Marvella menyipitkan kedua matanya saat ia melihat seseorang yang ia kenal keluar dari sebuah restoran. Ia mengenali pria itu, Denya Saputra sedang bersama seorang wanita yang baginya terlihat familiar. Marvella mengeratkan genggamannya pada plastik kopi yang sedang ia bawa dan memutuskan untuk menyapa Denya.
"Denya!"
Denya menghentikan langkahnya dan berbalik untuk mencari arah suara yang memanggil namanya. Matanya kemudian menemukan Marvella yang sedang tengah berlari pelan ke arahnya, wanita itu terlihat tidak kesulitan berjalan cepat diantara keramaian dengan membawa kantong plastik berisi minuman. "Hi."
Marvella terperanjat saat menyadari wanita yang sedang memakai kacamata hitam disamping Denya adalah wanita yang ia kenal juga. "Nadine? Kamu membuatku tidak mengenali kamu – you look great, kacamata yang sangat bagus."
"Thanks, El."
"Aku tidak tahu kamu sudah pulang ke Jakarta, syutingnya sudah selesai?"
"Sudah," jawab Nadine dengan sedikit bingung. Ia memajukan tubuhnya untuk berbisik di telinga Marvella dan bertanya, "How do you know?"
"Saka yang memberitahu aku kalau kamu sedang syuting film. I can't wait, Nadine."
"Terima kasih, El. Sedang istirahat makan siang?"
Marvella mengangkat lebih tinggi tas plastik yang berisi sepuluh minuman yang sudah ia beli. "You know what I mean, aku baru dari Tangerang untuk menemani atasanku dan teman – teman divisiku titip minuman ini karena kebetulan aku harus kembali ke kantor."
"Kalian baru makan siang?"
Denya menjawab pertanyaan Marvella, "Iya – sebenarnya belum, Nadine mengeluh kalau makanan yang aku pesan membuatnya mual – mual. Kami akan pindah tempat."
"Mual – mual? Kamu sakit, Nad?"
Nadine yang hari itu memakai flat shoes sedikit menyesal karena ia tidak bisa menginjak dengan sengaja kaki Denya dengan ujung heels yang runcing. Jantungnya hampir melompat saat Denya terlewat santai menjawab pertanyaan Marvella. "Maag, El," jawab Nadine kepada Marvella.
"Kalian masih mencari restorannya? Sepuluh menit dari sini ada restoran keluarga yang bagus, Elips."
Marvella membuka ponselnya untuk mencari restoran yang ia maksud di internet. Ia hanya membutuhkan dua puluh detik dan menunjukkan tempatnya, sebuah restoran keluarga yang menyajikan makanan Barat, Asia dan vegetarian friendly. Ia menunjukkan hasil pencariannya kepada Nadine.
"Aku ingin kesana," kata Nadine dengan tiba – tiba dan menatap sekilas kepada Denya. Entah kenapa setelah melihat restoran yang ditunjukkan oleh Marvella membuatnya ingin sekali datang ke tempat itu. Ia melihat ulasan yang ditulis dan hanya butuh lima belas menit ke restoran itu.
Denya mengingat baik – baik nama restoran itu dalam otaknya. Ia bisa mencari restoran itu lewat ponselnya sendiri di mobil. "Terima kasih untuk rekomendasinya, El."
Marvella mengangguk dan tersenyum. "I hope you like it, restoran itu benar – benar tidak akan membuat kamu kecewa."
___
"Maag."
Saka yang baru saja pulang ke apartmennya segera merebahkan dirinya ke atas sofa. Hari ini seharusnya ia berada di Morwell, Victoria (1) untuk peninjauan tambang batu bara, namun perjalanan itu ditunda karena cuaca yang memburuk – badai tropis. "Sepertinya kamu harus berhenti diet."
Nadine yang saat itu menerima telepon di toilet menjawab kekhawatiran tunangannya setelah memastikan tidak ada seorangpun di toilet restoran ini selain dirinya. "Aku sudah menghentikannya sejak pulang dari Filipina, Saka."
"Aku benar – benar khawatir, babe."
"Aku menghentikan dietnya – well, syuting sudah selesai dan aku sudah mengosongkan jadwal untuk dua bulan kedepan, Saka. Aku baik – baik saja."
Nadine kembali meyakinkan Saka. "Kamu bahkan bisa bertanya kepada Latisha, nafsu makanku meningkat akhir – akhir ini. Kamu tahu kalau sekarang aku bisa meniru tumis kangkung Latisha? Sangat enak dan sangat rugi untuk kamu karena tidak bisa mencobanya."
Saka tertawa saat mendengar kata – kata dari tunangannya. "Nadine, I miss you so much. Minggu depan aku akan pulang dan tinggal selama dua hari."
"Really?"
"Apa yang harus kita lakukan? I miss our bed."
Nadine memutar bola matanya, selalu kata yang sama dari Saka. Ia bahkan tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, apa yang harus ia katakan kepada Saka tentang masalah terbarunya. "Kita bisa dinner atau mengurus pernikahan. Banyak hal yang belum siap – seperti cincinnya dan beberapa hal kecil seperti buket bunga. Aku masih bingung buket bunga apa yang akan kupegang saat pemberkatan nanti."
Tiba – tiba seseorang masuk ke toilet restoran itu dan Nadine segera meninggalkan area itu. Ia pindah ke tempat yang lebih sepi. Jam makan siang sudah lewat, jadi restoran ini sudah tidak terlalu ramai. "Sedang dimana kamu?" tanya Saka saat ia mendengar beberapa suara orang lainnya.
"Aku di restoran Elips, daerah Kebon Sirih."
"Itu tempat yang bagus," Saka berdiri untuk berjalan menuju ke kamarnya. Ia perlu mengganti kemejanya dengan sebuah kaus. "Aku tahu tempat itu."
"Seandainya kamu tidak sedang sakit maag, Ikan Kakap bakarnya sangat enak."
"Oh ya? Aku datang kesini bersama Denya." Nadine memandang sekelilingnya dan menyetujui kata – kata Saka, restoran ini memiliki desain interior yang bagus. Simple, modern, and stylish.
"Jangan lupa pesan dessert-nya, kue berwarna putih – sayang, aku lupa namanya. Just see on their menu, semua dessert mereka sangat enak."
"Kamu sering kesini?" tanya Nadine dengan heran karena sekarang Saka terdengar lebih semangat saat membicarakan tempat ini.
"Dulu Marvella yang menemukan tempat itu dan kami – saat di Maria Stella, sebulan sekali kami kesana. Terkadang aku kagum dengan Marvella karena dia bisa menemukan hidden gem, tempat yang tidak kami tahu padahal kita tahu selama ini Iliona Tjahjadi memiliki aturan ketat tentang makanan yang ada diluar rumah."
"Seperti itu?" tanggap Nadine dengan singkat. Perasaan tidak enak kembali menjalar di hatinya perlahan – lahan. Kenapa Saka membawa nama Marvella ketika ia tidak menyinggungnya sama sekali? Entah untuk keberapa kalinya, lagi – lagi ia cemburu.
"Denya memanggilku karena makanan kami sudah datang, sayang. See you, aku akan menelpon lagi nanti." Nadine mematikan ponselnya secara sepihak dan pergi ke mejanya. Rasa cemburu tidak akan membuatnya kenyang, lebih baik ia segera makan sebelum maag-nya benar – benar kambuh.
____

KAMU SEDANG MEMBACA
Récrire
ChickLitRécrire | Galaxy's Series #2 ©2019 Grenatalie. Seluruh hak cipta.