87 - Ochenta Y Siete

10.2K 816 140
                                    

Marvella sedang memegang gelas minumannya saat ia melihat kearah pintu kamar yang membuka dan mendapati sekretaris Askari Tanuwidjaja datang dari luar kamar. "Darek."

Darek yang baru saja selesai mengurus administrasi Marvella di Singapore Guardian Centre kemudian menganggukkan kepalanya. "Selamat pagi, Maam."

"Saka sedang ke kantin rumah sakit, Darek. Tidak bertemu dengan dia di koridor?" tanya Marvella kepada Darek karena ia yakin Saka baru keluar dari kamar ini. Ia sudah mengganti baju pasiennya dengan blus putih sederhana dan celana jeans karena dua jam lagi ia diperbolehkan pulang setelah menginap selama dua malam di SGC.

"Tidak, Maam. Apa saya harus menyusul beliau ke bawah?"

Marvella setelah menggeleng dengan santai, "He's not child, jadi biarkan saja."

Sekali lagi Marvella memanggil nama pria itu, "Darek."

"Ya, Maam?"

Marvella tetap memegang gelas diatas pangkuannya. Ia penasaran dengan satu hal namun terlalu sungkan untuk menanyakannya ke Saka setelah ciuman pertama mereka kemarin. Darek yang berdiri didepannya adalah opsi yang lebih baik daripada Saka. "Kamu kenal dengan nama Terry?"

"Terry – who, saya tidak ingat nama belakangnya, Darek."

Darek Iram tentu terkejut dengan pertanyaan dari istri atasannya karena alasannya datang kesini adalah mengurusi permintaan khusus Saka kepada Pillar Pte Ltd., namun ia berusaha untuk tidak terlalu menunjukkannya. "Tidak, Maam. Apa perlu saya carikan?"

"I have search on internet dan hanya menemukan beberapa nama yang random, Darek. It's okay. Aku hanya penasaran karena seingatku kemarin lusa Saka berbicara dan menyebutkan namanya."

Sekali lagi Marvella mengedikkan bahunya karena ia rasa penasarannya sudah hilang, "Tentu saja aku tidak ingat nama belakangnya, Darek. Mungkin karena itu aku tidak menemukan jawaban yang membuatku tahu siapa Terry – aku memang pelupa."

_____

Saka hanya memandang punggung Marvella yang sudah berjalan lebih cepat darinya dan sudah berada didepannya. Wanita itu memasang ekspresi datar – berbeda seratus delapan puluh derajat saat satu jam yang lalu wanita itu terlihat panik saat mereka di rumah sakit.

Yeah, ia tahu Marvella marah kepadanya.

Saka memegang kepalanya sendiri yang masih pusing dan baru menyadari kemejanya yang sedikit basah – ia yang sudah berada di kamarnya sendiri kemudian mengganti kemeja dengan piyama dan segera meminum obatnya sendiri. Hari ini ia sangat lelah dan ditambah dengan demamnya, ia menjadi lemas dan tidak mempunyai tenaga. Saat akan masuk ke dalam selimut, sama seperti kebiasaan setiap malamnya, ia mencari benda yang selalu ia gunakan di malam hari – laptop – dan setelah menemukan keberadaan laptop itu di atas mejanya ia berpikir untuk menggunakan laptop itu di atas ranjangnya sendiri.

Dua jam kemudian Marvella membuka pintu kamar Saka sepelan mungkin agar tidak menimbulkan suara, ia masuk kedalam kamar itu dan menatap sekeliling – tempat yang tidak pernah ia dekati bahkan ketika pertama kali Saka membeli rumah itu karena ia tahu siapa yang akan menempati kamar terbesar di rumah Saka ini – Marvella cukup maklum ketika pakaian yang sebelumnya dikenakan Saka tercecer di lantai. Marvella kemudian mengambil kemeja dan celana itu, menaruhnya di keranjang kotor sebelum ia lupa untuk melakukannya.

Marvella mendekati ranjang Saka, ia melihat wajah pria itu yang pucat dan seringkali mengernyitkan dahinya. Ia menggelengkan kepalanya tak percaya saat menyadari ada laptop dengan layarnya yang terbuka berada disamping pria itu.

RécrireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang