38 - Treinta Y Ocho

9.4K 747 30
                                    

Satu minggu kemudian,

"Latisha akan mengantarkan kamu ke kamar," kata Saka kepada Marvella begitu keduanya masuk ke dalam rumah. Kemudian ia berjalan mendahului Marvella menuju kamarnya yang ada di lantai dua.

"Dan kamu? Kenapa tidak kamu saja?" tanya Marvella.

"Aku lelah, Marvella. Kita tidak berada di kamar yang sama – jadi kenapa aku harus mengantar kamu?"

"Kamar disebelah kamu masih kosong, Saka?"

Saka menggeleng. "Kamar kamu tidak disebelahku, Marvella."

"Tidak boleh di kamar kamu ya, Saka?" tanya Marvella setelah ia berpikir beberapa saat. Ia kemudian mengerti apa yang dimaksud Saka, kamarnya pasti berjarak jauh dengan kamar Saka.

"Sampai bertemu saat sarapan besok." Saka kemudian melanjutkan langkahnya dan tidak membalikkan lagi punggungnya.

Latisha, asisten rumah tangga dari rumah Saka, menghampiri Marvella. Ia menundukkan kepalanya karena segan kepada Marvella yang kini sudah menikah dengan Askari Tanuwidjaja, kemudian ia mengambil alih situasi. "Mari, Bu."

Marvella tersenyum dan mendapati Latisha yang sudah ia kenal sejak dulu bersikap canggung kepadanya. "Panggil saya Marvella seperti biasanya saja, Mbak."

Latisha menatapnya dengan polos dan menjawab, "Kan Ibu sudah menjadi istri Pak Saka."

Marvella berusaha menahan agar ia tidak memutar bola matanya di depan Latisha. "Dari dulu saya sudah sering kesini, kan? Mbak, saya lebih nyaman seperti dulu - sudahlah mbak, panggil Ella saja."

"Saya usahakan ya, Bu. Eh - Mbak Ella. Saya takut nanti kena marah dari Tuan," sahut Latisha.

Marvella menghembuskan napas panjang. "Dia tidak akan marah hanya karena nama panggilan, Latisha. Lebih baik kamu memanggil seperti sebelumnya karena kita sudah salingmengenal cukup lama, bukan?"

Latisha kemudian membawa Marvella naik ke lantai dua. Berbeda dengan kamar Saka yang ada di sisi kanan, Latisha justru membawa Marvella ke sisi kiri. Melewati koridor panjang dan empat kamar tidur kosong, kamar Marvella yang dituju berada di depan ruang keluarga. Cukup jauh dengan kamar Saka.

Latisha membuka pintu kayu berwarna putih itu, dan ia meletakkan tas milik Marvella di meja rias. Tampak ruangan bernuansa warna beige, di tengahnya terdapat ranjan tidur berukuran queen. Dua lampu tidur juga ada di samping tiap sisi tempat tidur, beralaskan nakas. Dindingnya dilapisi wallpaper, sebuah sofa kecil berwarna putih yang diletakkan di dekat jendela menarik perhatiannya. Marvella membuka pintu yang ada di samping kanan kamarnya, dan menyadari bahwa itu adalah walk in closet yang tersambung dengan kamar mandinya.

Marvella maju mendekati jendela besar di kamar itu, dan menyadari kalau balkonnya menghadap ke kolam renang. Ia melihat pemandangan yang tersaji didepannya, dan ia menyukainya. Ini adalah pertama kali baginya masuk ke kamar ini – jika saja ia tahu lebih awal tentang kamar ini, ia pasti akan mengklaim kamar ini sejak dulu.

Detik pertama, Marvella mencintai kamarnya.

Tapi detik berikutnya ia menepis pikiran itu. Kamar ini terlihat bagus dengan interiornya, tetapi hal yang menganggunya di saat yang sama adalah jarak yang cukup jauh antara kamar ini dengan kamar Saka.

Latisha kembali berkata, membuyarkan lamunan Marvella. "Mbak, besok ingin sarapan apa?"

Marvella berbalik menghadap Latisha. "Saka biasanya sarapan jam tujuh bukan? Terserah kamu saja."

"Baik, Mbak."

Marvella kemudian mendekati Latisha, "Biasanya Nadine sarapan dengan Saka?"

Sorot mata Latisha berubah menjadi terkejut. Tidak ada yang berani menyinggung mengenai mantan tunangan Saka di rumah ini selama tiga bulan terakhir. "Eh, eh ... itu - "

"Bu Nadine hanya kadang – kadang sarapan – dia lebih sering sarapan di luar bersama manajernya. Bu Nadine baru sarapan kalau Pak Saka ada dirumah dan memintanya untuk sarapan bersama, atau kalau Pak Saka tidak pulang rumah dan harus pergi ke luar itu berarti Bu Nadine tidak sarapan juga," jawab Latisha sebelum akhirnya ia meminta pamit dari kamar itu.

____

Marvella hanya ingin membuat teh untuk dirinya sendiri, jadi ia pergi ke dapur walau ini sudah tengah malam. Butuh waktu beberapa menit untuknya bisa menemukan panci di dapur itu, kemudian ia menunggu air yang sedang direbusnya mendidih hingga bayangan hitam menuruni tangga dan hampir membuatnya terkejut.

"Kenapa malam-malam pakai kaus hitam, Saka? Ya tuhan, kamu membuatku takut."

Saka menaikkan alisnya. "Ini rumahku."

"Dan kamu baru bersikap seperti hantu pencuri, Saka."

Saka membuka kulkas untuk mencari makanan karena ia lapar. "Hantu pencuri? Aku tidak mungkin mencuri sesuatu di rumahku sendiri, it doesn't make sense."

"Kamu lapar?" tanya Marvella saat Saka sekarang membuka laci atas.

" ... "

Marvella mematikan kompor karena air yang ia rebus sudah mendidih. Ia kemudian menuangkan air panas itu kedalam cangkir yang sudah ia siapkan. "Latisha tadi membuat rica-rica, Sak. Enak sekali loh – kenapa kamu tidak turun untuk makan malam, sih?"

"Aku bekerja."

"Mau rica-ricanya?" tawar Marvella sambil tersenyum geli karena Saka tidak menemukannya.

"Mau," jawab Saka dengan singkat.

Marvella tidak bisa menahan tawanya, jadi ia tertawa sampai puas sambil melihat Saka yang menatapnya kesal. "Aku panaskan dulu, Saka."

Lima menit kemudian setelah Marvella selesai memanaskan rica-rica, Saka langsung mengambilnya bersama nasi yang sudah ia taruh ke atas piring. Ia langsung memakannya di kitchen island karena ia benar-benar lapar.

Marvella meneguk tehnya. "Jam makannya diatur, Saka."

"Aku sibuk," jawab Saka setelah beberapa saat.

"Aku juga – tapi aku masih ingat jam makan yang seharusnya, setidaknya biskuit kalau aku tidak sempat untuk makan siang di kantin atau diluar. Berbeda dengan kamu. Apa Darek tidak mengingatkan kamu untuk makan?"

Saka menggeleng karena ia tahu Darek selalu mengingatkannya untuk makan tepat waktu – hanya saja ia yang selalu memilih untuk menyelesaikan pekerjaannya terlebih dahulu. Marvella menambahkan, "Jadi mulai sekarang, biasakan makan tepat waktu untuk kesehatakan kamu sendiri, Saka. Kamu mungkin sibuk – tetapi kamu akan sakit kalau terus-menerus seperti ini."

Saka mengangguk setelah mendengar kata-kata Marvella, dan apa yang ia lakukan membuat wanita disampingnya tersenyum.

"Dan kamu mempunyai istri sekarang. Jadi tidak hanya Darek yang bisa mengingatkan kamu, biarkan aku juga yang mengingatkan kamu untuk makan. Paham?" kata Marvella dengan yakin.

___

RécrireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang