24 - Veinticuatro

13.9K 1K 28
                                    

Saka membalikkan badannya untuk melihat wanita yang baru saja mengatakan hal yang konyol baginya. Ia kini melupakan masakannya yang masih di atas kompor, "Kenapa?"

"Karena aku mencintai kamu."

"Teh yang kamu buat itu kadaluwarsa, El? Atau kamu benar – benar terbebani dengan banyak pekerjaan sampai error seperti ini? Kalau iya, aku akan meminta kepada atasan kamu untuk memberikan kamu kelonggaran."

"Saka, aku serius."

"Aku lebih serius, Marvella Kathleen Tjahjadi. Suasana hatiku sedang baik bukan berarti kamu bisa mengatakan omong kosong seperti itu. You know what, kamu baru saja merusak moodku."

Saka kemudian berhenti berbicara kepada Marvella untuk mematikan kompor. Ia memasukkan bumbu – bumbu ke dalam mangkuk.

Sementara itu Marvella kembali menatap punggung Saka. Punggung pria itu kokoh, ia tahu karena Saka masih melakukan rutinitasnya seperti bermain tenis dan anggar. Marvella sudah biasa melihat Saka yang membelakanginya, hal yang sama ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. "Lamaran yang baru aku katakan kamu anggap omong – kosong?"

"Adikku baru saja mengatakan hal yang tidak mungkin terjadi, mungkin karena dia terlalu lelah sehingga semua kata – kata yang keluar untuk selanjutnya adalah tetap hal yang mustahil."

"Kenapa kita menikah disebut hal yang tidak mungkin terjadi? Ada yang salah disini? Saka, kamu tidak perlu melihatku sebagai adik kamu lagi. Let's cross the line."

Marvella berdiri dari kursinya dan ia berdiri disamping Saka yang terlihat menyibukkan diri. Ia tetap berbicara kepada Saka walaupun pria itu tetap mengacuhkannya. "Maksudku, aku bosan kamu anggap sebagai adik saja. Ayo keluar dari zona ini dan berbicara selayaknya pria dan wanita yang dewasa. Aku mencintai kamu dan aku sedang melamar kamu – it's not a classy or romantic way, ayo kita menikah."

Saka tetap mengabaikan Marvella, ia menganggap lalu kata – kata wanita itu untuk kesekian kalinya. Ia mencari alat yang meniriskan mie yang baru matang ini, gerakannya terhenti saat sebuah tangan mengulurkan penjepit makanan. Saka lalu menerima uluran barang itu dari Marvella dengan diam, ia berusaha menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat.

"Aku single, kamu juga. Kita cocok, kan?"

Saka meletakkan panci kotor itu kedalam bak cuci piring. "Marvella, what are you talking about? Hari ini adalah hari yang berat bagiku setelah press conference dan kukira aku bisa sedikit terhibur di tempat ini, sudah selesai berbicara tidak masuk akalnya?"

"Apa yang aku bicarakan sangat masuk akal, Saka. Ayo menikah."

Saka yang sudah selesai mencampur mie dengan bumbunya kemudian meletakkan mangkuk itu ke meja yang paling dekat dengannya. Ia lalu menggeser badannya agar menghadap Marvella.

"Tidak masuk akal seperti yang lainnya, El! Seperti aku yang berusaha membujuki agensi Nadine agar tidak melakukan press conference demi perusahaan, atau aku yang berusaha untuk membiarkan infotainment memasang wajahku di hot topic mereka – "

" Marvella, please stop. Aku sangat lelah dengan semua ini – please."

Marvella tersenyum tipis. Ia menipiskan jarak diantara mereka dan memeluk pria itu sambil menepuk pelan punggungnya. "Seperti itu yang aku maksud, Saka. Kamu tidak benar – benar harus terlihat kuat kalau kamu sendiri sudah pada batasnya. Life is always hard, tidak pernah ada zona yang benar – benar nyaman."

"El - "

Marvella berbisik, "Kamu tidak salah ketika benar – benar lelah dalam fase ini, Saka. Nadine meninggalkan luka yang besar, kan? I know that because I know you very well, let's fix your trauma."

"Kamu tidak baik – baik saja, kan? It's fine if you not okay, I will hold you."

...

"Menikah dengan kamu bukan jalan keluarnya, Marvella. Kita cukup dalam batasan adik – kakak, don't cross the line that we have created so far."

"Kamu yang membuat garis itu selama ini."

"Kamu sepertinya tidak mengerti - "

Marvella melepaskan pelukan diantara keduanya, kontak seintim ini sangat jarang dan ia berharap pria itu tidak mendengar detak jantungnya yang berdegup kencang. "Heal, so that your new relationship is not someone who mirrors your trauma."

"Hubungan baru mana yang kamu maksud? Kamu?"

"Setelahnya aku," jawab Marvella seolah – olah ia sangat yakin dengan jawaban lamarannya kepada Saka.

"Jadi maksud kamu pernikahan yang akan kita jalani hanya main – main? Aku tidak suka hal yang sangat sakral dijadikan permainan, terlebih kamu."

Saka berdecak karena ia muak dengan pembicaraan mereka. Ia sudah lupa tentang kepulangan Atha yang bisa saja datang sewaktu – waktu. Saka memejamkan matanya sejenak sebelum ia membuat jarak diantaranya dengan wanita ini. "Marvella, aku tidak sedang dalam suasana bercanda."

"Aku juga."

Marvella menatap begitu dalam mata Saka yang terlihat lelah, ia sudah menyadarinya sejak ia dan Saka berdebat beberapa hari yang lalu. "Aku serius ketika aku mengajak kamu untuk menikah dengan aku, Askari. Looking for someone I can call 'home', dan kata – kata aku yang kamu dengar hari ini, itu benar – benar serius."

____

RécrireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang