk tanda setuju. Aku tidak suka kalau merasa kesepian itu membuat ku frustasi, jadi aku mengiyakan ajakan Adit untuk tinggal di apartemennya sampai Kak Sandi pulang. Sekaligus aku bisa berduaan dengan Adit. Sesekali bermanja dengannya kan tidak masalah.

Sepanjang lorong koridor aku dan Adit bercanda bergurau bersama. Dia selalu menggenggam jemari ku. Padahal aku sangat merasa risih, aku tidak merasa enak kalau ketahuan guru tapi Adit dia sangat cuek dengan kondisi sekitar.

"Moza." Panggil seseorang.

Aku menengok karena ada seseorang memanggilku. Ternyata dia

"Hai Rista. Ada apa memanggilku." Sapaku.

"Tak apa hanya ingin menyapamu saja Moza. Hai juga Adit." Rista melayangkan semyum sapanya kepada Adit.

Aku melihat Adit yang diam dan tidak menyahuti sapaan dari Rista. Kebencian dan kekecewaan terpancar jelas pada raut wajah Adit saat ini. Aku berada di antara Adit dan Rista sekarang, kondisi ini membuatku sedikit canggung. Bagaimana tidak aku sekarang bersama Adit dan bertemu dengan Rista yang tak lain adalah mantan kekasih dari pria yang aku cintai saat ini. Aku disini dapat melihat dengan jelas pandangan Adit dan Rista saling beradu. Di satu sisi Adit memperlihatkan tatapan kebencian sedangkan Rista dengan tatapan memohon dan memelas.

'Oh Tuhan. Harus bagaimana aku ini?." Batin ku.

Love Me Like You DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang