76.

9K 274 25
                                    

Selesai meeting aku tidak pulang ke rumah tapi kembali ke apartement ku. Aku merasa lelah sekali hari ini. Aku akan tidur lebih cepat dari biasanya. Masalah ujian biarlah aku pikirkan besok. Otak ku sudah tidak mampu untuk berpikir lagi. Aku memilih untuk tidur.

KRING KRING KRING...

Jam weker ku terus saja berbunyi. Ku lihat dan ternyata sudah jam 7 kurang.

"Mati lah gue telat" Aku bangun dari ranjang dan segera beres-beres berangkat ke sekolah.

Sesampainya disekolah aku bersyukur karena masih diperbolehkan mengikuti ujian meskipun terlambat 5 menit. Keberuntungan masih berpihak kepadaku. Aku mengerjakan soal dengan sedikit terburu-buru dan akhirnya selesai juga.

Hari ini aku sedikit santai karena tidak ada pekerjaan yang begitu menuntut ku bekerja lebih cepat. Aku berjalan menuju lapangan futsal dan di jalan aku melihat dengan jelas Moza berduaan dengan Bayu. Aku menghampirinya dan kembali terjadi perdebatan antara aku dan Moza. Kali ini emosi menguasai aku dan Moza sehingga perdebatan semakin sengit. Moza menampar diriku dengan kencang. Baru pertama kali ini aku ditampar oleh Moza dan bertengkar hebat dengannya. Moza kembali meninggalkan aku disini. Aku mengacak-acak rambutku frustasi.

Aku menatap penuh kebencian kepada Bayu. Aku mendorong keras kepada dirinya kemudian pergi meninggalkannya. Masalah ku semakin rumit dengan Moza. Daripada semakin pusing karena masalah ini, aku memutuskan untuk pulang.

Di apartemen aku mencoba menelpon Moza tapi nomor dia tidak aktif. Aku duduk berdiam di teras depan apartement. Aku merenungkan semua ucapan Moza barusan. Moza mengeluarkan segala perasaan dihatinya. Tamparan yang diberikannya membuatku sadar. Aku kembali mengingat satu per satu masalah yang membuat hubungan ku semakin merenggang dengan Moza. Ku tatap cincin pertunangan yang melingkar indah di jari manis ini. Meskipun aku berdebat dengan Moza dan hubungan ku merenggang aku sama sekali tidak melepaskan cincin ini dan tidak ada niatan untuk memutuskan hubungan dengannya.

Aku tahu masalah ini sebenarnya hanya karena kesalah pahaman semata. Aku sadar kalau aku harus segera menyelesaikan masalah ini dengan Moza. Mengingat niat ku untuk menikah setelah ujian nasional dengan Moza tapi kalau hubungan ku terus menerus seperti ini dan aku terus saja egois pada diriku. Aku bisa kehilangan Moza untuk selama- lamanya.

Aku berinisiatif pergi ke rumah Moza. Saat ini aku sudah sampai tapi ternyata kondisi rumahnya sepi tidak berpenghuni. Aku kembali menelpon Moza tapi tidak tersambung. Handphonenya masih saja dalam jaringan sibuk. Aku menelpon Nisa untuk bertemu dengan dirinya.

"Nisa " Aku memanggilnya dan menghampirinya yang tengah duduk di dekat jendela kafe ini.

"Ada apa Dit tumben lu minta ketemu sama gue ?" Tanya Nisa.

"Gue mau tahu info tentang Moza dong. Kenapa si hanpdhonenya susah banget dihubungin? Dia sibuk pacaran sama Endra apa sama Bayu." Kataku penuh tanya.

"Sembarangan banget ngomongnya. Semua itu enggak bener ya, Moza enggak pacaran selain sama lu. Dia sengaja matiin handphonenya biar enggak di ganggu sama mereka. Lu si sibuk selingkuhan sama Rista jadi kudet kan lu. Eh, sekalian mumpung gue ketemu sama lu disini gue mau tanya sama lu. "

Aku mengeryitkan dahiku mendengar ucapan Nisa barusan. "Gue enggak selingkuh ya. Mau tanya apa lu?".

"Maksud lu apa si waktu itu ngedorong Moza sampai jidatnya luka. Lu mabuk berat ya waktu itu sampai-sampai tega bikin Moza celaka. Kasihan tahu karena lu jidatnya harus dijahit ya meskipun cuman dikit si jahitannya. Gue enggak abis pikir kalau orang mabuk bisa nekat gitu. Pantas aja Moza ngelarang gue mabuk". Jelas Nisa. Aku semakin bingung dengan ucapan Nisa.

"Kapan gue nyelakain Moza ? Tunggu gue inget-inget. Jidatnya Moza bukannya cuman di plester ya lagian kan juga kata lu cuman karena kepentok. Hari itu kan malamnya gue pergi ke club dan gue ingat waktu itu gue memang mabuk. Kalau enggak salah pas gue mabuk ada cewek deketin gue dan nyuruh gue pulang tapi karena gue juga lagi kesel dan emosi ya gue dorong aja itu cewek. Jangan bilang kalau cewek itu Moza ? " Tanya ku antusias kepada Nisa. Nisa hanya mengangguk membenarkan ucapan ku barusan.

Aku menatap tajam ke arahnya. Nisa yang sepertinya peka akan tatapan ku dia membuka suara dan menceritakan semua kejadian yang sebenarnya terjadi malam itu. "Ih Adit tolol, yang di dorong lu itu emang Moza. Lu lihat sendiri kan jidatnya pakai plester. Gue si waktu itu cuman duduk di bar karena enggak boleh turun ke dance floor sama Moza. Nah pas kita pulang karena gue penasaran banget sama luka yang ada si jidat Moza gue kekeh tanya terus ke Moza dan akhirnya dia mau berterus terang ke gue. Dia bilang pas turun ke dance floor dia ketemu sama Endra sepupu lu itu dan dia nunjukin kalau lu lagi minum berduaan sama Rista. Moza datang dah nyamperin lu. Eh malah lu dorong dia". Jelas Nisa. Aku merasa menjadi pria paling bodoh saat ini. Bisa-bisanya aku melukai gadis yang ku cintai.

Aku menanyakan keberadaan Moza kepada Nisa dan dia memberitahu kalau saat ini Moza ada di rumah sakit dia kembali dirawat karena menderita anemia. Mendengar Moza sekarang terbaring dirumah sakit aku langsung meninggalkan Nisa dan melaju ke rumah sakit dimana Moza dirawat.

Dengan sigap aku langsung turun dari mobil dan menuju kebagian resepsionist untuk menanyakan dimana ruangan Moza dirawat.  Setelah aku tahu keberadaanya aku langsung menaiki lift dilantai 3. Saat aku keluar dari lift aku bertemu dengan Sandi. Sepertinya dia baru keluar dari ruangan Dokter.

"Sandi " Ku panggil dirinya. Dia memandang ke arahku dan menghampiriku.

Diseretnya diriku ke bagian lorong rumah sakit yang cukup sepi dari pandangan semua orang.

"BRENGSEK YA LU DIT. Kenapa lu nyakitin adik gue !!" Sandi menghajar diriku. Menghujani dengan beberapa pukulan. Dia terlihat sangat marah kepadaku. Aku sengaja tidak melakukan perlawanan kepadanya, aku membiarkan Sandi memukuli ku dengan puas karena aku sadar aku memang salah.

"Gue akui gue salah Ndi. Gue datang kesini karena buat minta maaf sama Moza. Terserah lu mau mukul gue sampai babak belur atau mati sekalipun tapi gue mohon ijinin gue buat ketemu sama Moza. " Aku mencoba melepaskan cengkraman Sandi yang sangat erat pada bagian leherku.

"Gue udah pernah bilang sama lu. Kalau sampai Moza netesin air mata barang setetes aja dan gue tahu itu karena lu gue akan bikin perhitungan sama lu Dit. Moza enggak pernah nyakitin lu tapi kenapa lu bikin dia harus balik lagi kerumah sakit buat kedua kalinya. Begini cara lu cinta sama Moza HAH ?? ". Bentak Sandi memukul perut ku.

Aku terkapar lemas dibuatnya tapi aku masih sanggup untuk berdiri dan bertemu dengan Moza didalam sana. Sandi terus saja menghujani diriku dengan beberapa pukulan. "STOP SANDI ! Gue tahu gue salah dan gue bodoh karena baru sadar kesalahan gue selama ini. Gue sadar kalau selama ini gue terlalu terbakar cemburu dan selalu nuduh Moza yang sebenarnya enggak dia lakuin. Gue emang udah nyakitin dia dan enggak sengaja bikin dia masuk ke rumah sakit gini. Pliss Sandi ijinin gue masuk ketemu sama Moza gue mau minta maaf sama dia. Gue mau akuin segala kesalahan ke dia. Gue mohon Ndi !" Aku bertengkuk lutut di bawah Sandi. Berharap Sandi mengijinkan ku untuk menemui Moza dan menjelaskan segala kesalahan ku yang membuat masalah ini menjadi serumit ini dan aku tidak ingin bertele-tele dalam penyelesaiannya.

Sandi masih saja mengepalkan tangannya dan sepertinya dia masih belum puas menghajarku.

"Gue mohon Ndi. Gue enggak mau selamanya nyakitin Moza. Gue mau minta maaf sama dia. Ijinin gue Ndi buat ketemu Moza. Kalau didalam Moza ngusir gue itu enggak apa dan gue akan pergi". Aku kembali membujuk Sandi.

"Oke gua ijinin lu buat ketemu sama Moza. Tapi awas kalau sampai terjadi apa-apa sama dia lagi ". Ucap Sandi memberiku ijin.

Syukurlah Sandi masih berbaik hati untuk mau mengijinkanku dan aku segera berlari dan menuju kamar Moza. Ku usap tetesan darah yang mengalir dibagian sudut bibirku dan bagian lain karena hantaman dari Sandi. Ku atur napasku agar terdengar normal. Hari ini masalah harus selesai, semoga saja Moza mau memafkan ku.

CEKLEK !

Aku membuka pintu dengan perlahan. Terlilesu,Moza terbaring dengan lemas memakai seragam pasien rumah sakit ini. Sebelah tangan kirinya tersambung selang infus. Wajah cantiknya terlihat lesu bibir merah nya terlihat sangat pucat.

Aku memberanikan diri untuk menggenggam tangan Moza yang sekarang teraba dingin. Moza tertidur  namun aku tahu sebenarnya dirinya tidak merasa nyenyak dalam tidurnya. "Moza.." Kata ku lirih.

Love Me Like You DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang