37.

12.1K 338 9
                                    

Hatiku perih melihat kejadian di lapangan tadi. Aku tidak menyangka Adit berbuat seperti itu. Dugaan ku salah selama ini, aku pikir Adit sudah melupakan Rista dan sudah tidak memiliki rasa dengannya, tapi nyatanya dia berciuman di depan mataku bersama Rista. Aku berlari menuju ke kelas.

Aku mencoba menahan air mataku agar tidak jatuh membasahi pipi ini. Aku tidak mau terlihat cengeng didepan orang banyak.

Nisa menghampiriku dan duduk memeluk diriku. "Nisa, gue liat kejadian di lapangan tadi. Mungkin Adit lepas kontrol Za. Dia mungkin enggak sadar kalau itu Rista. Kondisi dia lagi lelah Za, konsentrasi dia pasti turun."

"Gue enggak apa-apa kok Nis. Udah ya, gue males bahasnya." Jawabku.

Bel istirahat berbunyi, pelajaran berikutnya sudah siap menyambutku. Adit masih latihan di lapangan, sehingga dia belum bisa mengikuti pelajaran ini. Aku merasa itu adalah kesempatan yang bagus, karena aku sedang tidak ingin bertemu dengannya. Melihat wajahnya mengiangatkan kejadian tadi.

Tak terasa jam sudah menunjukan pukul 2 siang. Sebentar lagi bel pulang akan berbunyi sebagai tanda jam sekolah selesai. Aku sudah merapikan semua perlengkapan sekolah ku ke dalam tas. Bersiap untuk pulang .

Aku keluar dari kelas menuju ke gerbang sekolah untuk menunggu jemputan ku. Aku meminta Kak Sandi untuk menjemputku karena posisi dia yang sedang diluar kantor dan dekat dengan sekolahku. Aku sudah berdiri di depan gerbang sekolah menunggu Kak Sandi datang, tiba-tiba ada yang menarik ku.

Aku hampir terjatuh karena tarikan darinya yang begitu kuat. " Aduh duh sakit. Apa si ?"

Adit menarik ku kedalam gerbang sekolah. "Aku mau njelasin semua kejadian tadi Baby. Aku enggak.."

"Aku udah liat, enggak usah dijelasin lagi ya. Aku mau pulang." Aku menjawab dengan santai dan melepaskan genggaman Adit.

"Tapi yang kamu liat itu salah. Kejadianya bukan gitu, Moza. Ayo aku antar aja!." Adit menarik ku ke parkiran mobilnya.

Tin.. Tin..

Suara klakson mobil Kak Sandi berbunyi memanggilku. Aku pun menoleh ke arahnya.

"Iya aku yang salah karena aku ada di lapangan disaat kamu lagi ciuman sama Rista. Udah ya sayang, Kak Sandi udah jemput. Aku mohon  kamu jangan hubungi aku dulu ya!". Aku meninggalkan Adit menuju ke mobil Kak Sandi.

"Moza.. " Adit berteriak memanggilku. Namun aku tidak menggubrisnya.

Aku masuk ke dalam mobil. Melihat Adit yang masih berdiri memandangku dari posisi tadi. Kak Sandi melihat raut wajahku yang seakan ingin menangis mengelus rambutku. "Apapun masalahnya, selesaikan dengan baik dan bersikap dewasa lah dalam menangani nya ya Dek."

Aku menangis mendengar ucapan Kak Sandi. Hatiku sangat sakit, namun aku tetap berbicara santai kepada Adit. Mobil pun berjalan menjauhi Adit yang masih diam terpaku.

ADIT POV.

Hari ini adalah jadwal ku berangkat sekolah, namun di saat aku sedang belajar tiba-tiba aku mendapat pesan dari Pak Bowo untuk melakukan latihan futsal. Aku sudah mulai sering untuk berlatih, karena 1 minggu lagi pertandingan antar sekolah diadakan. Aku pun keluar kelas untuk menuju lapangan.

Tim elang sudah berkumpul semua disini, saatnya untuk memulai latihan. Aku disini sebagai Kapten harus bisa menghandel semua permainan ini. Seperti biasanya jika ada latihan futsal, lapangan ini dipenuhi penonton terutama para siswi perempuan. Mereka bersorak-sorak memanggil nama ku, namun aku tidak terlalu memperdulikannya.

Sudah 2 jam aku berlatih, kini saatnya untuk beristirahat. Aku harap Moza datang menemui ku karena ini sudah jam istirahat. Aku mengambil handuk dan mengelap tubuhku yang penuh dengan peluh keringat. Aku melihat Rista membawakan air minum kepadaku dan aku menerimanya karena aku lupa tidak membawa air minum sebelum latihan. Ketika aku sedang minum, aku merasa ada seseorang dibelakang ku sedang mengusap tubuhku dengan pelan. Aku membalikan tubuhku untuk mengetahui siapa yang melakukannya. Ternyata dia adalah Rista. Tatapan ku bertemu dengannya, aku melihat sorot mata Rista yang sendu, senyum yang manis. Sorot wajah Rista seakan menghipnotis diriku, membuat ku teringat akan masa lalu ku saat bersamanya. Dulu disaat aku sedang menjalin kasih dengannya. Rista selalu ada menemani ku latihan dari awal sampai akhir, dia meminta ijin untuk tidak mengikuti pelajaran hanya karena ingin menemaniku dan dia selalu membuatkan ku salad tomat untuk ku makan disaat waktu latihan usai.

Rista semakin dalam menatap diriku, aku pun terbuai dengan tatapannya, dia berbisik "Sayang. I Miss You".

Rista memeluk ku, hangat pelukannya masih terasa sama dengan 1 tahun yang lalu. Aku merasa nyaman di pelukannya, hingga Rista mencium bibirku dengan lembut. Aku yang terbuai mengikuti permainan ini dan membalas ciuman bibir Rista dengan agresif. Aku merindukannya. Benar-benar merindukannya saat ini.

Durasi ciuman ku dengannya cukup lama, karena aku rindu dengan sentuhannya. Aku tak peduli dengan semua orang yang menatap ku di lapangan ini. Mereka sudah mengenal bagaimana sikap ku. Ciuman ini terpaksa terhenti karena terdengar suara benda yang terjatuh. Semua orang melihat ke arah sumber suara, begitu juga dengan diriku dan Rista. Terlihat dengan jelas seorang gadis memandang ke arah ku dengan raut wajah terkejut dan kemudian dia berlari meninggalkan tempat ini. Dia adalah Moza yang berdiri di dekat tempat duduk para penonton. Aku tidak melihat Moza berdiri disana karena posisi dia sedikit tertutup baliho yang berada didepannya. Aku yakin Moza berlari pasti karena dia melihat ku dengan Rista berciuman.
Aku langsung mengejar Moza dan memanggilnya, tapi dia tetap berlari menuju ke kelas.

Aku tidak bisa mengejarnya karena Pak Bowo memanggilku untuk memulai latihan ini lagi. Rista pergi begitu saja setelah mencium dan melihat Moza berlari. Keparat Rista !!.

Bel pulang sekolah berbunyi, aku segera menuju ke kelas menemui Moza untuk menjelaskan semua kejadian tadi. Saat ini pasti Moza marah dan kecewa kepadaku. Benar saja dugaan ku kalau Moza marah dan merasa kecewa, tapi meskipun dalam suasana marah Moza masih biasa menahan amarahnya dengan berbicara santai kepadaku. Aku dapat melihat dengan jelas Moza mencoba untuk tidak menangis didepan ku.

Belum sempat aku menjelaskan semua kepadanya. Moza meminta ku untuk tidak menghubungi nya dulu, kemudian dia pergi memasuki mobil Kak Sandi. Aku melihat mobil Kak Sandi menjauhi diriku sedangkan aku masih terpaku di sini. Aku mengacak-ngacal rambutku, aku merasa frustasi dengan ucapan Moza yang melarang ku menghubunginnya. Aku memang pria bodoh yang sudah membuat Moza terluka.

Handphone ku berbunyi, ku buka dan membaca pesan baru itu.

Sandi.

'Setetes air mata Moza udah jatuh dan itu artinya lu harus tanggung jawab atas perbuatan lu yang udah nyakitin adik kesayangan gue, Adit !.'

Sandi mengirimi ku pesan, memberi tahu kalau saat ini Moza sedang menangis. Aku semakin frustasi dengan keadaan ini. Aku mencoba menelfon handphone Moza namun yang mengangkatnya adalah Kak Sandi.

"Kalau lu cuman bisa bikin Moza nangis, lebih baik lu bubar!." Jawab Sandi dengan tegas.

"Gue enggak..." belum selesai aku berbicara, sambungan telepon sudah terputus.

Love Me Like You DoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang