Marvella segera menyalakan komputer yang ada diatas mejanya begitu ia meletakkan tas di kursi. Ia berniat pergi ke toilet saat matanya menangkap secarik note yang ditempel di atas keyboard. Dua bulan bekerja di tempat ini, Marvella memahami kebiasaan wanita itu. Atasannya, Karissa Tasanee suka menggunakan sticky note untuk menyampaikan sesuatu yang tidak urgent atau saat Marvella tidak ada di mejanya. Kemarin sore saat Marvella pulang, tidak ada sticky note apapun di mejanya.
Chata Capital Corporation merupakan perusahaan multi-nasional yang bergerak di bidang sumber daya alam, properti, finansial serta transportasi. Askari Reyes Saatatya Tanuwidjaja kini menjadi pemegang saham dan presiden eksekutif Chata Capital Corporation yang berada di bawah TJ Group. Ia menggantikan ayahnya – selama ini sudah berkiprah selama tiga puluh tahun di Chata Chapital Corporation – yang kini menjadi Executive Chairman TJ Group. Marvella sendiri tidak melanjutkan kontraknya dengan Syntax Consultant, perusahaan multi – nasional konsultan manajemen yang mempunyai konsultan dari delapan puluh persen perusahaan terbesar di dunia. Ia memilih pulang ke Indonesia, melamar posisi assistant manager finance dari Chata Corporation.
Marvella mengambil sticky notes itu dan menyimpannya di laci. Ia kemudian pergi ke toilet, baru dua puluh menit kemudian ia berjalan ke ruangan Karissa.
"Kamu yang temani Pak Albert ya, Marvella," itu yang dikatakan Karissa kepadanya setelah ia masuk dan duduk di kursi. "Sekretarisnya cuti dan Pak Albert meminta saya mengirim orang untuk membantunya."
"Saya, Bu?" tanya Marvella sekali lagi memastikan.
Karissa Tasanee, wanita yang sudah bekerja di Chata Corporation selama enam tahun itu menjawab pertanyaan Marvella. "Iya, meeting dengan Head of Marketing startup dari Chicago. Bisa, kan?"
"Bisa, Bu."
Karissa yang sebelumnya sudah menjelaskan tentang pertemuan ini mengenai investasi startup ini mengangguk puas. Chata Corporation adalah perusahaan konglomerasi pertama di Indonesia yang memulai investasi di startup dan masih terus berlangsung sampai sekarang. Sementara itu, meeting ini akan membahas untuk kerja sama pendirian perusahaan e – commerce yang distribusinya dimulai di Asia Tenggara.
"Saya percaya dengan kamu Marvella. Kinerja kamu selama dua bulan ini terus meningkat pesat. Saya tidak tahu kenapa kamu meninggalkan posisi kamu di Syntax – itu adalah tempat yang sangat baik, terjamin dan impian banyak orang– dan memilih melamar di perusahaan ini."
Marvella tersenyum dan segera mengundurkan diri dari ruangan itu sebelum pembicaraan mereka semakin melebar. "Saya permisi dulu, Bu."
___
Marvella menggerutu pelan saat ia melihat nomor Alberto Muljana terpampang di layar ponselnya. Lima menit terakhir sejak ia turun dari mobilnya di parkiran, pria itu sudah menelponnya sebanyak tiga kali. Ia segera menempelkan benda itu ke telinga kirinya.
"Kamu dimana, Marvella? " tanya Alberto Muljana begitu Marvella menerima panggilannya.
"Saya baru masuk ke mall ini, Bapak. " jelas Marvella dengan sabar. Albert adalah pria tidak sabaran, seolah – olah Marvella terlambat satu jam ke meeting ini. Marvella kemudian melihat jam tangan yang ada di pergelangan tangan kanannya, ia menahan untuk tidak menghela napas panjang saat melihat meeting ini akan dimulai tiga puluh menit lagi.
Marvella masih berusaha menetralkan napasnya setelah berlari dari basement parkiran. Entah kenapa meeting yang harusnya dilaksanakan di kantor berubah tempat menjadi Pacific Place. Membuat Marvella terburu – buru menyiapkan segala sesuatu dari kantornya. Sekretaris Albert sendiri kalang kabut membuat reservasi mendadak untuk pertemuan itu.
"Lantai lima ya," kata Albert untuk memastikan lagi setelah ia menyebutkan bistro Jepang yang cukup terkenal. Kemudian atasannya mematikan telepon secara sepihak sebelum Marvella mengiyakannya.
Keluar dari lift, Marvella segera mencari bistro yang dimaksud Albert. Saat ia berjalan beberapa langkah, ia sangat yakin orang yang dia lihat di Pacific Place sekarang adalah Nadine Faye bersama dengan seorang laki laki yang berjas rapi. Marvella kemudian menyapa terlebih dahulu setelah ia mendekatinya.
Nadine melambaikan tangannya sembari terus tersenyum. "Marvella, ini teman aku, Denya Saputra. Denya, ini Marvella."
"Denya."
"Marvella," sahut Marvella sambil menjabat tangan pria itu.
Marvella menatap lelaki yang bersama Nadine itu . Ia hanya memakai heels tujuh senti hari ini, namun ia masih harus mengangkat kepalanya lebih tinggi untuk melihat wajah Denya. Pria itu bermata cokelat dan terkesan ramah. Ia terlihat santai dan bersahabat saat menjabat tangannya.
"Denya menjadi groomsman di pernikahanku dan kami akan pergi makan siang untuk membicarakannya. You can join us, Marvella," tawar Nadine.
Marvella menggeleng pelan. "Tidak, Nadine. Terima kasih atas tawarannya. Aku sedang ada janji dengan atasanku untuk meeting di sini."
Nadine mengangguk dan sedikit memutar tubuhnya agar menghadap kea rah Denya. "Dia bekerja di Chata, Nya."
Denya mengangkat sebelah alisnya karena ia tertarik. "Really?"
"Dia adiknya Saka. Sama seperti Atha yang pernah kuceritakan ke kamu," lanjut Nadine seolah – olah ia dan Atha memiliki hubungan yang dekat.
Marvella tersenyum tipis. Ia merasakan ponsel yang ada di saku blazernya bergetar dan tanpa ia lihat ia tahu siapa yang meneleponnya. Marvella kemudian mengambil ponsel itu dan mengenggamnya. "That is true, Denya. By the way, aku benar –benar harus pergi sekarang karena atasanku menunggu. See you, ya. Nice to meet you, Denya."
"You too, Marvella."
___

KAMU SEDANG MEMBACA
Récrire
ChickLitRécrire | Galaxy's Series #2 ©2019 Grenatalie. Seluruh hak cipta.