60 - Sesenta

10.7K 728 29
                                    

Marvella menghindari orang-orang yang berlalu lalang, tidak mudah untuk menemukan ayahnya ditengah pesta seperti ini. Membutuhkan waktu lima menit baginya untuk menemukan Raphael yang sedang berbicara dengan beberapa pria, ia mempercepat langkahnya untuk menghampiri meja itu. "Hi, Papa."

"Hi Papa?" Raphael Tjahjadi mendongak dan mengerutkan keningnya saat Marvella, anak perempuannya menghampiri dengan begitu santai. TIga pria yang berbicara didepannya kemudian undur diri saat tahu Raphael memerlukan waktu untuk berbicara dengan putrinya, Marvella.

Marvella tersenyum sopan kepada tiga pria itu dan setelah mereka pergi, ia mencium pipi Raphael, "Hmm, jas Papa bagus. You look handsome, Pa."

"Tentu saja, Marvella."

Marvella menoleh ke sekelilingnya. "Mana Mama?"

"Sedang berbicara dengan temannya – mungkin. Kamu terlihat kurusan – ada apa dengan tubuh kamu?"

"Pa, aku memakai gaun hitam ini dan terima kasih karena Papa memuji hasil dietku."

"Mana suami kamu, Marvella? Dia tidak datang malam ini?" Raphael yang mengenakan tuxedo navy mendesis saat ia tidak menemukan Saka baik disamping atau dibelakang Marvella. "Papa ingin menghajar suami kamu kalau dia tidak datang seperti ini."

"Jangan dong, Pa." Marvella berpura-pura memasang ekspresi marah kepada ayahnya dan berkacak pinggang. "Aku tidak mengerti kenapa Papa selalu mencari kesalahan Saka – yang tidak pernah ia lakukan. He's coming tonight dan sedang bersama Grams untuk menemaninya berkeliling, Pa. I leave them dan bukannya lebih baik aku mencari Papa ? Tebak apa yang akan dilakukan Mama kalau Papa berbuat sesuatu kepada menantu kesayangannya."

"Menantu kesayangan?"

Marvella mengangkat bahunya sekilas, "Technically, Atha belum menikah dan menantu kalian hanya satu, Saka."

"Mama kamu sedang marah ke Papa."

Marvella tertarik mendengar berita dari ayahnya setelah ia menyesap wine yang disediakan di pesta itu. "Karena?"

"Banyak hal, Marvella. Salah satunya adalah saat Papa berbicara tentang Theo dan Saka."

"Hmm, aku bisa mengerti maksud Mama. Mungkin hanya jika Papa ingin tahu, Theo Baswara bukan tipeku, Papa. Dia sombong, dingin, galak dan selalu menyusahkanku. Aku dibilang wanita menyebalkan hanya karena aku mengatakan hal yang jujur tentang kacamatanya, Pa." Marvella menyesap kembali wine-nya dan membiarkan Raphael menunggu kelanjutan ceritanya. "Hanya karena dia adalah senior lawyer di law firm milik Mama dan lebih tua dari aku bukan berarti dia bisa berkata seenaknya. But don't worry, he's my friend now."

"So, sebelum siapapun mendengar kita sedang membicarakan orang – let's stop and find another topic, Pa. Kita bisa berhenti membandingkan mereka berdua dan bagaimanapun juga – aku akan tetap memilih suamiku."

"Kamu tahu kenapa kamu bisa mencintainya, Marvella?" tanya Raphael karena ia ingin mengetahuinya. "Papa just want to know."

"Aku melihatnya setiap waktu dan memikirkannya setiap waktu – sama seperti aku memikirkan bagaimana diriku nanti, Pa."

"Jadi kamu mencintainya karena dia selalu ada bersama kamu?"

"Karena kami terbiasa peduli, Papa. Apa cinta yang aku jelaskan sangat mudah?"

"Cinta tidak pernah mudah, Marvella." Raphael menatap dalam mata putrinya. Untuk beberapa saat ia melupakan pesta ini dan memilih untuk menjelaskan beberapa hal kepada Marvella. "Cinta berada di bagian paling kompleks – tetapi juga ada di bagian paling sederhana di awal, dan apa yang sederhana dan kompleks di awal, slowly interchange as time goes on."

RécrireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang