Askari Tanuwidjaja : (send you photos)
Askari Tanuwidjaja : Am I good?
Darek Iram : (send you photos) )Behind the scene, katanya bagian pinggang kurang nyaman.
Nadine menatap pesan di ponselnya untuk waktu yang cukup lama. Ia tidak paham bagian mana yang kurang nyaman versi Askari. Tuxedo yang dipesan Saka merupakan setelan yang dijahit secara khusus oleh Brioni, rumah mode pria Italia. Saka sendiri harus pergi ke studio mereka yang berada di Roma dan melakukan pengukuran badan disana tiga bulan yang lalu. Brioni membutuhkan waktu selama lima puluh jam untuk pembuatan dua setelan yang akan dipakai Saka selama pernikahannya ini.
Nadine Faye : Good job, Darek. Thanks.
Ia menyimpan ponselnya kembali ke dalam tas. Siang itu, ia berada di sebuah restoran dengan ruangan privat. Ia tidak mungkin membicarakan masalah ini di rumah Denya atau rumahnya sendiri. Nadine melirik jus yang ada didepannya, ia hampir saja memesan kopi yang biasa ia minum kalau tidak ingat dengan kehamilannya. Nadine melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanannya dan mengetukkan flat shoes yang ia pakai ke lantai.
Kemarin, ia memutuskan untuk pergi ke dokter spesialis kandungan setelah mengecek kehamilannya dengan testpack. Positif. Dua garis.
Nina menemaninya – dengan pelayanan VVIP rumah sakit, tidak boleh seorangpun tahu tentang kehamilan ini. Manajernya masih menganggap ia hanya melakukannya dengan Saka.
"Maaf kalau lama," sebuah suara muncul memecahkan lamunan Nadine. Denya Saputra lebih dulu datang, namun pria itu pergi – Nadine tidak peduli kemana Denya pamit – dan mengambil kopi yang terlanjur Nadine pesan sebelum ia pergi. Sialan.
Denya membiarkan dua orang pelayan meletakkan makanan yang dipesan olehnya. Ia menunggu hingga pelayan itu pergi dan menutup pintu geser sebelum memulai pembicarannnya dengan Nadine. "Apa kata dokter? Maaf kalau aku tidak bisa menemani kamu."
Nadine terhenyak saat Denya merubah nada bicaranya menjadi lebih lembut. Tidak ada bahasa yang biasa mereka pakai untuk memanggil satu sama lain. "Apa lagi yang lo harapkan, Nya? Janinnya hilang begitu saja?"
"Nadine, calm. Semalam aku membaca buku kehamilan dan aku masih ingat agar kamu tidak cepat marah – marah. Hipertensi adalah kasus tertinggi penyebab keguguran," kata Denya. Semalam saat Nadine menelponnya, ia sedang berada di Surabaya. Denya membatalkan semua jadwalnya di Surabaya dan segera kembali ke Jakarta. Ia hanya tidur selama dua jam hari ini karena menyelesaikan dua buku tentang kehamilan wanita.
Nadine menatap tidak percaya kepada Denya yang duduk didepannya. Kalau saja di antara mereka tidak ada meja, ia pasti sudah mencakar wajah pria itu. "Denya Saputra, lo egois. Can you stop and focus on what we're talking about? Gue mempertaruhkan banyak hal disini! Karir, pernikahan dua bulan lagi dan ... keluarga gue."
"Nadine, aku paham."
"Nya, gue akan menikah dan gue harus menikah. Keluarga gue membuat standar yang tinggi dan lo tahu sendiri bagaimana waktu gue bersama Saka, gue yang memerjuangkannya."
"Nadine, aku akan bertanggung jawab."
Air mata menggenang di pelupuk mata Nadine. "Gue benar – benar benci sama diri gue sendiri."
"Nya, gue menghancurkan pernikahan gue sendiri!"
"Nad, we can't talk if you don't calm down."
...
"Nad, I am sorry. Aku benar – benar minta maaf karena hal ini."
"Menurut lo kata maaf bisa memerbaiki semua ini?" Nadine menatap tajam Denya. "Nya, gue sangat mencintai Saka."
"Maybe you have known all this time, menikah dengan Askari adalah impian gue dan impian orang tua gue. Bagi mereka , pernikahan gue nantinya bisa mengangkat status sosial mereka. What a bullshit, gue menikah dengan Saka karena mencintainya!"
"I know it well, Nad. I know what you have been doing."
"Yang membuat gue lebih menyesal adalah – gue yang datang ke rumah lo, Nya. Gue yang sangat brengsek, datang ke rumah sahabat gue dan memintanya untuk tidur bersama – gue sangat gila ya, Nya?"
"Aku minta maaf karena kejadian ini, Nadine."
....
"How? Denya, bahkan gue hampir – God, this is frustrating, gue hampir berpikir untuk aborsi!"
Nadine memejamkan mata sejenak untuk menenangkan dirinya. Pikiran gila itu – muncul saat ia benar – benar frustasi karena tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk selanjutnya. "Tapi gue tidak melakukannya, Nya. Janin ini – bayi ini, I can feel it. Gue tidak bisa membunuhnya."
Denya terpana melihat Nadine yang menangis didepannya. Selama dua puluh sembilan tahun mengenal Nadine dalam hidupnya, ia tidak bisa melihat wanita itu menangis – terlebih karena dirinya.
"Nadine Kalya, aku minta maaf. Aku akan bertanggung jawab untuk semua hal ini, kita berdua akan merawat bayi itu. Itu anak kita, Nadine. Anak."
Ia kemudian berdiri dari kursinya dan berlutut didepan wanita itu. "Nadine, mungkin tidak sepantasnya bagiku untuk mengatakan hal ini sekarang. Aku seperti tidak mempunyai etika seorang lelaki - melamar wanita yang akan menikah. Mungkin aku akan menyesal jika baru melakukannya sekarang, tapi aku lebih menyesal jika tidak melakukannya. Let me propose you as must be, aku mencintai kamu. Nadine Kalya Faye, be my partner forever?"
"Aku tidak sempurna, Nadine. Aku mencintai kamu sejak bertahun – tahun yang lalu dan aku menjadi pria yang sangat pengecut karena tidak pernah mengatakannya. Aku tidak ingin menjadi pengecut lagi. My life is incomplete without you, Nadine."
Denya membuka kotak cincin yang sudah ia siapkan. Cincin milik ibunya. "Nad, kamu tidak perlu lagi cemburu dengan Marvella atau siapapun. Kamu tidak perlu lagi menggantikan kehadiran Marvella disamping Saka dan takut kalau kenangan mereka berdua akan terulang lagi. Dari dulu hingga sekarang, aku mencintai kamu. Spend your time with me, Nad."
Nadine menunduk untuk menatap mata pria yang sedang berlutut didepannya. Denya yang melihat reaksi nihil dari Nadine kemudian menambahkan, "May I have a little hope? Ketika kita melakukannya malam itu, kamu hanya memanggil namaku, Nadine. Boleh aku berharap kalau kamu akan membalas perasaan ini? Nadine, aku ingin percaya kepada harapan itu – sekecil apapun."
Air mata Nadine meluruh membasahi pipinya. Ia lalu mendongak ke atas untuk menghentikan air matanya dan menatap tajam Denya yang masih ada di posisi yang sama. "Nya, gue sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran lo."
___

KAMU SEDANG MEMBACA
Récrire
Chick-LitRécrire | Galaxy's Series #2 ©2019 Grenatalie. Seluruh hak cipta.