83 - Ochenta Y Tres

8.5K 701 95
                                    

Marisa Faye berkali-kali melirik ke arah anak tunggalnya yang sedang melihat pemandangan di luar melalui jendela mobil. Nadine menyandarkan punggungnya ke kursi dan ia hanya menopang dagu, sesekali menggigit jarinya karena tidak ada hal yang bisa ia lakukan disini. Keduanya tidak bersuara dalam waktu yang lama sejak kemarin, dimana Marisa akhirnya menemani Nadine pulang ke Jakarta untuk menyelesaikan beberapa hal.

"Kamu butuh sesuatu?"

Nadine menggeleng, "Tidak, Ma."

"Just tell us apa yang kamu inginkan, Nadine."

"Iya," jawab Nadine dengan singkat dan ia melihat lagi kearah luar untuk melihat pemandangan. Ini sudah ketujuh kali ibunya bertanya tentang hal yang sama dalam tiga jam terakhir dan selama tujuh kali itu juga Nadine tidak merubah jawaban awalnya.

Satu jam kemudian, Marisa turun terlebih dahulu dan membuka pintu mobil untuk putrinya sendiri ketika mobil mereka sudah sampai di restoran yang dimaksud oleh Nadine. Ia tetap memegang tangan putrinya sendiri sampai Nadine menarik pelan tangannya sat mereka berdua akhirnya tiba di depan pintu restoran.

"Mama akan ada di - "

Nadine mengangguk singkat. "Mobil."

"Right, if you need something - "

"Aku akan menelpon Mama," potong Nadine yang sudah memakai kacamata hitamnya setelah mengeratkan kardigan putih yang ia pakai.

Marisa menganggukkan kepalanya pelan saat melihat bagaimana semua reaksi yang Nadine berikan untuknya. Ia kemudian berbalik dan kembali masuk ke mobilnya sendiri.

Sementara itu Nadine menarik napas dan menegakkan bahunya sebelum ia masuk ke dalam. Tidak susah baginya untuk menemukan orang yang akan ditemuinya – Marvella Kathleen Tjahjadi sudah bilang kepadanya kalau ia akan memesan lima meja di area pojok restoran agar Nadine tidak terganggu dengan kemungkinan orang yang mengenalnya.

"You look," Marvella yang sudah datang tiga menit lebih awal kemudian berdiri saat Nadine akhirnya sampai di meja yang ia maksud, tetapi ia tidak tahu harus berkata apa. Ia mengulurkan tangannya kepada Nadine, "Great."

Nadine tersenyum walau ia merasakan suasana canggung diantara mereka. "Thanks."

Nadine sedang mengambil langkah ke kursinya sendiri saat Marvella menatap perut besar Nadine dan bagaimana rasa kepercayaan dirinya menurun drastis setelah melihat kecantikan Nadine yang sempurna. Wanita itu terlihat semakin berbeda. Ia bahkan yakin kalau sekarang Nadine sedang menjadi wanita tercantik yang ada di ruangan ini.

Marvella ingat bagaimana enam bulan yang lalu mereka mengambil meja yang sama dan posisi duduk yang sama, benar-benar di tempat yang sama. Marvella menghembuskan napas panjang dan berusaha terlihat tenang. Dua hari lalu disaat ia tidak bisa tidur seusai bercinta dengan Saka, ia mendapat pesan dari Nadine dan wanita itu mengatakan sendiri bahwa ia ingin bertemu dengan dirinya.

"Jadi, kenapa kamu kembali kesini, Nad?" tanya Marvella secara langsung. "It's not that I don't like you, tapi kamu yang ada didepanku sekarang seingatku tidak ada di rencana kamu setengah tahun lalu saat kita berbicara disini."

"I want to meet him," kata Nadine Faye kepada Marvella.

"Saka?" Nadine mengangguk dan Marvella meneruskan kalimatnya, "Tapi apa kamu tidak ingat kalau setengah tahun yang lalu kamu bilang sendiri kalau tidak akan menemuinya lagi sampai kamu memaafkan diri kamu sendiri?"

"I did it," jawab Nadine dengan lugas. "Aku ingin minta maaf kepada Saka."

Marvella menaikkan alisnya, "Your pregnancy is big, bagaimana bisa kamu menghabiskan waktu lebih dari dua puluh jam untuk perjalanan Montreal- Jakarta?"

RécrireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang