76 - Setenta Y Seis

9.4K 638 42
                                    

"Aw," teriak Marvella saat sebuah bola secara tidak sengaja manghantam kepalanya saat ia sedang berdiri membelakangi lapangan basket dan berbicara dengan temannya.

"Aduh." Marvella kali ini memegang kepalanya. "Aku pusing," tambah Marvella sebelum guru olahraga yang sedang mengajar kelasnya hari ini mendekati posisinya yang berdiri dan memastikan keadaannya.

Sementara itu Saka segera mengoper bola basket yang awalnya ada di tangannya sendiri saat melihat teman perempuannya kini dikerubungi beberapa orang, termasuk guru olahraga kelasnya yang sedang menjadi wasit pertandingan basket. Permainan kelas mereka berhenti – dan tanpa berpikir panjang Saka segera melihat keadaan Marvella.

Marvella bersikeras bahwa ia baik-baik saja saat Saka akhirnya tiba di kerumunan itu. "Sekarang menjadi merah, Nak."

Marvella menutup bekas hantaman itu, "Saya hanya harus kembali ke kelas, Pak."

Saka berlutut didepan Marvella dan meraih pergelangan tangan perempuan itu, ia mendesis saat melihat dahi Marvella yang memerah, "Hmm, dahinya merah dan kamu tidak baik-baik saja, L."

"Saka, diam."

Saka mengabaikan panggilan Marvella dan mengalihkan pandangan ke guru olahraganya, "Dibawa ke klinik saja daripada nanti pingsan di samping saya, Pak. Bisa berdiri, L? Atau dituntun?"

Lima menit kemudian dengan bantuan guru olahraga mereka, Marvella akhirnya dibawa ke klinik sekolah. Saka meninggalkan pelajaran olahraganya dan menemani perempuan itu hingga sekarang hanya ada mereka berdua setelah dokter klinik sekolah memeriksa memar di dahi Marvella.

"Masih sakit?" tanya Saka entah keberapa kalinya.

Marvella yang sedang mencoba tidur untuk meredakan pusing di kepalanya hanya mengangguk pelan. "Iya."

"Dan sebelum kamu bertanya lagi – sana kembali ke kelas, Sak. Aku mau tidur dan sekarang tidak bisa tidur kalau kamu terus-terusan bertanya." Marvella memejamkan matanya tanpa menunggu jawaban darinya dan mau tidak mau Saka akhirnya kembali ke kelasnya.

Dua jam kemudian bunyi pintu yang dibuka dengan terburu-buru membuat Marvella yang sedang duduk menoleh ke arah sumber suara dan hanya tersenyum saat melihat Saka yang membuka pintu itu.

"Oh," Marvella mengangkat alisnya saat Saka masuk ke klinik sambil mengatur napasnya. "Habis lari-lari ya?"

"Kepalanya masih sakit?" tanya Saka saat ia tidak menjawab pertanyaan Marvella.

Marvella menggeleng, ia mengurai rambut panjangnya untuk menutupi memar di dahi walau itu tidak begitu berhasil. "Habis ini aku mau kembali ke kelas."

"Benjol ya? Kepalaku pasti aneh," kata Marvella sambil terus menatap Saka yang sudah berdiri di samping ranjang klinik.

Saka menepuk bahu Marvella, "It's okay. Jarang-jarang kan kepala kita benjol."

"Benjol karena bola basketnya teman kamu, Sak. Konyol sekali."

"Ya nanti aku marahi dia," kata Saka dengan sekenanya dan itu membuat Marvella tertawa karena ia baru saja berpikir kalau mereka berdua terlihat seperti anak kecil.

Marvella yang sedang duduk di pinggiran ranjang klinik sekolah kemudian mencoba berdiri dan Saka tidak dapat menahan keterkejutannya melihat perempuan ini. "Kamu mau apa?"

"Kembali ke kelas, kan kamu sudah ada disini. Pegang tanganku cepat."

"Duh, kan bisa tidur disini sampai pulang nanti, L," gerutu Saka kepada Marvella namun ia tetap menggenggam tangan Marvella untuk membantunya berdiri.

RécrireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang