Darek Iram mengerti apa yang harus ia lakukan ketika seseorang mencari atasannya, Askari Tanuwidjaja. Ia sudah bekerja sejak dua tahun lalu dengan pria itu. Sepanjang yang ia tahu, tidak semua orang bisa menemui seseorang seperti Askari, mengingat setiap jamnya pria itu menghasilkan ratusan ribu dolar. Askari Tanuwidjaja sudah masuk kedalam daftar sepuluh pria terkaya di Asia sejak satu tahun lalu dan dia adalah pria yang sibuk.
Termasuk ketika Perdana Menteri Perancis ingin bertemu dengan Askari, secepatnya. Tristian Chartier sendiri yang menghubungi Saka kemarin malam. Kemudian Askari meminta Darek untuk mengurus keberangkatannya, termasuk menyiapkan pesawat pribadi milik keluarganya untuk dipakai ke Prancis.
"Sir, Anda mau kopi? Esspreso seperti biasanya?" tawar Darek, saat pesawat mereka sudah take off.
Saka menjawab, "Tidak, Darek. Aku akan tidur."
Ia melanjutkan, "Peppermint tea, Darek."
"Baik, Sir." Darek kemudian memberitahu seorang pramugari yang berdiri di belakangnya untuk memberikan Saka teh.
Beberapa menit kemudian, pramugari itu datang kembali sembari membawa cangkir teh dan meletakkan di depan Saka.
"Darek, is anything else that you want say?" tanya Saka setelah ia menyadari Darek tetap berdiri dan ingin mengatakan sesuatu.
"Sir - "
Darek tahu bahwa ia melangkahi batasnya, namun ia tidak dapat menahan pertanyaannya. "Anda belum menghubungi istri Anda."
"Aku bisa meneleponnya saat transit nanti," jawab Saka sambil meneguk tehnya.
"Sir, istri Anda mungkin sedang menunggu." Darek kembali mengingat ketika setiap jam dua belas siang dan jam tujuh malam istri dari atasannya ini selalu mengirimnya pesan untuk menyiapkan makanan Saka. Ia mengenal Marvella Tjahjadi – wanita itu sangat baik dan tidak merepotkan bahkan ketika mengurus pernikahannya di Boston.
"Darek, aku sudah berbicara dengan dia kemarin," kata Saka setelah ia meneguk habis peppermint tea miliknya. Ia meletakkan Ipadnya dan tidak mengatakan apa-apa lagi. Mendengar itu, Darek tahu bahwa Saka tidak ingin melanjutkan pembicaraan mereka. Ia segera kembali ke kursinya. Darek Iram tidak tahu untuk beberapa hal, termasuk alasan kenapa atasannya menyia-nyiakan perhatian dari wanita sebaik Marvella.
____
Marvella tidak bisa mengalihkan pandangannya dari ponsel yang ia genggam. Ia sudah menunggu balasan pesan sejak sembilan jam yang lalu dan ponsel yang ia pandangi tidak menampilkan notifikasi yang ia tunggu.
"Malam ini Mbak mau makan apa?" tanya Latisha, asisten rumah tangganya saat ia sampai di rumah.
Marvella memegangi dahinya, sepanjang hari ia merasa lemas bahkan ketika melakukan meeting mingguan dengan Karissa. "Bisa tolong aku untuk ambilkan termometer, Latisha? Sepertinya aku sedikit demam, aku akan menunggu di ruang keluarga."
Mendengar itu, Latisha segera mencari termometer. Sementara itu, Marvella memilih untuk duduk di sofa yang ada di ruang keluarga. Selang beberapa menit kemudian, Latisha datang membawa termometer.
"Mbak, dahinya panas," kata Latisha setelah ia menempelkan tangannya ke dahi Marvella. Ia semakin terkejut saat melihat suhu yang terlihat di termometer.
"Mbak, mau ke rumah sakit sekarang? Saya akan menyuruh Pak Mali untuk menyiapkan mobil."
Marvella menggeleng. Ia melepaskan blazer yang masih melekat di badannya sehingga menyisakan kemeja putih polos. "No, maksud aku, tidak perlu. Ini karena aku tadi terlambat makan, no need to worry about me."

KAMU SEDANG MEMBACA
Récrire
ChickLitRécrire | Galaxy's Series #2 ©2019 Grenatalie. Seluruh hak cipta.