Dua hari kemudian,
Kanianatha memandangi saudara perempuannya, Marvella dengan tatapan tidak mengerti. Ia kemudian mengulangi apa yang dikatakan Marvella, "You say, go home?"
Marvella yang sedang duduk bersandar dikepala ranjangnya mengangguk ringan seolah tidak mempermasalah tatapan Atha kepadanya. "Demamku tadi pagi sudah turun, I need to go home."
Atha menatap saudara perempuannya tidak mengerti. Hari ini adalah hari ketiga wanita itu dirawat inap di rumah sakit dan ia sekarang sedang menemaninya sambil duduk di sofa dan meletakkan tas tangannya karena ia baru sampai setelah dari kantor Dic'I. "Aku kira Dokter Raynand sudah mengatakannya - " Atha menatap Marvella sepenuhnya. " – bukannya kamu harus menjalani perawatan intensif karena demam tifoid? Dokter Raynand meminta kamu menginap disini."
"Latisha bisa merawatku di rumah. Or you, kamu juga bisa. We have more choice."
Atha mengerutkan keningnya karena ia tahu Marvella tidak boleh pulang sementara saat malam tadi suhu wanita itu masih demam. "The best choice, stay in hospital. Raynand tahu apa yang kamu butuhkan dan Latisha bukan seorang tenaga medis. Hanya karena demam kamu turun pagi ini bukan berarti kamu bisa pulang, Marvella. Setidaknya itu adalah kemajuan sejak demam kamu yang kemarin tidak turun-turun, kan?"
Marvella kembali berkata, "Atha, aku tidak mau. Bring the nurse to home, kita punya banyak opsi daripada aku ada disini."
"Dan membuat Raynand menjadi semakin sibuk karena kamu keras kepala dan bersikeras ingin pulang? You're his patient."
Atha menambahkan, "You're not in good condition, let him do his job. Menurut kamu, Latisha yang asisten rumah tangga bisa merawat kamu? "
"Of course, she can," jawab Marvella dengan serius.
Atha mendesah saat melihat betapa keras kepalanya Marvella. "No, she can not. Kenapa saat kamu sakit kamu sangat keras kepala, El. Ada apa?"
"Kamu bisa menceritakannya ke aku daripada perdebatan yang tidak akan habis ini, Marvella. Ayo berpikir logis."
Keduanya lama bertatapan dan Marvella tahu lebih baik untuk menjelaskan alasannya. "Aku tidak ingin Saka tahu kalau aku masuk rumah sakit."
"Kenapa?"
" ... "
Atha menghela napas panjang saat Marvella tidak menjawab pertanyaannya. Selama tiga hari terakhir ia menghabiskan waktunya antara rumah sakit dan kantor – ia bahkan hanya pulang ke apartmen untuk berganti baju dan mengambil barang-barang yang diperlukan untuk pekerjaannya. Atha juga sudah mengabulkan permintaan tidak masuk akal Marvella, yaitu tidak memberi tahu siapapun bahwa Marvella masuk ke rumah sakit. Tidak ada yang tahu tentang ini bahkan keluarga mereka sendiri.
"Kenapa? Karena dia masih membenci kamu? Come on, dia tidak pernah membenci kamu – itu hanya kesalahpahaman kalian yang tidak ingin kalian selesaikan. Paham?"
"Atha, please help me. Aku tidak ingin Saka melihatku sebagai wanita yang lemah. Dia tidak menyukainya - "
"Satu-satunya jalan adalah menyelesaikan kesalahpahaman kalian, for God's sake! Dan siapa yang mengatakan kalau kamu adalah wanita yang lemah?"
"Aku - " Marvella meremas tangannya sendiri.
Atha memotongnya, "Normalnya, dia harus tahu kalau kamu sedang sakit karena kamu adalah istrinya. Aku masih tidak mengerti kenapa kamu melarangku memberitahunya, even to his secretary."
"Saka tidak perlu mengetahuinya."
"I don't understand -"
Kemudian Marvella memberitahukan rencananya kepada Atha. "Untuk membangun chemistry diantara kami tidak perlu ada masalah sepele seperti aku yang sakit, kan? Atha, this is called the language of love between me and him. Kalau aku berhasil membuatnya melihat aku sebagai wanita yang kuat dan mandiri – setidaknya aku bisa menjadi wanita idealnya – wanita yang bisa ia cintai."
"What do you mean?" tanya Atha kepada Marvella.
Marvella mengehembuskan napas panjang dan tersenyum tipis. "Atha, aku berusaha membuat Saka mencintaiku."
"Kukira dia yang sedang belajar mencintai kamu – itu yang kalian katakan kepada Papa."
"Kami saling berusaha," kata Marvella untuk meyakinkan Atha.
"Tidak dengan cara ini - "
"Aku menggunakan semua cara yang kubisa hanya agar Saka memiliki perasaan yang sama, Atha. Daripada menjadi bayangan Nadine dalam hidupnya, bukannya lebih baik kalau aku menyembuhkan lukanya?"
Untuk beberapa saat hanya deru AC yang ada dikamar itu yang menemani keheningan mereka. "El, what we are talking about? Kamu kira aku mengijinkan kamu keluar dari rumah sakit lebih cepat hanya untuk membuat Saka tidak menganggap kamu sebagai wanita lemah? Of course no. Itu bukan cara yang bagus. Find another way - maksudku, Saka akan menjadi orang pertama yang panik jika kamu sakit. Always be like that, that is him."
"Sekarang dia membenciku."
"El - "
"No, no, you don't understand. Please, let me go home." Sekarang Marvella terlihat hampir memohon kepada saudaranya dan Atha menjadi tidak tega saat melihatnya.
"Tidak, El."
"..."
Atha menjawab dengan serius ketidaksetujuannya kepada permintaan Marvella. Ia menunjukkan keseriusan jawabannya dengan mengambil ponsel yang ada di tasnya dan berjalan keluar dari ruangan itu. "Tentu saja tidak, biarkan aku memberi tahu kepada Saka. Let me call him -"
"No, please."
Atha hanya menoleh kepada Marvella untuk mengucapkan hal-hal yang terlintas di pikirannya. "Yes, we will call him. Harusnya Latisha segera melaporkan keadaan kamu yang sakit sejak hari pertama, but it's fine. I will do the job, call him."
"Kanianatha Marjolaine Sasikirana Tjahjadi!" kata Marvella dengan tegas meski ia sendiri tidak mempunyai tenaga untuk melakukannya. Ia hampir berteriak kepada adik tirinya sendiri – bukan hal yang mengkhawatirkan baginya karena ia tahu ia berada di ruangan VVIP rumah sakit.
Atha menutup pintu itu dari luar. Ia melihat dari arah koridor Latisha yang baru kembali dari kantin untuk membelikannya beberapa makanan. "Dan sementara aku menelponnya, Latisha sedang berjalan kesini dan akan sampai dua menit lagi untuk menemani kamu."
"Kanianatha, aku minta kamu berhenti!"
Atha menatap datar Marvella yang setengah berteriak kepadanya. Ia melihat sendiri bagaimana Marvella masih memikirkan suaminya – Saka, saat wanita itu sendiri masih lemas tidak bertenaga dan berwajah pucat. "Aku berbicara sebagai adiknya dan sebagai pihak yang netral, Marvella. You have to stop this, think about yourself before you think about others. You can't prioritise anyone else before your own self – bahkan jika itu suami kamu. Sebenarnya hubungan macam apa yang sedang kalian lakukan?"
Marvella terdiam tidak menjawab pertanyaan Atha dan itu cukup menjadi sebuah alasan kuat untuk Atha melakukan niatnya – menelpon Saka.
____

KAMU SEDANG MEMBACA
Récrire
Chick-LitRécrire | Galaxy's Series #2 ©2019 Grenatalie. Seluruh hak cipta.