"So stupid," kata Benedict secara terang-terangan setelah dua puluh menit ia diam dan tidak menyela sedikitpun saat mendengarkan cerita Marvella. Empat minggu yang lalu ia menyadari kejanggalan antara Marvella dan Askari yang terlihat aneh karena mereka berdua tidak pernah bertegur sapa atau makan siang bersama. Membutuhkan empat minggu juga untuknya mencari jawaban dari Marvella yang selalu enggan menjawab pertanyaannya dan lebih seringnya perempuan itu tidak akan melanjutkan pembicaraan mereka saat pembahasannya berubah menjadi Saka.
"Yang kamu maksud Arletta? Yeah, stupid."
Ben menggeleng, "Kalian berdua maksudku, Ella. Arletta Dwija bodoh dengan apa yang dia lakukan kepada kamu – dan kamu juga bodoh karena membuat kecewa orang lain dan mengabaikan perasaan kamu sendiri."
Marvella menegakkan tubuhnya karena ia tidak terima dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Ben. "Why me? I'm telling the true stories not because you can mock me."
Benedict menyatukan kedua tangannya diatas meja dan sekarang berbicara lebih serius kepada Marvella walaupun mereka berdua sedang ada di taman belakang Maria Stella dan cukup banyak siswa yang ada disana. "Let's see, kenapa kamu berkata setega itu kepada Saka?"
"Realistis – I'm nothing, tidak suka dengan perhatian dan tidak suka berurusan dengan fans bar-bar. Cukup dipahami, kan?"
"Tapi tidak harus membuat Saka sakit hati, kan?"
....
"Dan membuat kamu juga sama-sama kecewa, I still remember you told me that you like him."
Marvella melipat kedua tangannya didepan dada setelah menghabiskan susu cokelat yang sebelumnya ia beli di kafetaria. "Cinta monyet – aku tidak serius saat itu. Itu hanya efek pubertasnya seorang perempuan, Ben."
"Tidak serius? Tapi kamu selalu meminta saranku selama dua bulan terakhir. You always find him first untuk makan siang bersama atau bermain tenis dengan dia."
"Setidaknya hargai perasaannya ke kamu, Ella."
"Dengan apa?" tanya balik Marvella kepada Benedict. "Bagaimana aku bisa melihat dia sama seperti sebelumnya kalau dia sudah mengungkapkan perasaannya? Bahkan jika aku menyukai dia I'll never confess my feeling to him –"
Benedict menunggu Marvella melanjutkan kalimatnya. "It's how I keep him as my friend."
Marvella Kathleen Tjahjadi menarik napas panjang dan menggerutu, "I don't want lost him as my best friend, kenapa dia harus jujur?"
"Mungkin karena dia tahu kalau ini semua tentang waktu."
Marvella menatap Benedict tidak mengerti dan ia menaikkan alisnya. "Kamu tidak ingin kehilangan dia sebagai sahabat kamu, Ella. Tapi Saka juga tidak ingin kehilangan kamu sebagai perempuan yang menjadi cinta pertamanya."
.....
Marvella merasakan rasa tidak nyaman di hatinya – namun ia segera mengabaikannya. "Pretending as if we don't know each other is the best choice I've ever made. Aku tidak peduli kalau dengan pilihan ini membuat aku terlihat egois, aku sudah tidak ingin berurusan lagi dengan dia, Ben."
____
Tujuh bulan kemudian,
"Nama kamu Atha?"
"Kanianatha, tolong panggil namaku dengan lengkap."
Arletta mendesis tidak percaya, "Sangat panjang – terlalu rumit."
Atha mengabaikan sindiran Arletta. Ia sedang berada di koridor sekolah dan akan menuju kafetaria saat empat orang perempuan yang ia lihat dari badge mereka – badge kelas tiga, tiba-tiba menghampiri dan menyudutkannya ke tembok. "Aku sedang cari Kak Saka , kamu tahu dimana dia?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Récrire
ChickLitRécrire | Galaxy's Series #2 ©2019 Grenatalie. Seluruh hak cipta.